Argentina Vs Jerman di Tengah Kontroversi

Peraturan sederhana bagi setiap tim saat menjalani pertandingan di turnamen besar: jangan membuat kesalahan. Oh, dan sebaiknya juga berharap wasit tidak melakukan kesalahan fatal. Meksiko dan Inggris melanggar aturan itu, berkali-kali. Sialnya, wasit juga tidak bertugas dengan baik, mengesahkan gol ”off-side”ke gawang Meksiko dan menganulir gol Frank Lampard yang jelas-jelas sah.

Argentina akan menantang Jerman di perempat final, 3 Juli mendatang, meninggalkan Meksiko dan Inggris yang terluka, sebagian karena blunder wasit yang memalukan. Argentina menghancurkan Meksiko 3-1, Senin (27/6), dengan gol pertama yang dicetak Carlos Tevez jelas-jelas off-side.

Para pemain memprotes keras wasit Roberto Rosetti asal Italia dan asistennya. Namun, wasit tetap mengesahkan gol pada menit ke-26 itu. Tevez dalam posisi off-side menyundul bola tendangan Lionel Messi yang mengarah ke gawang Meksiko. Tayangan ulang televisi dan layar lebar di stadion semakin mempertajam kontroversi itu.

Tujuh menit kemudian, bek Meksiko, Ricardo Osorio, kehilangan bola dan direbut Gonzalo Higuain untuk mencetak gol kedua Argentina. Tevez mencetak gol kedua, kali ini indah dan tanpa kontroversi pada menit ke-52. Meksiko mendapat gol hiburan pada menit ke-71 melalui Javi Hernandez.

Kontroversi Tevez terjadi hanya beberapa jam setelah wasit asal Uruguay, Jorge Lorrionda, dan asistennya, Mauricio Espinosa, melakukan kesalahan fatal saat tidak melihat bola tendangan Lampard yang menerpa mistar memantul masuk melewati garis gawang sebelum memantul keluar. Oleh media, insiden ini disebut ”Blunder of Bloemfontein”. Inggris seharusnya menyamakan kedudukan 2-2 jika gol itu disahkan. Namun, mereka justru harus mengakhiri laga dengan dipermalukan Jerman, 1-4.

Pelatih Argentina Diego Maradona mengatakan, ia dengan senang hati menyambut kesempatan untuk sekali lagi bertarung melawan Jerman. ”Saya merasa seperti mengenakan seragam dan bermain sendiri,” kata Maradona dikutip AP.

Pelatih Meksiko Javier Aguirre menyatakan, dua kesalahan membuat timnya kalah pada pertandingan itu. ”Pada beberapa menit pertama, kami superior. Namun, ketika kami kebobolan sebuah gol yang jelas-jelas off- side, kemudian kami melakukan kesalahan di lini pertahanan. Dua kesalahan membuat perbedaan yang dramatis,” ujar Aguirre.

Dua kontroversi itu memicu desakan pada FIFA agar mengadopsi teknologi guna membatu tugas wasit. Dari dua insiden itu, Presiden FIFA Sepp Blatter melihat dengan mata kepala sendiri kejadian di Bloemfontein. Blatter terakhir kali menolak penggunaan teknologi untuk sepak bola.

Kontroversi

Banyak yang mengkritik, Blatter sangat sadar teknologi, misalnya dengan memakai Tweeter, untuk menjaga citranya. Namun, ia menutup telinga ketika teknologi ingin digunakan untuk menjaga citra sepak bola.

Dalam Tweeter-nya, Minggu, Blatter menyebutkan, ia tengah dalam perjalanan untuk menonton laga Inggris vs Jerman.

Jika Blatter berada di Stadion Free State, seharusnya ia melihat bola tendangan Lampard sudah melewati garis gawang. Mustahil orang tidak melihat, kecuali Lorrionda dan Espinosa. Blatter seharusnya juga menyaksikan tayangan televisi atas gol pertama Tevez dan mulai memikirkan teknologi untuk kebaikan sepak bola yang ia cintai.

Jangan terjebak dengan menyamakan keputusan wasit pada dua laga itu seperti kontroversi-kontroversi yang tercipta saat belum ada teknologi seperti zaman sekarang. Tidak ada yang tahu pasti apakah gol Geoff Hurst pada menit ke-101 ke gawang Jerman Barat bola benar-benar telah melewati garis gawang atau belum. Mustahil untuk mengatakan 100 persen bahwa hakim garis asal Soviet, Tofik Bakhramov, membuat keputusan benar atau keputusan salah.

Kasus di Afrika Selatan kali ini tentu sangat berbeda. Tendangan Lampard terbukti telah melewati garis gawang. Ini bukan revans Jerman atas gol tahun 1966. Ini gol Inggris yang sah. Wasit seharusnya melihat, hampir semua orang melihat, bahkan tanpa bantuan teknologi video.

Gol Tevez juga bisa dipastikan off-side. Praktis semua orang, kecuali Rosetti dan asistennya, melihat, Tevez orang terakhir di pertahanan Meksiko saat menyundul bola dari Messi. Fabio Capello telah merayakan gol Lampard, hanya untuk melihat dengan kecewa wasit tidak mengesahkannya. Para pemain Meksiko memprotes hakim garis, penonton juga melihat itu off-side, tetapi wasit mengesahkan gol itu.

Jika gol Inggris disahkan atau gol Argentina dianulir, jalan pertandingan akan berbeda. Inggris dan Meksiko tidak harus bermain lebih menyerang untuk mengejar gol, yang menimbulkan risiko terkena serangan balik dengan pertahanan terbuka.

Layak menang

Akan tetapi, di luar kontroversi gol Lampard yang tidak disahkan atau gol Tevez yang disahkan, Jerman dan Argentina layak memenangi pertandingan itu. Dua insiden itu tidak bisa menutup fakta bahwa Inggris memang bermain buruk di Piala Dunia kali ini, sementara Argentina lebih berkelas ketimbang Meksiko.

Jerman lebih muda, lebih terorganisasi, lebih bersemangat, lebih beruntung, lebih cerdas, serta lebih bertenaga daripada pasukan Inggris. Argentina lebih kreatif, lebih cepat, dan lebih segala- galanya ketimbang Meksiko.

Melihat permainan kedua tim, pertemuan antara Argentina dan Jerman di perempat final bisa dikatakan terlalu awal. Setidaknya, mereka seharusnya bertemu di semifinal. Ini partai ulangan 2006. Bagi Argentina, pertemuan kali ini merupakan kesempatan untuk melakukan revans atas kekalahan di perempat final 2006, yang diakhiri dengan perkelahian antarpemain kedua tim.

Maradona juga berkesempatan revans atas kekalahannya saat menjadi kapten Argentina melawan Jerman Barat pada final Piala Dunia 1990. Maradona berjanji, ia akan memilih pemain terbaik melawan Jerman. ”Kami melihat situasi dulu, lalu mencoba memilih pemain terbaik untuk menunjukkan bakat kami melawan Jerman. Ini akan menjadi tim yang menjamin kemenangan atas Jerman,” ujar Maradona. (MH SAMSUL HADI dari Johannesburg, PRASETYO EKO P)

-

Arsip Blog

Recent Posts