Pencitraan, Vitamin Khusus bagi Cagar Budaya Indonesia

Jakarta - Agar cagar warisan budaya bangsa Indonesia tidak punah, diperlukan vitamin yang bernama pencintraan. Pencitraan cagar budaya di masyarakan sangat penting, untuk mengurangi ketidakpahaman pengelola aset budaya itu, baik dalam sisi infrastruktur maupun komunikasi publik.

Hal itu dikatakan M Ridwan Ak, SE, salah satu pembicara dalam diskusi bertema "Strategi Pemasaran Candi Prambanan dan Sewu". Diskusi digelar di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jalan Palmerah Selatan, Sabtu (23/1/2010).

Acara tersebut diselenggarakan oleh BBJ, Kompas Gramedia, PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan, dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam diskusi itu juga menampilkan pembicara Purnomo Siswo Prasetyo, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko (Persero).

Ridwan mengatakan, ketidakpahaman akan pencitraan nilai suatu cagar budaya akan menimbulkan miskomunikasi atau salah persepsi yang akhirnya berdampak pada perubahan pemahaman di publik tentang benda cagar budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

"Seyogyanya kita harus bersyukur karena Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya, bukan saja kekayaan sumber daya alam yang melimpah, tapi juga keragaman suku bangsa ikut mewarnai kekayaan bangsa ini," katanya.

Tapi sangat disayangkan, kata Ridwan, kita masih sepenuhnya belum menyadari betapa besarnya potensi bangsa ini. Dengan adanya pemahaman yang sama mengenai pencitraan suatu cagar budaya, maka pemahaman akan pembangunan, manfaat dari cagar budaya dapat dibangun secara terintegrasi.

"Pemahaman akan suatu citra cagar budaya hendaknya dilakukan secara kontinyu. Sehingga sense of belonging akan cagar budaya bisa timbul di masyarakat dan tertanam," ucap Ridwan.

Dia mengatakan, program pencitraan dapat dilakukan dengan menerapkan program marketing komunikasi. Program tersebut akan mengintegrasikan antara aktivitas kegiatan dan aktivitas informasi, sehingga antara informasi yang dibangun di masyarakat seiring sejalan dengan aktivitas kegiatannya.

Dalam membangun citra benda cagar budaya, kata Ridwan, sudah pasti menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya menjadi beban pemerintah saja, tapi juga media, stakeholder, dan masyarakat sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.

Ridwan mengatakan, wisata budaya bisa menjadi salah satu alat informasi dan komunikasi dalam membangun citra benda cagar budaya. Wisata Budaya bisa jadi aktivitas kegiatan yang menitikberatkan kepada pembangunan pemahaman melalui praktik-praktik yang bersifat sensor experience di lingkungan budaya tertentu.

"Dengan wisata budaya ini nantinya para pengunjung cagar budaya tidak hanya bisa menikmati obyek, namun juga bisa memahami nilai sejarah yang terkandung di dalamnya," ucap Ridwan.

Unsur-unsur yang terkandung dalam wisata budaya ini antara lain unsur religi, unsur bahasa, unsur estetika, tradisi, dan kesenian. Dari unsur-unsur ini diharapkan bisa menimbulkan sense of belonging terhadap warisan budaya nenek moyang.

Andre, salah satu peserta diskusi yang bekerja di bidang advertising mengatakan, promosi cagar budaya hendaknya dilakukan secara terfokus. Artinya, bila kita ingin menonjolkan "image cantik" dari candi, maka kita harus berusaha bagaimana caranya menciptakan suasana yang mendukung kecantikan dari candi itu bisa keluar.

"Pedagang-pedagang asongan lebih ditertibkan lagi, pencahayaan lebih diatur dan dimaksimalkan lagi, harus bisa menentukan objektivitas dari nilai candi itu. Sehingga tidak hanya nilai komersial yang bisa kita tingkatkan, nilai konservasi itu sendiri bisa ikut ditingkatkan," kata Andre.

Sumber: http://oase.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts