Cap Go Meh Daya Tarik Wisata

Pontianak - Perayaan Cap Go Meh masyarakat Tionghoa Minggu (28/2) mendatang, dinilai menjadi daya tarik wisata di Kalbar. Tidak ada alasan untuk melakukan penolakan terhadap aktivitas budaya itu.

Menurut ketua Komisi A DPRD Kalbar, H Retno Pramudya SH, perayaan Cap Go Meh di Kalbar khususnya di Kota Pontianak selama ini tidak ada masalah. Malah yang terjadi selama ini ada oknum-oknum tertentu mengatasnamakan kelompok memanfaatkan situasi dan kondisi untuk menolak perayaan Cap Go Meh.

“Masyarakat tertentu mengkondisikan situasi dan kondisi dengan membesar-besarkan isu penolakan perayaan Cap Go Meh untuk mencari keuntungan pribadi, agar dapat bargaining dengan menerima imbalan materi,” tukasnya.

Dirinya juga mengharapkan kepada aparat keamanan jangan terlalu berlebihan menyikapi hal tersebut. Apalagi membuat statemen yang justru menimbulkan kecemburuan sosial dan berbagai persepsi dari masyarakat.

Retno menilai, perayaan Cap Go Meh menjadi hiburan masyarakat, bahkan mampu mendatangkan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tentunya itu sangat menguntungkan Kota Pontianak.

“Jadi tidak ada alasan untuk melakukan penolakan perayaan Cap Go Meh di Pontianak yang direncanakan Minggu (28/2) mendatang. Cap Go Meh itu tidak merugikan bahkan banyak keuntungannya, baik dari segi ekonomi budaya dan pariwisata,” tegas Retno.

Hanya saja, lanjutnya, dalam pelaksanaan Cap Go Meh, perlu ada pemisahan antara budaya dan kegiatan ritualnya.

Terutama yang menampilkan atraksi yang berbau mistik dan sadisme, seperti Tatung yang akan ditonton banyak orang termasuk anak-anak.

Sekretaris Fraksi PPP DPRD Kalbar itu mengharapkan, perlu diupayakan agar perayaan Cap Go Meh tidak mengganggu aktivitas rutin masyarakat.

“Perhatikan arus lalu lintas. Ini guna menunjukkan harmonisasi etnis dalam kehidupan masyarakat di Kalbar, terutama masyarakat Kota Pontianak,” ujarnya.

Akan lebih baik perayaan Cap Go Meh nantinya juga menampilkan budaya dari suku lainnya yang ada di Kalbar.

“Kalau hanya menampilkan satu atraksi budaya saja, akan memberi kesan diskriminatif dan eksklusif,” papar Retno. (jul)

Sumber: http://www.equator-news.com
-

Arsip Blog

Recent Posts