Proses Pemugaran Candi

Oleh Irsam

Ketika kekuatan kerajaan kuno telah musnah dan penduduknya tidak lagi mempertahankan candi-candi dan bangunan-bangunan suci lainnya maka candi tidak lagi (ceased) memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ditinggalkan (deprived) oleh para pemujanya, candi-candi tersebut selanjutnya ditinggalkan dan dikembalikan ke alam. Panas dan hujan silih berganti sehingga menyebabkan batu-batunya runtuh (crumble), angin membawa pasir dan benih-benih menyebabkan candi-candi tersebut tertutup. Akar-akar pohon menyeruak (penetrated) diantara bongkahan (cracks) batu-batu candi sehingga mengakibatkan pergeseran dan mengurangi sekat batu-batunya. Gempa bumi ikut mempercepat proses pembusukan dan selanjutnya menyebabkan keruntuhan candi. Reruntuhan candi-candi ini merupakan sumber bahan bangunan gratis bagi penduduk setempat yang tinggal disekitar candi dan karena itu banyak candi-candi yang hilang tanpa ada jejak sama sekali. Waktu berlalu beberapa abad selama masa keberadaan candi-candi tersebut terlupakan sehingga candi-candi tersebut harus ditemukan kembali. Sering penemuan kembali ini terjadi pada masa sebelum pengetahuan arkeologi memiliki kesempatan membawa candi-candi tersebut dalam dunia investigasi akademis.

Semua candi-candi yang dikenal sekarang ini dulu ditemukan dalam keadaan runtuh serta sering hanya berupa tumpukan batu-batu terbengkalai. Kadang-kadang sisa-sisa bangunan candi mulai diketahui setelah diadakan penggalian kembali.

Candi-candi yang sekarang masih berdiri, walaupun (albeit) dalam keadaan rusak atau runtuh, hampir semuanya sebagai hasil restorasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Restorasi tidak berarti candi tersebut dibangun kembali dengan sempurna tetapi hanyalah merupakan usaha-usaha untuk mencegah kerusakan (detorioration) lebih parah. Restorasi sebenarnya berarti memperbaiki. Sampai sejauh mana (to what extent) istilah memperbaiki berhasil membangun kembali sang candi dalam keadaan utuh seperti sedia kala tergantung dari kondisi sisa-sisa bangunannya. Jika batu-batu yang berserakan dapat dikumpulkan dan diletakkan lagi ketempat asalnya sehingga semua komponen dapat dikembalikan dengan baik maka sang candi dapat di rekonstruksi diatas kertas dan selanjutnya dibangun kembali dengan baik. Jika kondisinya tidak demikian maka restorasi hanya dilaksanakan sejauh mana batu-batu tersebut dapat dikembalikan ke asalnya. Jika hal ini masih sulit dicapai maka tidak perlu dilakukan apapun.

Candi-candi yang telah ditemukan kembali umumnya tidak memiliki bagian atap lagi sementara bagian dinding candi hanya sebagian saja yang masih dapat dipertahankan. Yang sering masih ada adalah bagian bawah atau dasaran candi yang kadang-kadang juga sering rusak karena batu-batu bagian luarnya juga hilang. Umumnya batu-batu dari sisi timur candi bertumpuk berserakan disebelah timur candi, demikian juga di bagian barat dan seterusnya. Akhir dari tumpukan batu-batu ini, bersama-sama dengan sisa-sisa candi yang masih berdiri membentuk bukit kecil. Kadang-kadang juga batu-batu candi tersebut dibuat sebagai bagian dari sebuah bangunan. Batu-batu yang dicuri tersebut, khususnya jaman dahulu, adalah yang mula-mula berasal dari bagian atas candi yakni bagian dinding ruangan candi. Karena itu dalam usaha merekonstruksi candi umumnya bagian badan candi yang paling susah dilakukan dan labih parah lagi (more frustate) ketika berusaha merekonstruksi secara keseluruhan. Misalnya ketika dasar candi masih utuh dan bagian atap candi dapat dikenali lagi dari batu-batuannya yang tersebar, tetapi bagian tengah/badan candi masih sulit dibangun kembali selama masih ada bagian-bagian tertentu yang belum pasti.

Selama fase pertama restorasi, semua batu-abtu dikumpulkan dan diseleksi sesuai tipe dan lokasi aslinya. Batu-batu ujung digabungkan dengan batu-batu ujung pula, batu-batu polos juga dikumpulkan berdasarkan ukuran dan bentuknya, yang berhias juga dengan batu yang berhias sejenis sesuai dengan pola designnya, dan batu-batu disisi timur dikumpulkan serta demikian juga disisi lainnya.

Fase kedua adalah saling mencocokkan (match) batu-batu tersebut. Metode ini dengan hati-hati memeriksa bentuknya dan kemudian mencoba mencocokkannya (fit). Jika terjadi kecocokan maka 2 batu mulai menunjukkan susunannya apakah cocok dari atas dengan bawah atau kiri dengan kanan dan mulai dilakukan sketsa gambarnya.

Dalam fase ketiga, gambar awal ini dicocokkan dengan hasil-hasil gambar yang lain. Dalam tahap ini maka mulai tersusun batu per batu dan bagian per bagian sehingga akhirnya seluruh bangunan mulai kelihatan bentuknya. Karena candi memiliki 4 sisi maka rekonstruksi candi juga harus melibatkan 4 sisi bangunan. Untuk kelengkapan pembangunan kembali maka candi bagian dalam ruang juga harus direkonstruksi. Biasanya rekonstrsuksi di bagian ini memiliki kesulitan lebih karena banyak batuan dari ruang yang polos tanpa hiasan apapun. Sering hal ini tidak dapat dibangun kembali dengan jelas karena apakah 2 batu polos tersebut memang berada pada tempat yang sesungguhnya atau tidak.

Batu-batu candi yang telah tersusun sementara waktu diletakkan ditanah disekitar tempat rekonstruksi yang masing-masing terdiri atas bagian khususnya. Ketika percobaan rekonstruksi tersebut sudah lengkap maka terbentuklah bagian candi tersebut. Maka bagian demi bagian dan tingkatan demi tingkatan yang ada disusun secara terbalik untuk memudahkan (facilitate) penanganan batu-batu tersebut ketika benar-benar dibangun kembali.

Jika kita mendapat kepastian dari bagian gambar dan jika percobaan rekonstruksi juga mendapat bukti yang tak terbantahkan dari bentuk asli bangunan tersebut maka (only then) kita mungkin baru dapat memulai pekerjaan pembangunan kembali sang candi. Pengalaman mengajarkan bahwa tidak pernah ada sebuah candi yang semua batu-batunya dapat ditemukan kembali. Meskipun ketika percobaan rekonstruksi dalam gambar tidak mengalami (encounter) hambatan berarti dan juga semua hal dapat berjalan dengan baik masih saja selalu ada batu-batu yang tidak ditemukan. Dalam usaha percobaan rekonstruksi diatas kertas batu-batu yang hilang digantikan dengan ruang kosong sama seperti pada rekonstruksi sesungguhnya batu-batu tersebut juga digantikan dengan batu polos.

Rekonstruksi sebuah candi menggunakan batu asli disebut anatylosis yakni istilah dalam bahasa Yunani yang berarti membangun atau menempatkan kembali bagian-bagian atau kolom-kolom bersejarah ketempat aslinya. Sesungguhnya pekerjaan jenis ini hanya bisa dilakukan apabila semua batu-batu aslinya dapat ditemukan kembali dan tempat asli batu dalam bangunan tersebut juga dapat diketahui dengan pasti. Kenyataannya situasi seperti ini tidak pernah terjadi dan mungkin juga tidak akan pernah terjadi untuk masa akan datang karena keruntuhan candi terjadi disebabkan oleh batu-batunya yang dihancurkan atau hilang. Sekalipun demikian Anastylosis masih dapat juga dilaksanakan walaupun tidak sempurna ketika diantara batu-batu yang ditemukan kembali tersebut terdapat beberapa batu yang berfungsi sebagai keystone – batu kunci. Dalam hal ini istilah tersebut mengacu pada batu-batu yang berfungsi sebagai penghubung antara 2 tingkatan atau 2 bagian dalam bangunan tersebut. Biasanya batu kunci tersebut membantu penyempurnaan penyambungan 2 tingkatan yang menurut kalkulasi hanya dipisahkan oleh sebuah bentuk batu. Di candi Merak – Jawa Tengah, misalnya, didapat batu-batu dasaran candi dengan lengkap, begitu juga bagian atap dan badan candi. Akan tetapi pembangunan kembali tidak dapat dilakukan karena tidak adanya batu-kunci yang merupakan sambungan pada suatu tingkatan di bagian badan candi. Sebaliknya, candi Gebang dekat Yogyakarta dan candi Jawi di Pandaan dapat dibangun kembali berkat (thanks to) penemuan batu-batu kunci tersebut walaupun terdapat banyak bagian yang kosong.

Dalam kasus candi Gebang – Yogyakarta batu-kuncinya adalah sebuah batu pojok yang nyata-nyata merupakan sambungan antara tingkatan batu paling atas dari bagian bawah badan candi dan tingkatan terbawah dari bagian atas badan candi yang telah direkonstruksi pada seksi gambar. Suasananya sama seperti di candi Jawi ketika batu-batu pada dasar candi dan separuh bagian bawah sudah lengkap dan bangunan dari atas ke bawah hingga ke bagian tengah badan candi dapat direkonstruksi. Sekalipun demikian batu-batu bagian atas dari paruh bawah dan batu tingkatan terbawah dari paruh atas tidak dapat disambungkan dengan sempurna walaupun kedua bagian tersebut hanya berisi batuan polos. Penemuan selanjutnya atas sebuah batu yang jelas berfungsi sebagai batu-kunci akhirnya memberikan solusi dari masalah tersebut.

Sesunguhnya masing-masing batu dapat berfungsi sebagai batu-kunci ketika satu tingkatan atau satu bagian bangunan telah banyak kehilangan batu-batu aslinya dan ketika batu-batu yang telah ditemukan sepertinya tidak dapat berperan dalam usaha rekonstruksi. Ketika batu-batu tersebut bentuknya datar dan polos serta tidak ada pahatan-pahatan khusus sehingga dapat ditempatkan dimana saja maka batu tersebut tidak dapat disebut sebagai batu-kunci. Sebuah batu dapat berfungsi sebagai batu-kunci ketika batu tersebut memiliki tanda atau ciri-ciri khusus seperti tanda dari tatah atau unsur dari sebuah dekorasi yang pas dengan batu-batu lainnya. Ukuran, bentuk, dan posisi sebuah batu dalam bangunan juga dapat memberikan kunci penting.

Keputusan apakah hendak membangun kembali atau tidak suatu candi yang sudah terekonstruksi lengkap pada seksi gambar sepenuhnya merupakan tanggung jawab (province) bidang arkeologi. Spekulasi harus dihindari dalam hal ini, begitu juga untuk sekedar memuaskan keinginan melihat kembali suatu bangunan candi yang pernah runtuh harus dibuang jauh-jauh. Bahkan walaupun misalnya hingga 90% batu-batu candi telah dapat ditemukan kembali dan sketsa gambar rekonstruksi cukup meyakinkan namun candi tersebut tetap tidak boleh dibangun kembali selama ada ada 2 bagian candi baik secara horisontal maupun vertikal belum tersambung dengan sempurna. Sekali lagi, contoh pada candi Gebang – Yogyakarta dan candi Jawi – Pandaan, hanya dengan penemuan sebuah batu-kunci walaupun hanya sebuah bongkahan batu dari sebuah tingkatan atau dari sebuah bagian susunan candi yang rusak parah akan memungkinkan rekonstruksi keseluruhan bangunan candi dan batu-batu yang hilang digantikan dengan yang baru. Penggunaan batu-batu baru harus terbatas hanya pada tempat-tempat yang benar-benar perlu untuk menjaga integritas keseluruhan bangunan candi. Oleh sebab itu kenapa banyak candi yang direkonstruksi terdapat (reveal) banyak lubang-lubang dan tempat-tempat kosong. Batu-batu baru pengganti tersebut selalu harus berbentuk polos. Tidak boleh ada (no justification) batu-batu pengganti yang diukir dengan motif apapun untuk tujuan menciptakan sambungan sempurna dengan batu-batu disampingnya atau diatasnya.

