Penglipuran : Desa Adat yang Masih Mempertahankan Pola Huniannya

Keteraturan angkul atau pintu gerbang dan pola hunian di setiap pekarangan rumah menjadi ciri khas desa adat yang pernah meraih penghargaan Kalpataru ini. Keserasian antara arsitektur bangunan dengan lingkungan membuat desa ini berbeda dengan desa adat lainnya yang ada di Bali.

Penglipuran merupakan satu dari sembilan desa adat yang ada di Bali. Desa ini berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Konon, keberadaan warga di sini berawal dari perang pada tahun antara kerajaan Bangli dengan kerajaan Gianyar. Warga yang diminta bertempur oleh raja Bangli lantas diberi hadiah berupa sebidang tanah yang kini lokasi tanah tersebut berdiri Desa Adat Penglipuran.

Secara arsitektur, yang menarik dari desa ini adalah pola huniannya. Setiap bangunan yang ada di masing-masing pekarangan ditata dengan rapi. Meskipun kini sudah menggunakan material yang bukan aslinya, tatanan pola setiap bangunan tetap mencerminkan sebagai sebuah bangunan arsitektur tradisional.

Suasana desa ini terlihat berbeda dengan desa adat lainnya yang berada di Bali. Ketika memasuki pintu gerbang dan memarkirkan kendaraan, suasana berbeda sungguh terasa.

Pintu gerbang khas Bali atau disebut angkul yang merupakan akses menuju rumah penduduk yang berada setiap pekarangan terlihat seragam satu sama lain. Dindingnya terbuat dari pasangan bata dengan atap bambu. Meskipun warna dan ornamennya ada yang berbeda, tetapi keteraturan angkul di setiap rumah memberikan ciri khas yang berbeda dengan desa adat yang lain.

Zonanisasi Hulu Kelod

Menurut I Wayan Supat (42), Kepala Desa Adat Panglipuran, keseragaman angkul ini tak terlepas dari pembagian zona desa. Setidaknya terdapat 3 pembagian zona; zona hulu, zona pawongan atau zona pemukiman, dan zona kelod atau teben.

Ketiga zona ini letaknya membujur dari arah utara ke selatan dengan poros tengah berupa jalan desa yang disebut rurung gede. Jalan desa ini jugs memisahkan bagian zona pawongan menjadi dua, bagian barat yang disebut Kauh dan di sebelah timur yang disebut Kangin.

Jika diibaratkan sebagai tubuh manusia, zona hulu adalah bagian kepala, zona pawongan adalah bagian tubuh, dan zona kelod adalah bagian kaki. Di bagian zona hulu, terdapat bangunan suci atau disebut parahyangan. Di sini terdapat pura yang bernama Pura Penataran, tempat bersembahyang warga desa.

Di zona pawongan yang merupakan zona pernukiman penduduk terdapat 76 pekarangan atau kaveling rumah tempat bermukim warga. Setiap pekarangan yang memiliki luas sekitar 120 are memiliki satu kepala keluarga dan dihuni turun temurun.

Di setiap pekarangan terdapat beberapa bangunan seperti sanggah (tempat bersembahyang di rumah), dapur, bale sangkanan, clan lumbung. Seiring perkembangan jaman, beberapa fungsi bangunan ini berubah. Meski berganti, letak setiap bangunannya tidak bergeser. Bangunan lumbung contohnya. Kini, bangunan lumbung ada yang dibangun dan berfungsi sebagai rumah induk tempat bermukim warga.

Selain pergeseran fungsi, material pembentuknya juga diganti. Sebagai contoh, bangunan dapur yang dulunya menggunakan anyaman bambu kini ada yang diganti dengan batu bata.

Sedangkan zona kelod adalah zona yang terdapat tempat pemakaman. Jika ada warga
yang meninggal, jenazah akan dimakamkan di sans. Warga Desa Penglipuran tidak mengenal ritual pembakamn jenazah sehingga jenazah harus dimakamkan.

Hingga sekarang, tatanan pola hunian seperti ini tetap masih dipertahankan sehingga sangat menarik untuk dikunjungi. Maka tak heran jika desa yang mayoritas penduduknya adalah petani ini mendapatkan penghargaan Kalpataru dan ditetapkan sebagai desa wisata oleh pemerintah daerah pada tahun 1995. (Al Anindito Pratomo)

Sumber: http://properti.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts