Taman Nasional Alas Purwo, Mengarungi Hutan Mangrove di Bedul

Banyuwangi, Jatim - Tempat wisata yang satu ini terbilang baru di Jawa Timur. Namanya baru dikenal dalam setahun terakhir. Wisata Pantai Bedul, demikian namanya. Kadang kala ditambahi dengan wisata Mangrove Blok Bedul.

Wisata Mangove Bedul berada di Dusun Bloksolo, Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. Nama itu tidaklah berlebihan. Wisatawan yang berkunjung ke tempat itu akan menjumpai ribuan pohon Mangrove atau bakau.

Sejauh mata memandang, hutan mangrove itu menaungi perairan Blok Bedul. Blok Bedul merupakan daerah hilir dari DAS Stail. Aliran sungai itu membentuk rawa air payau. Warga sekitar menyebut kawasan ini dengan segara anakan.

Wilayah ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Wisata Mangrove Bedul memang terletak di tengah-tengah antara pantai Grajagan dan Purwo serta Plengkung (G-Land).

Sejak awal tahun 2009 lalu, geliat wisata pantai ini semakin dikembangkan. Meskipun kini, pengelola wisata ini masih terus mengembangkan untuk memuaskan pengunjung. Berada di wilayah selatan kota Banyuwangi, akses menuju kawasan ini kini sangat mudah.

Jalan menuju tempat wisata ini merupakan jalan hotmix. Meski harus menembus hutan milik Perhutani, kendaraan roda empat dengan mudah melewatinya hingga di tempat parkir wisata
Mangrove Bedul.

Menurut pemandu wisata, Fitria Agustina, sejak dikenal setahun ini, jumlah pengunjung makin banyak. "Apalagi kalau hari libur atau akhir pekan, pengunjungnya ratusan," ujarnya.

Wisatawan tidak akan rugi untuk mampir ke Mangrove Bedul. Wisata edukasi, rekreasi dan juga petualangan menanti. Tempat itu sangat cocok bagi dunia pendidikan. Mangrove, seluk-beluknya dan juga anek ragam hayati baik flora dan fauna bisa dipelajari di Bedul.

Pada tahun 2009, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Mangrove Wilayah I - Departemen Kehutanan menanam 25 ribu batang bibit mangrove di kawasan tersebut.

Selain tentunya, rimbunnya hutan mangrove sudah menanti mata wisatawan. Ada empat jenis bibit yang ditanam yakni Sonneratea Casiolaris, Cariops Sp, Bruguera Sp dan Rizhophora Sp.

Selain flora, aneka ragam fauna juga bisa ditemukan di tempat itu. Kala segara anakan sedang surut dan sedang musim kerang, wisatawan akan disuguhi atraksi para pencari kerang.

Wisatawan bisa melihat langsung dan juga membeli kerang segar dari segara anakan. Tidak lupa tentunya, ikan Bedul yang kini menjadi nama wisata tersebut. Ikan Bedul, mirip ikan gabus yang mempunyai sirip merupakan ikan air payau.

Ikan itu sangat gurih jika digoreng dan dicocol dengan sambal. Hewanlain yang bisa ditemukan adalah kera, biawak, burung elang, burung dara laut, belibis, bangau, ikan terbang, kodok rawa
(mudskeper), king fisher, kecuk, kirik-kirik hingga burung migran dari benua Australia. Untuk
burung migran dari Australia hanya bisa ditemukan dalam bulan-bulan tertentu.

Sebelumnya, di segara anakan hanya ada dermaga kecil yang dilabuhi beberapa perahu yang disebut warga sekitar 'godang-gandung'. Namun sejak enam bulan lalu, sebuah dermaga pandang telah dibangun.

Dengan begitu, pengunjung tidak perlu takut kena air pasang yang meluber ke daratan. "Dulu kalau air pasang, sulit menjangkau dermaga. Sekarang sudah ada jalan jadi mengeenakkan wisatawan," lanjut Fitri.

Dermaga pandang itu mempunyai panjang 225 meter. Pengunjung dikenakan tarif jika ingin mengelilingi segara anakan dengan perahu gondang-gandung. Dengan tarif Rp 7.000, pengunjung bisa puas berkeliling segara anakan hingga ke bibir selatan segara anakan.

Di ujung selatan, pengunjung bisa menjelajah hutan dan menuju pantai selatan yang terkenal dengan gelombangnya. Di pantai tersebut, pengunjung bisa menikmati hamparan pasir.

Tidak hanya berkeliling ke segara anakan, pengunjung juga bisa mendapat pelayanan lain yakni menuju kawasan Kere (tempat peristirahatan pencari ikan), Pantai Ngagelan dan Pantai Cungur.

Untuk menuju pantai Kere, pengujung dikenakan tarif Rp 150.000 untuk 15 orang dalam satu perahu. Perjalanan ke pantai tersebut membutuhkan waktu satu jam.

Sedangkan ke pantai Ngagelan membutuhkan waktu setengah hari dengan tarif Rp 300.000 untuk 15 orang. Di pantai yang berada di kawasan alas Purwo itu, pengunjung bisa melihat penangkaran penyu. Sementara ke Cungur, untuk 15 orang dikenakan tarif Rp 200.000.

"Pakai perahu itu. Insyaallah aman karena kan hanya menyusuri sungai dengan riak kecil," kata Fitri.

Mandi di Bedul
Selain untuk rekreasi, kawasan Bedul dalam tiga bulan juga menjadi jujugan warga yang ingin menyembuhkan penyakit. Penyembuhan itu dengan cara mandi di pancuran air dekat tempat parkir wisata Mangrove Bedul.

Pancuran air itu sebenarnya tidak muncul begitu saja. Awalnya, pengelola kawasan wisata membuat sumur bor dengan harapan bisa mengalirkan air bersih yang bisa disalurkan ke kamar mandi umum yang telah disediakan. "Tetapi ketika dibor dengan kedalaman 32 meter sudah muncul air, katanya sekitar sini air bisa mengucur kalau dibor dengan kedalaman lebih dari 50 meter," ujar Fitria Agustina, pemandu wisata.

Kejadian itu menjadi kabar dari mulut ke mulut. Kabar itu rupanya menarik sejumlah orang, terutama mereka yang mempunyai penyakit seperti pegal-pegal, bahkan hingga sakit stroke.

Uniknya, warga yang berniat berobat memilih mandi dini hari. Bahkan jika malam Jumat, ratusan orang berbondong-bondong ke tempat itu, mulai tengah malam hingga pagi hari. "Saya sudah dua kali mandi di tempat ini, dan rasanya badan enteng," kata Mbah Nursamsiah ditemui usai mandi di pancuran air itu.

Tukini, seorang warga asal Sumatra juag mendengar kabar tentang pancuran itu. Ia yang menderita stroke kini rajin mandi di tempat itu setiap usai salat subuh. Perempuan yang menginap di rumah saudaranya di Desa Sumberasri itu mengaku strokenya sedikit berkurang.

Karena animo masyarakat tinggi, maka pengelola setempat menyediakan dua pancuran yang dikelilingi kain pembatas. Sayangnya, tempat itu masih terbuka sehingga bagi orang dewasa, mereka mandi dengan masih mengenakan baju. Di tempat itu juga belum disediakan tempat tertutup untuk ganti pakaian. (Sri Wahyunik)

Sumber: http://travel.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts