7 Kupu-kupu Bersayap Ungu

Cerpen Deni oktora

“Kakek, bisa ceritakan aku tentang patah hati?”
“Mengapa?”
“Karena aku belum tau rasanya patah hati. Sementara banyak dari mereka yang mengakui sudah pernah patah hati.”
“Itu karena kamu belum dewasa, mungkin kelak bila sudah dewasa kamu akan memahaminya.”
“Tapi terlalu lama bila aku harus menunggu sampai dewasa, bisa kakek ceritakan sekarang?”
“Baiklah, Kakek akan menceritakan seorang pria yang sedang patah hati.”
“Siapa nama pria itu kek?”
“Audy”
“Lantas siapa yang membuat hatinya patah.”
“Seorang gadis yang amat dicintai tentunya.”
**
Audy kecil selalu terpikat dengan kupu-kupu yang memiliki sayap keunguan. Di matanya kupu-kupu dengan sayap berwarna ungu memiliki keindahan tersendiri bagi kedua bola matanya yang bulat. Setiap pulang sekolah tak pelak ia selalu menyempatkan diri untuk pergi ke sebuah taman kecil di belakang sekolah. Mencari kupu-kupu bersayap keunguan. Mengamatinya beterbangan mengelilingi bunga-bunga. Dan ketika mereka terbang mengepakkan sayapnya nan keunguan itu lantas audy terperanjat dengan riang seraya berkata Kupu-kupu cantik bawa aku terbang dari sini.

Ketika beranjak dewasa Audy menemukan kupu-kupu itu kembali di sekolahnya. Kupu-kupu itu masih sama dengan seperti yang dulu. Masih cantik. Menawan. Elok. Dan memiliki warna keunguan yang mampu membuat kedua bola matanya mengembang saat dilihat terbang melintas di hadapannya. Kupu-kupu itu kini berwujud sesosok gadis peranakan tionghoa. Namanya Nik-nok. Terdengar aneh mungkin di daun telinga. Tapi percayalah kalau kecantikan gadis itu hampir menyamai kupu-kupu bersayap ungu yang dahulu kerap dijumpainya di taman mungil dekat belakang halaman sekolah.

Bila kupu-kupu yang kerap ia jumpai di taman memiliki keindahan sayap berwarna keunguan layaknya bunga lembayung, maka Nik-nok memiliki keindahan kardigan yang sewarna semburat cahaya senja nan keunguan. Setiap hari Audy mengamati gerak-gerik Nik-nok di sekolah. Di dalam kelas, Audy mengamati wajah Nik-nok dari ujung meja paling belakang sembari senyam-senyum sendiri mirip orang imbisil. di dalam perpustakaan Audy mencoba mengintip wajah Nik-nok dari balik kamus oxford atau buku seri ensiklopedia.

Ia sengaja memilih kedua buku itu karena ukurannya yang besar dan lebar yang dirasa cukup untuk menyembunyikan wajah dungunya. Pun di dalam kantin Audy selalu sengaja memesan Mie ayam mang dayat karena ia tahu kalau Nik-nok suka memesan mie ayam buatan mang dayat dan makan bersama kedua teman-temannya. Biasanya setelah memesan ia masih saja sengaja memilih kursi yang letaknya agak jauh dari Nik-nok (Kadang di belakang). sembari menyeruput Mie Ayam, Audy (lagi-lagi) hanya bisa senyam-senyum sendiri menatap punggung Nik-nok yang terbalut kardigan ungu. Jauh di dalam hatinya Ingin rasanya ia berbisik lembut di daun telinga Nik-nok, Kupu-kupu cantik bawa aku terbang dari sini.

Tujuh hari lagi menuju valentine. Audy terkesiap. Ia sadar kalau tanggal 14 pada bulan Februari di sekolah akan menjadi hari ungkapan kasih sayang bagi setiap kaum pria kepada wanita yang disukai. Entah apakah wanita itu teman sekelas, lain kelas, adik kelas, atau kakak kelas. yang pasti pengungkapan rasa kasih sayang di hari valentine akan meninggalkan makna yang mendalam bagi romantika hubungan percintaan di kalangan para murid. Ditambah sebuah mitos di kalangan sekolah yang meyakini bahwa setiap Pria yang mengungkapkan perasaannya pada wanita yang disukainya tepat pada hari valentine tiba maka niscaya wanita itu akan menjadi cinta sejatinya kelak.

Pak Sitok menjadi buktinya. 12 tahun lalu saat ia menjadi siswa di sekolah ini pernah mengungkapkan isi hatinya dengan cara membaca sajak cinta menye-menye karangannya sendiri saat jam istirahat di kelas dimana wanita itu berada. Wanita itu bernama Dian Ningsih. Dan Kini keduanya telah memiliki dua orang anak lelaki kembar siam yang lucu-lucu, keduanya duduk di bangku TK di sekolah ini jua. Kini keduanya sama-sama mendedikasikan hidupnya untuk mengajar di sekolah ini. Hanya saja Bu Dian Ningsih mengajar Bahasa Indonesia, sementara pak Sitok mengajar Sejarah.

Namun Audy masih setengah hati untuk meyakini kebenaran mitos ini. Karena ia ingat betul nasib sahabatnya bernama Deni. Pria itu, cintanya pernah di tolak tepat di hari valentine oleh gadis berparas manis yang senyumnya serupa untaian kalung permata. Semenjak itu Audy kerap melihat Deni menceracau sendirian di dalam kelas sembari menangis sesegukan. Kadang ia mendapati Deni membaca sajak khalil gibran—yang kesemuanya bertemakan patah hati—dengan lantang di perpustakaan. Di toilet. Bahkan di pelataran parkir motor. Barangkali ia sudah gila. Batin Audy. Tentu Audy tidak ingin berakhir seperti nasib sahabatnya itu.

Di hari valentine, Audy berencana untuk mengungkapkan isi hatinya kepada gadis peranakan tionghoa tersebut. Namun ia tidak akan membeli cokelat atau kartu valentine saat pengungkapan nanti di sekolah. Ia tidak ingin melakukan hal-hal klise seperti para pria kebanyakan lakukan. Maka yang dilakukannya adalah setiap sore menyempatkan diri untuk pergi ke taman mungil yang berada di belakang sekolahnya dahulu saat ia menjejak SD.

Di situ ia mencoba menangkap aneka kupu-kupu bersayap keunguan dengan jaring. setiap hari ia mendapati satu kupu-kupu dengan sayap yang tersaput warna ungu. Ia mengumpulkan total sebanyak tujuh buah kupu-kupu yang kesemuanya di awetkan dan di taruh satu persatu dalam satu barisan untuk kemudian di letakkan dalam bingkai kaca.

Hari valentine berkumandang. Audy sudah siap dengan bingkai kaca yang berisikan 7 buah kupu-kupu bersayap keunguan. Saat jam istirahat tiba. Audy menghampiri Nik-nok. Ia memberikan bingkai kaca itu kepadanya. Gadis itu tersenyum kecil. Matanya yang sipit kian menyipit hingga tampak hanya menyerupai sebuah garis.

“Ini, kupersembahkan hanya untuk kamu.”
“Terimakasih, kenapa Kamu memberi aku hadiah aneh seperti ini sih?”
“Karena kamu secantik kupu-kupu ini.”
“Kalau tahu begitu seharusnya aku juga membawa celengan babi kepunyaanku dari rumah.”
“Untuk apa?”
“Ya, untuk kuberikan kepadamu?”
“Kenapa?”
“Karena Kamu selucu celengan babi kepunyaanku.”
Audy tersenyum kecil. Ia senang saat Nik-nok mengatakan bahwa dirinya lucu, walau ia sedikit bingung untuk membedakan apakah dirinya yang selucu babi, atau babi itu sendiri yang selucu dirinya.
“Apakah kamu mau menjadi pacarku?”
“Aku menjadi pacarmu?”
“Maukah kamu?”
“Kurasa kamu Bukan tipeku Audy.”
“Lantas seperti apa tipemu?”
“Mungkin yang tidak pendek dan gemuk seperti dirimu.”
“Loh, bukannya Kamu tadi bilang aku selucu babi?”
“Iya, tapi bukan berarti aku ingin pacaran dengan babi kan?”
Audy terdiam. hatinya jatuh ke lantai. Berdebam. Pecah. berserakan. Belum tuntas ia mengambil kepingan hatinya yang tercecer. Nik-nok mengucapkan sepatah kata.
“Anyway, terimakasih ya atas bingkainya..mungkin akan ku pajang di kamarku.” Ucapnya seraya pergi meninggalkan Audy yang masih saja memungut satu persatu kepingan hatinya yang hancur.

Audy sedih. Ia berlari dengan linglung layaknya babi yang sehabis ditendang. Ia masuk ke dalam kelas guna mengambil tasnya lalu beranjak pulang. Di dalam kelas ia mendapati Deni yang masih menceracau sambil menangis sesegukan. Apakah aku akan menjadi seperti dia? Tanyanya lirih dalam hati.

Audy di dalam kamar. sedang memandangi dirinya dari cermin yang cukup besar untuk memantulkan citra tubuhnya secara keseluruhan. Dalam benaknya ia berkata Tuhan apakah benar aku mirip babi? Audy percaya bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan itu baik adanya. Jadi bila benar ia disamakan dengan babi seharusnya tak menjadikan dirinya kecil hati. Toh babi juga makhluk ciptaan Tuhan bukan? pikirnya. Audy tersenyum. Ia beringsut tidur. Di dalam lelapnya ia masih saja memimpikan tujuh buah kupu-kupu bersayap ungu. Namun jumlahnya tidak lagi tujuh melainkan delapan. Satu diantaranya berparas Nik-nok.

“Sudah malam Nila, Kamu tidur saja ya..esok malam Kakek lanjutkan ceritanya.”
“Lantas apa yang terjadi dengan Audy?”
“Lihat sudah jam setengah sepuluh malam, Kamu sebaiknya tidur Nila, besokkan kamu sekolah.”
“Bisakah Audy mendapati cinta Nik-kok?”
“Sudah malam Nila..”
“Aku belum mengantuk..ku mohon ceritakan aku hingga akhir cerita.”
“Baiklah, tapi ingat sehabis cerita ini kamu sudah harus tidur ya?”
“Baik.”
Dan sang kakekpun melanjutkan ceritanya.
**
Audy sadar kalau dirinya kini harus menjaga hatinya agar tidak rompal kemudian pecah. Karena ia sudah bersusah payah merekatkan setiap keping demi keping patahan hatinya selama enam bulan menggunakan power glue. Ia juga sudah mulai melupakan Nik-nok. Walau kadang ia masih sering memimpikan tujuh kupu-kupu bersayap ungu tersebut setiap malamnya. Bukan, bukan tujuh, melainkan delapan. satu diantaranya berparas Nik-nok, pun kadang ia masih sering terlihat mematut dirinya berlama-lama di depan cermin seraya berkata jauh di dalam hati Tuhan, apakah benar aku mirip babi?

Sepuluh tahun berlalu. Sepuluh tahun merupakan waktu yang cukup untuk merubah keadaan bukan? Namun ternyata ada dua hal di dunia ini yang tidak akan pernah berubah selama sepuluh tahun. Pertama, cinta Audy terhadap Nik-nok belum meluntur sama sekali. Kedua, tubuh Audy masih saja gemuk dan pendek tak ubah layaknya seperti babi. Mungkin ini yang dinamakan abadi. Sebuah rasa yang tidak akan pernah hilang dimakan oleh waktu.

Namun dalam waktu sepuluh tahun rupayanya nasib telah menjadikan Audy sebagai Top manager sebuah perusahaan milik BUMN ternama. Ia memiliki daya analisa yang tinggi sehingga mampu menaikkan profit seluruh kantor-kantor cabang di pulau jawa, Bali, dan Sumatera mencapai 10% setiap tahunnya . hal ini pula yang menjadikan Anggia bakrie sang sekretaris pribadi menaruh hati terhadap sang bos. Namun keadaan semakin rumit ketika samuel sang supir pribadi Audy turut menaruh hati terhadap Anggia.

Audy meminta samuel untuk mengantar Anggia ke sebuah biro tour and travel yang berada di selatan Jakarta guna mengambil tiket pesanannya ke Tokyo untuk menghadiri seminar yang bertajuk how to succeed suppy chain management proccess in the industry manufacture yang tengah diadakan oleh kantor pusat yang berlokasi di Jepang. Perusahaan meminta Audy untuk mengikuti seminar tersebut guna mempelajarinya untuk kemudian mengimplementasikan di perusahaan tempat ia bekerja.

“Kamu nanti malam ada acara?” Tanya Samuel kepada Anggia di dalam mobil.
“Memang kenapa?”
“Kita jalan yuk.”
“Jalan, Kemana? aku sibuk.”
“Sibuk? Sibuk apalagi? Sibuk ngelayanin bos kamu itu ya?”
“Kayanya kamu gak perlu tahu aku sibuk dengan apa deh. Tugas kamu hanya menyupir tok.”
“Kecil ya barangnya?”
“Hah?”
“Maksud kamu.”
“Tentu kamu sudah pernah main kan sama bos, gimana barangnya? Kecil ya?” tanya samuel seraya terkekeh.”
“Kurang ajar kamu!” Hardik Anggia sembari melempar tas Louis vitton miliknya ke muka Samuel. Mobil pun oleng ke kanan. Lalu kemudian berdecit hingga berhenti. Anggia memutuskan untuk keluar dari Mobil. Berjalan menuju pedestrian dan memanggil taksi. Ia berlari dengan langkah kecil pertanda jijik dengan tingkah laku sang supir.

