Prosesi Upacara Adat Bahajat Ngeniat Ketemenggungan Siyai di Balai Keramat Batu Betanam.

Upaya Masyarakat Adat Menghormati Tradisi dan Jerih Payah Para Pejuang dalam Merebut
Wilayah Adat.

Oleh : Agustinus Agus

Bagi Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai, wilayah adat merupakan seluruh kawasan dimana
adat itu hidup dan dipraktekkan serta memiliki otoritas atas wilayah itu. Di wilayah adat juga terdapat balai-balai keramat yang biasa digunakan masyarakat adat untuk melaksanakan upacara adat/ritual keagamaan. Salah satu Balai Keramat yang hingga sekarang dijunjung tinggi dan dihormati oleh Masyarakat adat Ketemenggungan Siyai adalah Balai Keramat Batu Betanam. Berdasarkan cerita para tetua adat, tokoh masyarakat adat bahwa di Balai Keramat Batu Betanam merupakan tempat sejarah terjadinya perebutan wilayah adat, bahkan sampai perangan (pertumpahan darah). “Setiap orang yang terlibat dalam peperangan tersebut diwajibkan untuk menanam/menancapkan 1 buah batu ke tanah”, kata Pak Aryah tetua adat Ketemenggungan Siyai.

Di Balai Keramat Batu Betanam ini dulunya sering dilakukan upacara adat oleh warga Masyarakat adat Ketemenggungan Siyai dan warga masyarakat adat lainnya. Dilakukannya upacara adat dengan berbagai macam tujuan, salah satunya untuk meminta bantuan, perlindungan, bimbingan dan lainnya dalam melaksanakan segala aktivitas sehingga diberikan kesejahteraan, kedamaian dan terhindar dari berbagai macam gangguan/mala bahaya lainnya. Salah satu bentuk upacara adat yang biasa dilakukan adalah upacara adat Bahajat Ngeniat. Upacara adat Bahajat Ngeniat dimaksudkan untuk meminta bantuan atau pertolongan kepada leluhur penunggu batu betanam agar diberikan keselamatan, kesehatan, kekuatan, kesejahteraan bagi seluruh warga masyarakat adat. Selain itu, upacara adat dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang membayakan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Untuk memperingati para leluhur jaman dulu yang telah berhasil memperjuangkan wilayah adat, maka pada tanggal 30 Mei 2009, sekitar 70 lebih Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai berserta undangan dari masyarakat adat lainnya mendatangi Balai Keramat Batu Betanam. Kedatangan mereka di Balai Keramat Batu Betanam dimaksudkan untuk melaksanakan Upacara Adat Bahajat Ngeniat. Selain untuk mengenang jasa para leluhur, upacara adat ini juga dimaksudkan untuk meminta bantuan, pertolongan kepada lelehur nenek moyang yang ada di batu betanam agar masyarakat adat diberi kekuatan, kedamaian, kesejahteraan dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Yang tidak kalah penting adalah dengan upacara adat ini, masyarakat adat ingin menunjukan bahwa mereka masih taat dan tetap mempraktekan tradisi, adat istiadat dan hukum adat mereka. “Upacara adat Bahajat Ngeniat di Batu Betanam merupakan salah satu tradisi ritual adat yang ditujukan untuk mengharapkan pertolongan dari leluhur nenek moyang. Pertolongan yang dimaksud adalah agar masyarakat adat tidak mendapat kesulitan, tidak ada kekacauan, kehidupan yang sejahtera dan lainnya”, kata Pak Manan, Temenggung Siyai.

Pak Manan menambahkan lagi “Upacara adat bahajat ngeniat dilakukan agar para penunggu hutan, alam yang ada di batu betanam memberikan perlindungan, memberikan kedamaian dan selalu menyertai setiap langkah dan perjuangan kita untuk mempertahankan wilayah adat ini. Sehingga masyarakat adat yang sekarang sedang berjuang mempertahankan wilayah adatnya selalu dilindungi oleh para leluhur yang ada di balai keramat batu betanam”. Selain itu kata Pak Manan lagi “upacara adat ini sekaligus melakukan sumpah adat. Sumpah adat dimaksudkan agar pihak-pihak yang ingin mengambil, merusak hutan, tanah atau isi alam lainnya selalu mendapat gangguan, tantangan dari para penunggu alam yang ada di balai keramat batu betanam. Kita ingin membuktikan kepada pihak luar bahwa kita masih punya adat, tradisi dan pengurus adat yang masih taat kepada aturan-aturan adat yang diwariskan oleh nenek moyang kita dulu”.

Prosesi Upacara Adat
Tahapan-tahapan Upacara Adat Behajat Ngeniat ke Balai Keramat Batu Betanam
1. Upacara Adat Nyengkolan
Upacara adat Nyenggolan dilaksanakan sebelum turun ke balai keramat batu betanam yang dilaksanakan di rumah. Upacara adat ini dimaksudkan untuk meminta perlindungan, bimbingan dari para leluhur sehingga selama dalam perjalanan warga masyarakat adat yang mengikuti upacara adat behajat ngeniat tidak mendapat malabaha, gangguan. Perangkat adat yang diperlukan adalah 1 buah tiang, 1 buah gelang, darah ayam untuk
sengkolan orang yang akan berangkat supaya terhindar dari penyakit togam, carok dan penyakit lainnya, beras yang diisi dalam 4 buah mangkok adat yang ditaburkan ke kepala orang-orang yang akan berangkat dengan tujuan agar mereka tidak lemah semangat, 1 buah Mandau yang disentuhkan ketelapak kaki, kelutut, kedada, digigit dan ke ubun-ubun kepala orang-orang yang akan berangkat dengan tujuan untuk menguatkan jiwa dan fisik sehingga tidak kerasukan (kemasukan roh jahat), 1 buah daun sabang dan 1 helai bulu langgai tingang untuk mengusir setan yang ingin mengganggu orang-orang dalam perjalanan dan diberi minum tuak agar orang-orang yang sedang dalam perjalanan menuju balai keramat tidak kempunan.

2. Upacara Adat Menabur Beras Kuning
Setelah tiba di balai batu betanam, maka dilakukan upacara adat lagi yang disebut dengan upacara adat menabur beras kuning. Upacara ini dimaksudkan untuk memberitahukan kepada para penunggu balai keramat bahwa orang-orang yang mengikuti upacara adat telah datang dengan selamat di tempat tujuan. Perangkat adatnya: beras kuning yang ditaburkan sebanyak 7x7, malu’ (mukul) tanah 7x7 untuk memberitahu para leluhur di balai keramat mengenai kedatangan warga masyarakat adat yang ingin mengikuti upacara adat, menanam 1 batang pohon sabang sebagai pengikat perjuangan masyarakat adat yang selama ini memiliki wilayah adat tersebut.

3. Upacara Adat Bahajat Ngeniat
Upacara adat ini merupakan acara inti yang dilakukan di balai keramat batu betanam sehingga perangkat adatnya pun berbagai jenis macam. Sebelum upacara adat bahajat ngeniat di balai keramat dimulai, kegiatan yang dilakukan terlebih dahulu adalah menabur beras, potong ayam dan babi, membuat 2 buah kelongkang dimana 1 buah kelongkang untuk memberi makan para penguasa yang ada dalam air, sedangkan 1 buah lagi untuk memberi makan burung dan puyang gana. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan membuat 1 buah pondok (pulok/langkau) bertiang 4 yang bahannya dari kayu belian/ulin. Pulok tersebut berisi nasi padi, nasi lemang pulut/ketan yang dimasak dengan bambu, berisi tepung 3x7 biji, copok 3x7 siri dan pinang, rokok 3x7 batang, 7 biji telur ayam kosong yang diisi beras kuning, 7 biji telur ayam rebus, 7 biji gula merah, 7 lingkar buah kelapa, 12 biji kaki babi, 3 buah kepala babi, 7 potong lemak babi yang panjangnya sekilan, 7 cawan tuak, 7 longkong nasi bokat dalam bambu serta isi babi/ayam lainnya. Setelah alat-alat tersebut diisi upacara adat pun segera dimulai. Permulaan upacara adat dimulai dengan cara menebar/menabur beras kuning sebanyak 7x7, memukul tanah 7x7 pukul yang dimaksudkan untuk memanggil Potong Kombat, Puyang Gana, Punyang Uban, Puyang Adan, Tuhan Allah – Tuallah yang menguasai tanah dan berlindung dibawah langit, memanggil antu – jolu yang ada di dalam rimak, memanggil Sabung, Sengkumang, Tambun dan Bungai yang ada di alam gaib dan memanggil Tuhan Allah - Tuallah.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa prosesi Upacara Adat Bahajat Ngeniat di Balai Keramat tersebut bagi Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai merupakan landasan ideal dan sekaligus struktural. Sebagai landasan ideal, karena dalam upacara adat tersebut terkandung cita-cita, cara pandang dan cara hidup Masyarakat adat. Sedangkan sebagai landasan struktural, karena di dalamnya terdapat segala bentuk peraturan tindakan seremonial, ritual-ritual keagamaan dan tata hukum (yang kerap disebut dengan hukum adat) yang mengatur hubungan baik antar sesama manusia baik individu, keluarga, suku maupun masyarakat adat seluruhnya serta manusia dengan alam sekitarnya. Maka tepatlah bagi Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai yang hingga sekarang tetap melestarikan dan taat kepada tradisi, adat istiadat dan hukum adat yang diwariskan nenek moyang mereka. Masyarakat adat ingin menunjukan bahwa mereka mampu melestarikan alam beserta isinya dengan cara tetap mematuhui aturan adat. Apalagi hutan dan alam merupakan sumber segala sumber kehidupan mereka. Inilah saatnya masyarakat adat menunjukan identitas diri sebagai masyarakat adat.

-

Arsip Blog

Recent Posts