Samosir, Wisata Sejarah yang Tidak Akan Punah

Oleh Bejo Bolon

Mempersoalkan potensi wisata alam Samosir tampaknya tidak akan pernah habis. Hal ini karena potensi alam yang dimiliki memang sangat banyak terutama soal keindahan alam dan tempat wisata yang mengandung sejarah.

Dan salah satu obyek wisata sejarah adalah Puncak Gunung Pusuk Buhit. Gunung tersebut memiliki ketinggian berkisar 1.800 mdpl dan ditumbuhi berbagai jenis pepohonan. Di atas puncak gunung Pusuk Buhit juga ada sebuah tempat persembahan yaitu Batu Sawan. Dpercayai oleh masyarakat Batak di tempat itulah konon orang Batak diturunkan.

Dahulu kala menurut kepercayaan masyarakat Batak di Gunung Pusuk Buhitlah untuk yang pertama kalinya Sang Pencipta Alam Semesta menurunkan orang Batak. Sering oleh Suku Batak disebut sebagai Mula Jadi Nabolon. Pada abad XII keturunan pertama Orang Batak yang bernama Siraja Batak singgah di wilayah Samosir. Siraja Batak memiliki anak yang bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Menurut garis keturunan suku Batak Guru Tatea Bulan juga merupakan leluhur tua dari Raja Sisingamangaraja. Jadi sangatlah wajar kalau sampai saat ini kawasan Gunung Pusuk Buhit masih dianggap keramat. Kawasan itu menjadi salah satu objek tujuan wisata yang memiliki cerita sejarah bagi orang Batak hingga saat ini.

Membicarakan potensi wisata Samosir memang tidak akan terasa puas bila kita tidak langsung datang dan menginjakkan kaki kita ke Pulau Samosir . Hal ini wajar karena potensi-potensi wisata di sana sangat banyak terutama keindahan alamnya. Bila dipadukan dengan cerita sejarah, boleh dibilang daerah ini adalah salah satu lumbung cerita sejarah yang dapat menemani perjalanan wisata Anda. Dari sekian banyak yang dapat dinikmati misalnya Batu Hobon, Sopo Guru Tatea Bulan, Perkampungan Siraja Batak, Pusuk Buhit, dan lainnya.

Di atas perbukitan ini kita dapat melihat secara langsung panorama yang memang sangat indah tersaji. Sebagai wisatawan yang baru pertama berkunjung ke sana pastilah orang akan tertegun sejenak. Selain kita dapat melihat dengan leluasa sebagian besar kawasan perairan Danau Toba, sekaligus terlihat juga Pulau Samosirnya. Selain lereng perbukitan pengunjung juga dapat menikmati panorama perkampungan. Kampung-kampung itu berada di antara lembah-lembah perbukitan, misalnya perkampungan Sagala, Perkampungan Hutaginjang yang membentang luas.

Selain pemandangan ini, wisatawan yang pernah datang ke sana tentunya akan melihat dan mendengar gemercik aliran air terjun yang berada persis di perbukitan yang berdekatan dengan perkampungan Sagala. Masih dari lereng bukit yang jalannya berkelok-kelok tetapi sudah beraspal dengan lebar berkisar 4 meter, para pengunjung juga bisa memperhatikan kegiatan pertanian yang dikerjakan oleh masyarakat sekitarnya. Malah yang lebih asyik lagi adalah mereka dapat menikmati matahari yang akan terbenam dari celah bukit dengan hutan pinusnya.

Bila hendak menjelajahi puncak gunung tersebut para pengunjung dapat menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua. Namun kendaraan-kendaraan tersebut tidak dapat mengantar kita sampai ke puncak. Hanya sampai perkampungan yang berada di lereng bukit bukit tersebut. Nama perkampungan tersebut ialah Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula. Dari desa itu juga kita mulai dapat memandang dengan seksama keindahan panorama Danau Toba

Bukan hanya itu saja bila kita menelusuri Gunung Pusuk Buhit. Pengunjung juga dapat menikmati apa yang disebut Sumur Tujuh Rasa. Konon menurut keterangan dari penduduk setempat sumur ini memiliki tujuh pancuran yang memiliki rasa air yang berbeda-beda. Bagi masyarakat ketujuh sumur tersebut menjadi sumber kebutuhan air bersih. Sehingga tidak mengherankan kalau wisatawan datang, banyak masyarakat menggunakan air yang berada di sana

Sumur Tujuh Rasa letaknya berdekatan dengan Pusuk Buhit yang berada di Desa Sipitudai satu kecamatan Sianjur Mula-Mula. Kita dapat mencoba merasakan ketujuh air mancur tersebut. Dan bila kita percaya akan air mancur tersebut kita akan merasakan rasa : asin, tawar, asam, kesat serta rasa lainnya dari air yang keluar dari masing-masing pancuran air tersebut. Menurut keterangan penduduk setempat air tersebut berasal dari bawah pohon beringin yang tumbuh dan menjadi perindang bagi lokasi tujuh sumur tersebut yang posisinya berada di atas mata air tersebut.

Keberadaan Aek Sipitudai ini sudah lama yaitu sejak dari si Raja Batak. Dan sangat dipercayai kesakralannya dari cerita Legenda Siraja Batak yang berada di lokasi tersebut. Maka dari itu kita dapat mengetahui bahwa dahulu ada Kerajaan yang memerlukan sumber airnya dari Aek Sipitudai. Sebab lokasi tempat ini lumayan jauh dari Danau Toba.

Cerita legenda tersebut memang ada benarnya dengan adanya fakta peninggalan di lokasi Aek Sipitudai. Peninggalan itu berbentuk: batu cucian dari batu alam, tembok beton, dan lubang-lubang untuk permainan congklak. Seluruh masyarakat Batak, khususnya yang berada di dekat lokasi tersebut, percaya bahwa sumur ini masih keramat. Sebagai salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, lokasi tersebut masih membutuhkan piñata yang lebih baik lagi. Baik dari masyarakat maupun Pemerintah, agar tempat tersebut dapat terus menarik calon pengunjung untuk datang.

Setelah bergerak dari Aek Sipitudai kita akan menuju sebuah tempat yang tidak jauh dari tempat tadi. Kita akan menemukan satu lokasi yang keramat yang disebut lokasi Batu Hobon, Sopo Guru Tatean Bulan atau Rumah Guru Tatea Bulan serta perkampungan Siraja Batak. Di tempat Sopo Guru Tatea Bulan kita akan menemukan patung-patung Siraja Batak dengan keturunannya. Bukan hanya patung orang saja yang dapat kita lihat tetapi juga patung-patung penjaga rumah seperti gajah, macan dan kuda.

Bentuk rumah ini pun didesain dengan ciri khas rumah Batak. Bila kita hendak masuk ke dalam kita harus membuka alas kaki. Kita dapat melihat dengan seksama di Sopo Guru Tatea Bulan patung-patung keturunan Siraja Batak, seperti patung Seribu Raja sepasang dengan istrinya, patung keturunan Limbong Mulana, patung Segala Raja serta Patung Silau Raja. Berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak marga-marga yang ada sekarang ini berasal dari keturunan Siraja Batak. Rumah-rumah ini telah diresmikan oleh DewanPengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tate Bulan pada tahun 1995 yang lalu. Di sana kita juga akan dipandu oleh pemandu yang akan menerangkan cerita dari patung-patung si Raja Batak dengan keturunannya.

Sejalan dengan itu, pengunjung dapat menikmati Batu Hobbon yang konon merupakan lokasi penyimpanan harta Siraja Batak. Batu ini berada di perbukitan yang lebih rendah dari Sopo Guru Tatea Bulan dan berdekatan dengan perkampungan masyarakat. Berdasarkan sejarah Batu Hobon ini tidak bisa dipecahkan, tetapi kalau dipukul seperti ada ruang kosong di bawahnya. Sampai sekarang batu itu tidak dapat dibuka walaupun dilakukan dengan senjata mortir.

Selanjutnya, untuk melengkapi perjalanan tentang sejarah Sopo Guru Tatea Bulan, maka akan ditemukan perkampungan Siraja Batak. Selain itu, di desa ini terdapat cagar budaya berupa miniatur Rumah Si Raja Batak. Sebutan Raja Batak ternyata dahulu bukan karena posisinya sebagai Raja dan memiliki daerah pemerintahan, melainkan lebih pada penghormatan terhadap nenek moyang Suku Batak. Di perkampungan ini, ada bangunan rumah semi tradisional Batak, yang merupakan rumah panggung terbuat dari kayu, tanpa paku, dilengkapi tangga, dan atap seng. Lokasi perkampungan ini berada di perbukitan di atasnya dalam jarak yang tidak terlalu jauh dan kurang lebih 500 meter.

Untuk kelengkapan perjalanan ke Pusuk Buhit setidaknya kita harus berhenti sejenak di atas perbukitan yang berada di Desa Huta Ginjang. Karena dari lokasi desa ini akan terlihat jelas Pulau Tulas yang berdampingan dengan Pulau Samosir. Pulau Tulas itu sendiri tidak berpenghuni tetapi ditumbuhi semak belukar dan di sana hidup berbagai hewan liar.

Sesampainya kita di Puncak Gunung Pusuk Buhit untuk merasakan keindahan alam Danau Toba, tertiup oleh angin semilir kita dapat menyaksikan matahari yang sedang tenggelam (sunset view). Pada saat itulah kita akan menyaksikan betapa Danau Toba dengan Pulau Samosirnya benar-benar begitu indah. Setelah kita puas memandang keindahan alam kita dapat turun dari puncak menuju Aek Ranggat yang berada di kaki Puncak Gunung Pusuk Buhit, Desa Siogung-Ogung. Di Aek Ranggat ini kita dapat memanjakan diri dengan berendam melepas lelah di dalam kolam. Maka lengkaplah perjalanan wisata sejarah Samosir yang tak akan pernah punah dan tak dapat dilupakan. Bukan hanya itu saja cerita wisata Samosir tetapi masih banyak lagi cerita wisata Samosir yang dapat kita angkat dan kita tunjukkan kepada masyarakat yang berada di luar Samosir, baik Nasional maupun Internasional.

Sumber: http://www.kabarindonesia.com
-

Arsip Blog

Recent Posts