Tepo Tahu, Sajian "Ngangeni" dari Magetan

Oleh: Ida Setyorini

Hidangan berbahan dasar tahu berbumbu kacang banyak ragamnya. Kombinasinya bisa dengan lontong atau ketupat, telur, dan sayuran sehingga namanya tidak sama.

Beberapa di antaranya, tahu gimbal, kupat tahu, dan tahu telur. Nah, Magetan punya sajian mirip, namanya tepo tahu.

Tepo masih berkerabat dengan lontong. Bedanya, bungkusan tepo berbentuk limas atau piramida. Jadi, penampilan luarnya berbeda jauh dari lontong meski sama-sama beras berbungkus daun pisang yang direbus berjam-jam hingga matang.

Melihat penampilan tepo tahu, tidak jauh berbeda dari tahu gimbal atau kupat tahu. Irisan tepo diletakkan di atas piring yang sudah ada bumbu kacang. Kemudian, gorengan irisan tahu plus telur dan tempe yang dipotong dadu mendarat di atas tepo lantas dikucuri kecap manis. Sebagai pelengkap, ada tambahan taoge rebus, cincangan daun seledri, taburan bawang merah goreng, dan kacang tanah goreng.

Tepo tahu paling terkenal di Magetan, Jawa Timur, adalah yang berlokasi di Jalan Pahlawan, persis berhadapan dengan Gedung Pegadaian Magetan. Tidak ada penanda nama pada warung di salah satu jalan utama Kota Magetan itu.

Warung berukuran sekitar 4 meter x 3,5 meter itu merupakan bagian dari deretan warung bercat hijau kekuningan di tepi Jalan Pahlawan. Bahkan, untuk masuk warung, Anda harus menuruni tiga anak tangga karena letak warung lebih rendah ketimbang badan jalan dan trotoar. Hanya ada tulisan kecil dari cat hitam di bagian depan warung, Tepo Tahu.

Warung milik Mbak Ima (27) itu merupakan warisan dari neneknya, Mbah Mami (82), yang baru pensiun mengolah tepo tahu 10 bulan silam. Mbah Mami mewarisi warung kecil tersebut dari almarhum suaminya, Mbah Sudir. Mbah Sudir biasa berkeliling kampung memikul angkringnya sekitar tahun 1940-an. Mereka baru menetap di Jalan Pahlawan tahun 1980-an, lama sebelum Ima lahir.

Meski begitu, masih ada yang tak berubah di warung tersebut: angkring peninggalan Mbah Sudir yang terbuat dari kayu jati berikut sangkutan pikulan terbuat dari rotan. Di tengah angkring tersebut Mbak Ima duduk di atas bangku kayu melayani pelanggan. Para pelanggan duduk di bangku kayu panjang di depan atau samping angkring.

Satu per satu

Gaya Mbak Ima menyiapkan sajian tepo tahu mirip dengan gaya sang nenek ketika saya datang ke sana tahun 2003. Keduanya santai menyiapkan pesanan pelanggan. Kesannya seperti main masak-masakan.

Sajian disiapkan satu per satu, tidak pernah sekaligus. Siapa pun harus sabar dan rela menunggu. Hidangan tersaji sesuai urutan datang, tanpa memandang pangkat atau kedudukan.

Mereka yang tiba duluan, otomatis akan menerima teponya paling dulu. Jadi, jika Anda datang berlima dengan empat rekan Anda, ketika orang pertama sudah menghabiskan hidangan, orang kelima baru menerima tepo. Mbak Ima mengikuti jejak Mbah Mami, tidak pernah terburu-buru dan akan menyiapkan pesanan satu per satu. Selalu.

”Saya juga tidak tahu mengapa harus satu per satu. Pelanggan juga tidak protes,” kata Mbak Ima.

Sebelum mengelola penuh warung tepo tersebut, Mbak Ima belajar dari neneknya selama dua tahun. Mbah Mami sendiri memiliki dua putra dan keduanya tidak turun langsung menyajikan memasak tepo.

Pelanggan setia

Warung itu buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Pelanggannya bukan hanya dari Kabupaten Magetan, banyak juga yang datang dari kota lain. Para pelanggan lama biasanya mewariskan pula kebiasaan makan tepo tahu di warung tersebut kepada anak dan cucunya.

Seperti pengakuan Darmo (40), warga Desa Gorang-gareng yang rumahnya berlokasi 7 kilometer dari Magetan. Dia mengenal tepo tahu tersebut dari ayahnya.

”Dulu, bapak saya selalu makan tepo di warung ini. Saking fanatiknya, ketika beliau sakit, tiap kali ingin makan tepo dia pasti menyuruh anak-anaknya membeli dari warung ini. Sekalipun hujan, saya harus pergi membeli tepo yang dibungkus untuk dibawa pulang buat bapak,” kata Darmo yang Sabtu siang itu datang bersama istri dan anaknya.

Menurut dia, di Magetan banyak penjual tepo, tetapi yang membuatnya kangen hanya warung tepo tahu milik Mbak Ima. Akan tetapi, dia tidak sanggup menjabarkan apa yang membuatnya selalu kangen dengan tepo tahu olahan warung tersebut.

”Wah, sulit menerangkannya. Tidak tahu apa namanya, yang jelas buat saya di sinilah tepo yang paling enak dan pas buat saya,” ungkap dia.

Sunyoto, ayah 8 anak plus 10 cucu, sudah berpuluh tahun menetap di Jakarta, tetapi tiap kali mudik ke Magetan selalu menyempatkan diri menyambangi warung tepo tahu Jalan Pahlawan.

Begitulah, tepo tahu Jalan Pahlawan membuat mereka yang pernah merasakan santapan itu akan kembali ke sana, di mana pun mereka kini.

Sumber: http://cetak.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts