Biennale Anak untuk Anak

Yogyakarta - Sejumlah seniman prihatin melihat kecenderungan orang tua zaman sekarang yang kerap memaksakan kepentingannya kepada anak. Mereka lantas menggagas Biennale Anak, sebuah ruang khusus di mana anak-anak bisa mengekspresikan dirinya sendiri sesuai keinginannya.

Direktur Biennale Anak Yuswantoro Adi menjelaskan, Biennale Anak dengan tema doKuMEnKu akan berlangsung pada 15 22 Januari. Sebanyak 283 anak berusia 4 18 tahun terlibat dalam acara ini. Selama acara yang berlangsung di area Taman Budaya Yogyakarta itu, panitia menggelar sejumlah kegiatan mulai dari pameran karya seni anak berupa lukisan, foto, video hingga mural , karnaval, pertunjukkan seni, pemutaran film anak, seminar, bedah buku, workshop hingga Pasar DolDolanan. Seluruh kegiatan melibatkan anak karena acara ini memang kami dedikasikan untuk anak. Panitia hanya fasilitator, kami mencoba agar keterlibatan anak -anak dalam setiap acara lebih besar, katanya, Rabu (13/1).

Ia menuturkan, gagasan tentang Biennale Anak ini muncul karena keprihatinan terhadap kondisi anak masa kini. Saat menjadi juri lomba melukis, ia menemukan bahwa karya lukis peserta seragam. Sete lah ditelusuri, ternyata memang banyak sanggar lukis yang mengajari anak untuk melukis dengan standar tertentu. Anak diajari lukisan yang bagus itu seperti ini, harus begini dan sebagainya . Anak-anak justru tidak ditanya lukisan bagus menurut mereka itu seperti apa, jelasnya.

Sutradara teater Nano Asmorodono yang juga menjadi panitia dalam acara ini mengatakan, fenomena yang ditemukan dalam lomba seni lukis itu juga terjadi di banyak bidang lain. Orang tua kini kerap mendaftarkan anak-anaknya ikut lomba dan melakukan apapun agar anaknya menang. Orang tua memaksakan kepentingannya sendiri terhadap anak sehingga kebutuhan anak justru tidak diperhatikan.

Panitia lainnya Sigit Pius menambahkan, salah satu kegiatan unik dalam Biennale Anak ini adalah Pasar DolDolanan. Di pasar ini anak-anak bisa memainkan peran sebagai polisi, pegawai kantor imigrasi, penjaga toko atau sekadar berkunjung. Mereka bisa belajar mengenal sistem, memahami aturan main dan mencari strategi agar bisa bertahan. Di pasar ini berlaku uang dolan yang bisa diperoleh dengan cara menukar barang yang mereka bawa seperti pakaian bekas, mainan, alat tulis dan sebagainya. Anak-anak harus kreatif sehingga bisa mendapat uang dolan itu dan bermain dengannya, tuturnya. (ARA)

Sumber: http://oase.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts