18 Sastrawan Tampil Mewakili Budaya Lokal di Ubud

Ubud, Bali - Citibank-Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2010, perhelatan sastra tingkat dunia, kembali digelar pada 6-10 Oktober mendatang di Ubud, Bali.

Mengambil tema “Bhinneka Tunggal Ika: Harmony in Diversity”, festival ini akan menghadirkan ragam kegiatan untuk mengangkat kearifan lokal, selain mempertemukan penulis, pembaca, sastrawan dunia selama lima hari perhelatan akbar ini. Tak sekadar ajang bersua, festival ini juga membawa pesan penghormatan atas keberagaman.

Selama bergulir sejak 2004, UWRF telah berkontribusi memajukan kesusasteraan nusantara. Diantaranya dengan menerbitkan dua antologi karya para penulis Indonesia, yaitu Reasons for Harmony pada 2008 dan antologi bilingual Suka-Duka: Compassion and Solidarity pada 2009. Seluruh proses seleksi, partisipasi serta penerbitan antologi para penulis Indonesia merupakan kerja bersama UWRF dengan HiVos, sebuah organisasi global yang memperjuangkan terbentuknya masyarakat sipil-demokratis di berbagai belahan dunia.

Tahun ini, sekitar 18 penulis dari berbagai kota di Indonesia, diundang hadir menunjukkan karyanya pada komunitas internasional. Proses seleksi tahun ini, menurut Community Development Citibank – Ubud Writers & Readers Festival, Kadek Purnami, jauh lebih berat dibandingkan proses seleksi tahun lalu.

“Tahun ini kami menerima kiriman karya dari 105 penulis dari seluruh Indonesia. Jumlah itu lebih dari dua kali lipat kiriman karya yang kami terima saat proses seleksi pada 2009,” ujar Kadek dalam siaran pers yang diterima Kompas Female.

Tak mudah melewati seleksi dari Dewan Kurator UWRF 2010. Sebelumnya, dilakukan proses pre-kurasi oleh koordinator program Indonesia Citibank – Ubud Writers & Readers Festival 2010 untuk menyeleksi 105 karya menjadi 40 karya terpilih. Selanjutnya Dewan Kurator menyeleksi 18 dari 40 karya terpilih tersebut.

Bagi Anda penggemar karya sastra Indonesia, bisa jadi salah satu penulis ini adalah favorit Anda: Kurnia Effendi (Jakarta), Medy Lukito (Jakarta), Nusya Kuswatin (Yogyakarta), Arif Riski (Padang), Zelfeni Wimra (Padang), Wa Ode Wulan Ratna (Jakarta), Andha S (Padang), Imam Muhtarom (Blitar), Wendoko (Semarang), Yudhi Heribowo (Solo), W. Hariyanto (Surabaya), Benny Arnas (Sumatera Selatan), Magriza Novita Syahti (Padang), Harry B Koriun (Riau), Hermawan Aksan (Bandung), serta Sunaryono Basuki KS, Ni Made Purnamasari, dan Iwan Darmawan (Bali).

Para penulis berbeda genre, aliran, dan tema inilah yang mendapat undangan kehormatan untuk hadir mewakili kearifan lokal nusantara.

“Ada banyak alasan untuk memilih para penulis-penulis ini. Secara keseluruhan, mereka mencerminkan keberagaman daerah serta kantong-kantong kesusasteraan di Indonesia. Selain itu, juga mencerminkan keragaman genre, aliran, tema, dan kecenderungan kesusasteraan Indonesia, mempresentasikan penghormatan Citibank – Ubud Writers & Readers Festival 2010 pada upaya pemberdayaan perempuan, dan memajukan penulis-penulis muda berkualtas” ujar Triyanto Triwikromo, penulis terkemuka yang menjadi salah satu Dewan Kurator Citibank – Ubud Writers & Readers Festival 2010.

Para penulis terpilih ini akan dibiayai untuk datang ke Bali dan tampil dalam festival. Ragam karya mereka inilah yang akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris untuk kemudian diterbitkan dalam antologi festival 2010.

Inilah kontribusi Ubud untuk Indonesia

Festival dari Ubud ini berhasil menarik perhatian dunia sejak 2004. Memasuki tahun keenam UWRF mampu menghadirkan 127 penulis dari 25 negara pada 2009, termasuk Wole Soyinka, penulis Nigeria pemenang Nobel Kesusastraan.

Adalah Yayasan Mudra Swari Saraswati yang berada di balik gagasan festival sastra, seni dan budaya ini. Festival diadakan sebagai bentuk kontribusi memulihkan kepercayaan dunia atas pariwisata di Bali paska terjadinya tragedi bom Bali pada Oktober 2003. Penggagasnya, Janet De Neefe beserta suaminya, Drs Ketut Suardana, yang merupakan pendiri yayasan di bidang sastra, seni, dan budaya ini.

Masyarakat Ubud, desa kecil bagian dari kabupaten Gianyar, juga turut andil menyemarakkan kegiatan yang kini memasuki tahun ketujuh. Selain dikenal sebagai desa pariwisata, Ubud juga identik dengan tempat berlangsungnya berbagai festival budaya. Desa yang tenang ini nyatanya memang menjadi favorit pecinta budaya.

-

Arsip Blog

Recent Posts