Jejak Kartini di Pantai Bandengan

Oleh M Ali

Pantai Tirta Samudra Bandengan, sekitar 7 km ke arah barat daya dari Kota Jepara, adalah tempat melepas penat yang bagus setelah kita disibukkan oleh rutinitas kerja. Selain Pantai Kartini (sekitar tiga kilometer arah Barat Kota Jepara), dan Benteng Portugis di Kecamatan Keling (45 km sebelah utara Kota Jepara), dan Kepulauan Karimunjawa, pantai yang lebih dikenal dengan nama Pantai Bandengan itu lokawisata yang banyak dikunjungi wisatawan.

Khususnya pada hari Minggu atau hari libur, jumlah pengunjung berkisar antara 500-1.000 orang. Pada hari-hari besar seperti puncak acara Syawalan, jumlahnya bisa lebih banyak lagi.

Kekhasan yang menjadi daya tarik pantai tersebut bisa dijumpai pada hamparan pasir putih, kejernihan air laut, dan kerimbunan pandan berdurinya (warga setempat memberi nama ”trengseng”). Pengelola loka-wisata memang sengaja merawat tanaman tersebut agar tetap tumbuh, bahkan ada yang setinggi tiga meter. Tanaman-tanaman itu memenuhi sebagian besar area lokawisata yang luasnya sekitar 16,5 hektare tersebut.

Di kawasan itu, para anggota pramuka sering berkemah. Di sana pulalah, festival layang-layang digelar setiap tahunnya, dan muda-mudi sering memanfaatkan tempat tersebut untuk berpacaran di balik kerimbunan pohon pandan.

Untuk saya, berkunjung ke Pantai Bandengan bagaikan menyusuri jejak RA Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia. Dia dilahirkan dan dibesarkan di Jepara. Dalam catatan sejarah, pantai tersebut merupakan tempat yang menjadi kenangan manis buat putri Bupati Jepara tersebut. Gadis lincah dengan panggilan Trinil itu pada masa kanak-kanak sering sekali bermain ke pantai itu bersama bangsawan Hindia Belanda bernama Ny Ovink Soer (istri asisten residen) bersama suaminya. Pada suatu liburan sekolah, Ny Ovink mengajak RA Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini dan Kardinah, menikmati keindahan pantai. Mereka beriang-riang mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak yang menggapai kaki mereka.

Jadi, selain sebagai tempat bermain, Pantai Bandengan juga merupakan tempat yang pernah meng­ukir sejarah perjalanan cita-cita tokoh emansipasi wanita itu. Di pantai itulah, RA Kartini dan Mr Abendanon mengadakan pembicaraan empat mata yang berhubungan dengan permohonannya untuk belajar ke negeri Belanda. Tapi akhirnya secara resmi permohonan itu ditarik kembali dan biaya yang sudah disediakan buat RA Kartini diberikan kepada pemuda berasal dari Sumatra, yaitu Agus Salim (KH Agus Salim).

***

YA, Pantai Bandengan yang berair jernih dan berpasir putih itu benar-benar bisa menggoda siapa saja untuk bermain ke sana. Banyak wisatawan yang datang untuk mandi di laut. Tak hanya orang tua dan remaja, tapi juga anak-anak. Kondisi pantai yang landai memungkinkan anak-anak tak khawatir untuk menceburkan diri ke laut. Mereka dibantu orang tuanya, atau menggunakan ban dari tempat persewaan. Ada juga yang menyewa kano, yakni perahu dayung yang terbuat dari fiber glass. Mereka juga bisa menyewa becak air. Yang ingin naik perahu, mereka bisa mendatangi tempat penyewaan perahu wisata. Ada 15 perahu yang siap mengantar mereka. Kalau hanya berputar-putar di sekitar pantai, tarifnya Rp 5 ribu. Mereka yang ingin diantarkan sampai ke Pulau Panjang (berjarak sekitar 10 km dari Pantai Bandengan, atau sekitar 30 menit perjalanan dengan perahu) harus membayar Rp 10 ribu.

Penumpang diberi kesempatan turun di Pulau Panjang selama satu jam. Di pulau itu, pengunjung bisa menyaksikan berbagai flora dan fauna yang ada di sana, antara lain burung bangau yang jumlahnya sangat banyak. Di samping itu, di pulau tersebut terdapat pula mercusuar dan makam Syeikh Abu Bakar yang sering dikunjungi orang.

Biasanya, saat yang paling disukai pengunjung di Pantai Bandengan adalah waktu pagi hari dan menjelang senja karena panorama matahari tenggelam begitu memukau.

Kalau lelah, pengunjung dapat bersantai dan duduk-duduk di atas shelter (paseban) sambil menikmati semilir angin pantai serta udara yang masih alami (tanpa polusi).

Sebagian besar pengunjung Pantai Bandengan adalah warga Jepara dan daerah-daerah lain sekitarnya seperti Kudus, Pati, Demak, Rembang, dan Semarang. Kadang-kadang ada juga rombongan dari Yogyakarta atau Jawa Timur.

Orang-orang asing juga sangat menyukai lokawisata pantai tersebut. Umumnya mereka sengaja berlibur dengan menginap di Palm Beach Resort dan Sunset Beach Resort, dua tempat penginapan dan restoran yang berada di tepi Pantai Bandengan.

