Soeman HS, Pioner Pengarang Detektif

Oleh : Aulia A Muhammad

1954, Soeman Hs mendirikan SMA Setia Dharma, SLTA pertama di Riau. Dan tak lama sesudah itu, Menteri Pendidikan dan Perkembangan Kebudayaan (PKK) Muhammad Yamin datang, berpidato di sekolah itu. Usai Yamin, Soeman pun naik panggung. Suaranya keras ketika berbicara.

"Kita di Riau ini, sebagai anak tiri dari pusat. Di Riau ini, tak ada satu pun SMA negeri. Beda dari Sumatera Utara, Aceh atau daerah lain. Karena itu, kepada Bapak Menteri, kami mohon diberilah SMA Setia Dharma ini guru pemerintah," pintanya.

Yamin naik pitam, dan tak mengatakan apa pun saat turun panggung, dan kembali ke Jakarta. Yamin kemudian mengirim surat ke Gubernur Sumatera Tengah Marah Ruslan, mengecam Soeman. "Sampaikan kepada Soeman Hs, ia itu pegawai. Nah, istilah anak tiri itu bukanlah ucapan yang pantas ke luar dari mulut pegawai, tapi dari DPR. Beritahu sama dia!" Tapi, meskipun marah, keinginan Soeman terkabul, Yamin membantu pemerintah daerah mendirikan SMA negeri pertama di Riau.

Adapun Soeman Hs, malah kemudian ikut mengajar di SMA negeri itu, karena memang kekurangan guru, dan ia tetap mengajar juga di Setia Dharma, sekaligus sebagai pemilik.

Putra Batak Penghulu Melayu
Soeman Hs atau lengkapnya Soeman Hasibuan lahir tahun 1904 di Bengkalis, Riau. Ayahnya, karena pandai mengaji dinamai Lebai Wahid, berasal dari Kotanopan, Tapanuli selatan, yang karena terlibat pertikaian suku, merantau dan menetap di Bengkalis. Soeman sendiri sengaja menyingkat marganya sebagai penghormatan pada puak Melayu, suku di tempat ia tinggal. "Di sini, marga itu jadi tak penting. Makanya, saya singkat saja, tak seperti AH Nasution, yang justru menyingkat namanya, hahaha...." ucapnya, sebagaimana yang dikutip Tempo.

1912, Soeman masuk SD, dan sejak itu ia punya kebiasaan, ikut nimbrung percakapan ayahnya dengan kaum saudagar, yang menceritakan kehidupan di Singapura. Dari sinilah kelak ia banyak berkhayal, dan melahirkan beberapa cerita. Inspirasi lain adalah kebiasaannya membaca buku. Soeman kecil terbiasa berlama-lama di perpustakaan Belanda. Dua buku yang dia minati adalah Siti Nurbaya karya Marah Rusli dan Teman Duduk karya M Kasim.

"Karena membaca Teman Duduk, saya kemudian menulis Kawan Bergelut," ingatnya.

Setelah taman sekolah guru, ia mengikuti ujian calon guru. Ia lulus dan dikirim ke Medan, ke Normaal Kursus, selama dua tahun, dan kemudian dikirim Pemerintahan Belanda ke Langsa Aceh, sekolah di Normaal School.

1923, ia diangkat menjadi guru bahasa Indonesia di Siak Indrapura. Tujuh tahun kemudian, datang seorang guru dari Jawa, dan memperdengarkan lagu Indonesia Raya di Siak. Soeman Hs sangat suka, dan semangat nasionalismenya bangkit. Kemudian, dengan berpindah-pindah, setiap malam mereka mengadakan pertemuan. Tapi, Belanda rupanya mengendus. Soeman Hs pun "dibuang" ke Pasirpangaraian.

"Jarak dari Siak ke Pasirpangaraian 10 hari perjalanan. Itu memang daerah buangan bagi guru yang membangkang," kenangnya.

Di Pasirpangaraian, ia melihat bagaimana adat Melayu masih begitu "merendahkan" perempuan. Maka, hasrat membela pun ia tumpahkan lewat karya, Kasih Tak Terlarai dan Mencari Pencuri Anak Perawan. Corak yang dibawa Soeman Hs adalah gaya baru, cerita dekektif. Tak heran, karyanya menjadi amat disukai.

1961, 7 tahun setelah mendirikan SMA Setia Dharma, Soeman mendirikan Universitas pertama di Riau, Iniversitas Islam Riau (UIR). Dan, berselang sepekan kemudian, pemerintah Riau pun mendirikan Universitas Riau. Sebelumnya, Soeman juga sudah mendirikan SMP Islam, SD Islam, SMA Islam, sampai TK Islam.

"Saya kira, saat itu Yayasan Pendidikan Islam, adalah yayasan yang paling maju se-Indonesia," kenangnya, bangga. Soeman Hs adalah orang yang percaya pada takdir. Dari pengalaman hidupnya, ia tahu, nasib seseorang memang sudah digariskan. Karena itu, ia terbiasa menerima apa adanya, tak pernah ngoyo. Waktu tuanya dia isi dengan lebih banyak berkeliling dengan kereta angin, membaca, mengunjungi Universitas Islam Riau dan Rumah sakit milik Yayasan, dan mengaji.

"Bagaimana saya tak percaya dengan takdir? Pernah suatu hari, saya ingin naik haji. Tapi saya sadar, uang tak punya, bagaimana mau pergi? Nah, entah kenapa, tiba-tiba saya dipanggil Gubernur Arifin Achmad, dan mengatakan akan membelanjakan uang negara untuk membiayai saya naik haji."

Lima tahun terakhir sebelum meninggal, 1998, hidup Soeman dihabiskannya dengan berjalan kaki setiap pagi, dan menjadi "juru terang" adat. Soeman mengakui, ia acap didatangi orang-orang untuk menjelaskan adat perkawinan.

"Kelihatannya memang sepele. Tapi, tetap saja perkawinan tak boleh menyimpang dari adat," katanya.

Selebihnya, ia menularkan kiat-kiat menulis. Menjelaskan kenapa memakai nama asing dalam tiap novelnya, dan mengapa selalu bercorak detektif.

"Roman saya selalu mendobrak adat yang kaku. Nah, untuk menggambarkan itu, sengaja saya pilih tokoh orang asing, yang lebih diterima jika memberontah adat. Itu hanya strategi kepengarangan, biar cerita kita diterima. Selain itu, secara judul pun, karya sudah harus menarik. Contohnya, Percobaan Setia. Menarik, kan Masa setia kok dicoba," jelasnya.

Namun, di ujung hidupnya, ada satu hal yang agak disesali Soeman Hs, romannya tak lagi dicetak, dan banyak orang yang tak lagi tahu bukunya.

"Padahal, dibandingkan novel-novel sekarang, secara bahasa, karya saya masih bisa dipersandingkan..." ucapnya, masgul. Tapi, sejarah memang telah mencatat namanya, sebagai pionir pengarang roman detektif Indonesia.

(Aulia A Muhammad - http://auliamuhammad.blogspot.com/)

-

Arsip Blog

Recent Posts