177 Benteng di Jawa dan Sumatra Telah Terdata

Jakarta - Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) Indonesia berhasil menginventarisir 177 benteng peninggalan sejarah yang tersebar di pulau Jawa dan Sumatra, kata Ketua PDA Indonesia Djauhari Sumintardja di Museum Nasional Jakarta, Selasa (24/11).

Pada pembukaan pameran Benteng-benteng di Jawa dan Sumatra: Konflik Perdagangan dan Perebutan Teritorial di Museum Nasional Jakarta itu Djauhari Sumintardja mengatakan dari jumlah tersebut 116 di antaranya berada di Sumatra dan 61 lainnya di Jawa.

Menurut Manajer Proyek Inventarisasi Benteng Bambang Eryudhawan, jumlah benteng yang berhasil ditemukan dan terdata jauh lebih sedikit dibanding jumlah benteng yang ada dalam catatan sejarah.

"Dalam catatan sejarah ada 459 benteng, 303 di Sumatra dan 159 di Jawa tapi yang secara fisik ditemukan hanya 177. Hampir 300 yang hilang," katanya.

Sebagian besar benteng yang terdata dan ditemukan pun, kata dia, dalam keadaan setengah utuh atau tinggal puing reruntuhan. "Hanya lima persen yang utuh. Sisanya setengah utuh atau tinggal reruntuhan," katanya.

Ia menjelaskan, benteng-benteng yang ditemukan dan diinventarisir berupa benteng vernakular, benteng kolonial dan struktur pertahanan yang berada di wilayah pesisir pantai, pedalaman dan perkotaan.

Benteng yang hingga kini masih utuh diantaranya benteng Willem I di Ambarawa, benteng Willem II di Ungaran, benteng Vredeburg di Yogyakarta, benteng Pendem di Clacap dan benteng Van der Wijck di Gombong.

Selain itu, ada pula benteng Kuta Batee, benteng Iskandar Muda dan benteng Indraprasta di Aceh. "Benteng yang masih utuh kebanyakan digunakan sebagai kantor pemerintah atau pusat wisata. Benteng yang di Gombong bahkan disewakan dan dijadikan taman ria," katanya.

Tidak sedikit pula, katanya, benteng-benteng yang terbengkalai atau hanya menjadi bagian dari pemukiman tanpa status kepemilikan yang jelas. "Dan hampir semua benteng yang ditemukan kepemilikannya memang tidak jelas, jadi kita tidak tahu juga siapa yang bertanggungjawab mengelola dan merawat peninggalan sejarah ini," kata Bambang.

Padahal, ia mengatakan, benteng-benteng tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lebih banyak orang jika diurus dan dipelihara secara baik.

PDA Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta PAC Architecs and Consultants melaksanakan inventarisasi dan identifikasi benteng-benteng di Indonesia dengan dukungan pendanaan dari pemerintah Belanda sejak tahun 2007.

Inventarisasi benteng dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama, tahun 2007-2008, inventarisasi dilakukan di Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Menurut Bambang, benteng yang terinventarisir di wilayah itu sebanyak 107 unit masing-masing 54 di Maluku, 46 di Maluku Utara, empat di Papua dan tiga di Papua Barat.

Tahapan kedua, tahun 2008-2009, inventarisasi yang dilakukan di wilayah Jawa dan Sumatra berhasil mengidentifikasi 177 benteng. "Dan tahap ketiga dilakukan di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)," katanya.

Sementara itu, ia menjelaskan, sembilan benteng di Kalimantan, 134 benteng di Sulawesi dan 12 benteng di Bali-NTT-NTB sudah teridentifikasi. Djauhari mengatakan, hasil pendataan dan inventarisasi tersebut selanjutnya akan dimasukkan ke dalam basis data sehingga selanjutnya para peneliti sejarah bisa memanfaatkannya sebagai data awal. (Ant/OL-03)

-

Arsip Blog

Recent Posts