Ubah Metode Belajar Bahasa Lampung

Bandar Lampung - Metode pembelajaran bahasa Lampung sudah saatnya diubah, dari hanya mempelajari aksara kepada aktif berbahasa.

"Saat ini terjadi degradasi minat belajar berbahasa Lampung pada generasi muda. Pendekatan yang kita lakukan masih tergolong klasikal konvensional," kata Kepala UPTD Museum Lampung Pulung Swandaru pada Seminar Pendidikan Melestarikan Bahasa dan Budaya Lampung, di Balai Keratun Pemerintah Provinsi Lampung, Minggu (9-5).

Seharusnya untuk melestarikan bahasa Lampung dari kepunahan adalah mengajarkan siswa berbahasa, bertutur kata dalam bahasa Lampung. Bukan sekadar belajar aksara semata.

"Kita memerlukan guru atau tenaga pengajar bahasa Lampung yang dinamis dan kreatif. Memiliki tarian kekinian, memiliki strategi baru, cara belajar baru kepada siswa," kata Pulung.

Tarian kekinian, artinya sang guru tidak monoton dalam mempersiapkan bahan ajar maupun metode mengajar. Di era sekarang banyak metode belajar baru yang dapat diterapkan, metode yang menyenangkan dan mendorong siswa bersikap antusias.

Sedangkan untuk melestarikan budaya Lampung secara keseluruhan, Pulung menilai museum merupakan salah satu wahana penting mengenal kearifan budaya masa lampau.

"Museum adalah kacamata kita di masa lalu, dengan mengetahui kearifan dan keunggulan yang dimiliki masa lampau, serta merefleksikan kondisi budaya masa kini, kita dapat memproyeksikan perkembangan budaya ke depan," kata Pulung.

Sementara itu, budayawan Lampung Ansori Djausal mengatakan persoalan bahasa dan budaya merupakan persoalan yang tidak sederhana karena menyangkut jati diri, eksistensi sebuah suku bangsa, dan di sana juga sarat mengandung nilai budaya.

"Saya justru menantang kalian yang masih muda untuk berupaya kreatif dalam melestarikan budaya. Sedangkan kami yang tua hanya dapat berbagi atas apa yang telah kami upayakan saat ini," kata dia.

Sejatinya, menurut Ansori, budaya Lampung harus menjadi identitas dan pembeda dari budaya lainnya. Walaupun sesungguhnya tidak ada sesuatu yang asli dan orisinal dalam berbudaya.

"Bahasa Lampung, batak, dan bugis pada dasarnya bersumber dari asal yang sama, semuanya menggunakan huruf Ka, Ga, Nga dari Asia kecil atau dari masyarakat pengguna huruf Pala," kata Ansori mengupas asal mula bahasa dan aksara Lampung.

Namun, generasi masa lampau kita dapat memberikan sesuatu yang bari untuk bahasa dan sastra Lampung. Mereka meminjam aksara palawa di India. Namun dapat menciptakan rumusan baru, maka berbedalah bahasa Lampung, batak dan bugis, walau bermula dari sistem aksara yang sama.

Pembicara lain dalam seminar itu, Indra Pradya, mengatakan kebangkitan budaya Lampung tak hanya pelestarian budaya masa lampau berikut tradisi di dalamnya, tapi juga sikap mental luhur dari masyarakat lampau.

"Dalam beberapa kali diskusi yang dilakukan di Hipmi, kami berkesimpulan pendidikan kita hanya menghasilkan generasi muda ynag cengeng, gampang putus asa. Kami menyebutnya ini generasi bete. Karena sedikit-sedikit mereka cenderung mengeluh dan bete," kata dia.

Seminar tersebut diselenggarakan oleh Committee of Leadership Student (Cols)--organsisasi kepemudaan yang bergerak di bidang seni dan bakat. Kegiatan ini dihadiri puluhan peserta yang terdiri dari siswa, guru, mahasiswa, dan beberapa kalangan akademisi perguruan tinggi. (MG14/S-1)

Sumber: http://www.lampungpost.com
-

Arsip Blog

Recent Posts