“Bilang saja kalau kecil. Punyaku lebih panjang dan lebar!! Kita coba nanti malam ya! Kamu pasti puas!!” Teriak Samuel dari balik jendela Mobil. Anggia memutar balik badannya lantas mengacungkan jari tengah ke arah Samuel. Samuel hanya terkikik geli memerlihatkan giginya yang kekuningan. Sekuning kaus kaki miliknya yang tak kunjung diganti selama lima tahun.

Di dalam taksi. Benak Anggia bertanya-tanya Kecilkah?

Di Tokyo. Di sebuah Hotel bintang lima. Audy membuka Jendela bening besar. berdiri di sebuah balkon kamarnya.tubuhnya telanjang bulat. Dirasakannya angin malam Tokyo yang menampar-nampar kedua pipi tembamnya. Ia melihat ke bawah. Tampak penis mungilnya berayun-ayun di hembuskan angin. Batinnya bertanya Kecilkah?

Di Tokyo. Di dalam Hotel, saat malam merenda, Audy tertidur. masih memimpikan tujuh buah kupu-kupu bersayap ungu. Bukan. Bukan tujuh. Melainkan delapan. satu diantaranya berparas Nik-nok.

Di Jakarta. Anggia sang sekretaris masih saja menunggu kepulangan sang bos dengan hati yang membuncah. Ia tak sabar mengenakan Kardigan ungu yang pernah diberikan oleh Audy di hari Ulang tahunnya yang ke 27.

Di Bekasi. DI rumah kontrakan. Samuel masih memendam hasrat untuk mengajak Anggia sekadar menonton film bersama, atau dinner di sebuah kafe di ujung sudut kota. Sungguh hatinya terpaut dengan Anggia. Ia masih tersenyum setiap kali mengingat Anggia. Dan senyumannya itu selalu memamerkan barisan giginya yang kekuningan. Sekuning kaus kakinya yang tak kunjung di ganti selama 5 tahun.
**
Kakek itu melihat cucu kesayangannya ternyata sudah tertidur dengan lelap. Ia menatap wajah cantik nan mungil itu. Mengecup pelan kedua pipinya. Selamat tidur. Bisiknya lembut.

Kakek itu berjalan ke luar rumah. Hari sudah begitu malam. Jam tangan tua di pergelangan kirinya menunjukkan pukul sebelas malam. Tentu bukan jam yang baik untuk para manula berjalan keluar di tengah malam di antara hembusan angin dingin yang menusuk tulang. Namun hatinya terpanggil untuk menjenguk sebuah taman mungil yang dahulu kerap ia datangi saat masih mewujud bocah. Sebuah taman dimana dirinya begitu antusias untuk menyaksikan pertunjukan kupu-kupu saling-silang beterbangan dan mendarat untuk menghisap sari bunga.

Ia menyukai kupu-kupu itu. namun yang paling disukainya adalah kupu-kupu bersayap ungu. Karena kupu-kupu bersayap ungu selalu mengingatkannya akan seseorang yang amat dicintainya. Ah, kemanakah dia? Masihkah dia mengingat kejadian kurang lebih empat puluh lima tahun yang lalu? Saat dirinya memberikan bingkai kaca berisikan ketujuh buah kupu-kupu yang kesemuanya bersayap ungu layaknya semburat cahaya senja yang mulai lindap ditelan malam. Ia tidak tahu. Ia hanya berharap semoga perempuan itu tidak akan pernah melupakannya.

Jauh di suatu tempat. Tampak seorang Nenek yang sedang berdiri. Menatap bingkai kaca. Di dalamnya masih terdapat tujuh buah kupu-kupu bersayap ungu. Ia tersenyum kecil. Pikirannya melambung ke peristiwa empat puluh lima tahun yang lalu.

----
Profil singkat penulis
Deni oktora, Pria kelahiran 8-oktober-1985 silam ini kerap mendekam di dalam kamar seorang diri bila malam minggu tiba hanya untuk membaca karya-karya Seno Gumira Ajidarma, A.S laksana, dan Agus Noor. Sedang giat menulis cerpen karyanya sendiri dan berharap suatu saat karyanya dapat menghiasi pelbagai surat kabar di Indonesia.

-

Arsip Blog

Recent Posts