***

SOAL tiket masuk, harganya terbilang cukup terjangkau, yakni Rp 2.000 pada hari Senin sampai Jumat, Rp 2.500 pada hari Sabtu dan Minggu, dan Rp 5.000 kalau ada pertunjukan. Sementara itu, tarif parkir motor Rp 1.000, Rp 2.500 untuk mobil, Rp 5.000 untuk bus mini, dan Rp 10.000 untuk bus dan truk.

Pertunjukan, baik pertunjukan musik ataupun grup kesenian tradional seperti kuda lumping biasanya dilangsungkan pada hari Minggu. Dalam hal ini, Dinas Pariwisata sebagai penanggungjawab pengelola lokasi wisata bekerja sama dengan event organizer (EO).

Yang jelas, pengunjung tak perlu khawatir kelaparan saat berkunjung di Pantai Bandengan. Di sana terdapat sekitar 15 warung makan dengan menu makanan khas antara lain kerang rebus, rajungan, ikan bakar, dan pindang srani. Selain itu, wisatawan dari luar kota atau wisatawan asing pun tak perlu khawatir soal penginapan. Di samping dua resor di tepi pantai tersebut, ada juga beberapa hotel, meski tempatnya di pusat kota.

Sebagai tempat wisata pantai, pengelola Bandengan juga menyadari betapa pentingnya rasa aman bagi pengunjung. Mereka membentuk tim keamanan, termasuk tim SAR yang melibatkan sebagian besar pemilik perahu wisata. Dari sebuah angkruk (gubuk dari bambu), para petugas keamanan itu memantau aktivitas pengunjung di laut, baik yang sedang mandi, naik kano maupun yang naik perahu.

Kata penanggungjawab keamanan Pantai Bandengan, Hadi Purwanto, keamanan pengunjung lebih terjamin setelah adanya tim keamanan.

Menurut saya, objek wisata ini masih bisa dikembangkan lagi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola Pantai Bandengan, H Djarwono, sebenarnya pemerintah kabupaten sudah punya keinginan untuk mengembangkan tempat wisata yang mempunyai lahan luas itu, seperti pembangunan lapangan golf dan tempat penginapan.

Rencana itu masih belum bisa diwujudkan karena persoalan dana. ”Sudah pernah ditawarkan ke pihak swasta atau investor, namun hingga kini belum ada yang berminat,” katanya.

Pesona yang Lain

BANYAK ide-ide kreatif muncul setelah beberapa kali saya dan keluarga berkunjung ke Pantai Bandengan. Dengan bertelanjang kaki, kami sering menyusuri pantai dari arah barat ke timur, kemudian berbelok ke arah utara. Cukup jauh jarak yang kami tempuh, yakni sekitar 700 meter.

Semakin ke utara, memang semakin sepi pengunjung, karena semakin jauh dari lokasi wisata yang dikelola Dinas Pariwisata Kabupaten Jepara itu. Namun justru di sanalah, kami menemukan ide-ide kreatif yang bisa kami lakukan ma-nakala suatu saat bisa berkunjung lagi ke Pantai Bandengan.

Di sana, para nelayan berlabuh dan menambatkan perahu setelah mencari ikan di tengah laut lepas. Mereka membongkar dan menurunkan ikan hasil tangkapan yang segera diambil para bakul.

Pada bagian lain di bibir pantai, kami juga melihat beberapa rakit yang tampaknya sudah tidak pernah dipakai lagi. Rakit itu terbuat dari tiga kayu gelondong­an dengan diameter sekitar 30 cm dan panjang antara empat hingga lima meter.

Yang kami lihat itu telah menggoda kami untuk bisa menciptakan aktivitas yang lebih menarik lagi. Ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan yang ditawarkan dengan harga murah itu menggoda kami untuk membeli dan membakarnya. Dalam benak kami, alangkah asyiknya manakala ikan-ikan itu dimasak dan dibakar di tepi pantai, sembari bermain rakit.

Kali itu kami belum bisa mewujudkan gagasan kami. Tapi Ide itu menjadi agenda kami manakala suatu saat bisa berkunjung lagi ke Pantai Bandengan.

Maka, pada saat liburan sekolah, saya sekeluarga pergi lagi ke sana dengan harapan besar bakal mewujudkan gagasan yang tertunda.

Waktu masih pagi saat kami tiba di pantai. Kami menunggu para nelayan yang pulang dari melaut untuk membeli ikan. Setelah memperoleh ikan, kami langsung membakarnya. Tak perlu susah mencari kayu atau arang untuk membakar ikan itu karena cukup dengan memanfaatkan daun-daun kering dan ranting-ranting cemara yang ada di tepi pantai. Sembari menunggu ikan matang, beberapa di antara kami meluncurkan rakit ke atas air.

Oya, perlu diketahui, rakit itu mempunyai bobot yang cukup berat. Paling tidak dibutuhkan 6 orang dewasa untuk mengangkat rakit tersebut. Namun rakit itu bisa diluncurkan ke air dengan teknik menggelindingkannya di atas dua gelondong kayu. Tak ada kesulitan, karena posisi rakit di atas bibir pantai dan tinggal mendorongnya turun. Yang susah adalah kalau harus mengembalikannya ke darat. Pasti sangat berat.

Layar terpasang dan kami siap-siap bermain-main rakit di tepian pantai. Asyik. Sangat mengasyikkan apalagi ketika kami mencium aroma sedap ikan yang sedang dibakar. Sungguh pesona yang ”lain” dalam perwisataan kami ke Pantai Bandengan.

Sumber: http://suaramerdeka.com
-

Arsip Blog

Recent Posts