Disamping itu terdapat persyaratan lain yakni sisi luar batu pengganti harus diberi tanda lubang kecil dengan metal atau dengan bahan kimia lainnya untuk menunjukkan dengan jelas bahwa batu pengganti tersebut bukan batu aslinya. Penandaan ini cukup penting bahkan lebih penting lagi apabila batu pengganti tersebut berada dalam bagian dinding bangunan yang juga polos. Dalam kerangka restorasi candi terdapat sebuah peraturan tegas bahwa batu-batu berukir atau bagian sebuah pola yang berukir atau dekoratif yang telah rusak tidak boleh digantikan lagi dengan batu-batu baru yang diberi pola sejenis. Jika tidak dapat digantikan dengan batu pengganti baru yang polos maka tempat rusak atau kosong tersebut harus dibiarkan begitu saja. Hidung atau tangan sebuah arca, misalnya, tidak boleh diperbaiki kembali dan diganti baru dan arca tersebut harus dibiarkan tidak lengkap.

Restorasi candi selalu mulai dari bagian paling bawah kemudian naik keatas. Kadang-kdang metode ini berarti dari bagian paling bawah dasar candi. Hal ini terjadi ketika pada saat penemuan kembali candi tersebut dalam kondisi runtuh sama sekali atau ketika bentuk bangunannya sudah tidak dapat dikenali lagi. Ini juga terjadi ketika bagian-bagi candi yang masih berdiri harus diturunkan dulu sebelum dilakukan proses pengerjaan rekonstruksi. Kasus ini berlaku ketika sisa-sisa bangunan candi kekurangan bagian-bagian penting sebagi penopang atau penyangga bangunan yang akan terekonstruksi tersebut. Prosedur yang sama juga berlaku (followed) ketika diperlukan penyelidikan lebih dahulu terhadap bagian dasar candi. Sebaliknya, ketika sisa-sisa candi yang masih berdiri dirasa cukup kuat untuk menopang serta tidak diperlukan penyelidikan menyeluruh pada bagian dasar dan dalam candi maka proses restorasi candi hanya merupakan kelanjutan proses penempatan kembali batu-batu candi ke tempat aslinya diatas bangunan yang masih berdiri.

Melalui (with) metode yang jelas (exact) dan prosedur ketat (strict) tersebut maka restorasi candi dari batu-bata akan sulit dilakukan walaupun bukan hal tidak mungkin. Masalahnya kadang-kadang semua batu-bata tersebut sama baik dalam bentuk maupun ukurannya. Walaupun ada batu-bata dengan bentuk dan ukuran tertentu (individual) namun jumlahnya sedikit dan penggunaannya terbatas pada dinding bangunan atau komponen-komponen dekoratif lainnya. Oleh karena itu, rekonstruksi bangunan-bangunan batu-bata tersebut, bahkan walau hanya dalam sketsa gambar, hampir tidak mungkin dilakukan khususnya jika restorasi tersebut termasuk rekonstruksi bangunannya.

Untuk menghindari kesalahan seperti penempatan kembali batu-bata tanpa adanya bukti jelas tempat aslinya maka rekonstruksi candi dari batu-bata tidak dapat dilaksanakan seperti yang dikehendaki. Restorasi hanya terbatas pada usaha-usaha memperkuatkan kembali bagian-bagian bangunan yang rusak atau kurang kuat. Hanya bila dalam keadaan benar-benar perlu dan kita merasa yakin dengan membongkar batu-bata candi serta membangunnya kembali dan tentu saja dari batu-bata demi batu-bata dan dalam persyaratan ketat dari metode anastylosis.

Sumber : Prof. DR. Soekmono
Source : Sculpture of Indonesia, by Jan Fontein

Sumber Tulisan
http://irsam.multiply.com
-

Arsip Blog

Recent Posts