Upacara Adat Tunggul Wulung

Masyarakat dusun Tengahan Sendangagung Minggir kembali akan menggelar Upacara Adat Tunggul Wulung, Jum’at 9 Juli 2010. Prosesi Upacara Adat Tunggul Wulung diawali pada pukul 13.30 WIB dengan kirab prajurit dan pusaka dari balai desa Sendangagung Minggir menuju rumah juru kunci Makam Ki Ageng Tunggul Wulung sejauh kurang lebih 2 (dua) kilometer.

Di rumah juru kunci kemudian dilakukan serah terima rangkaian sesaji dan ubarampe dari pangarsa prajurit kepada juru kunci makam dilanjutkan dengan ziarah ke Makam Ki Ageng Tunggul Wulung. Pada saat yang sama dilakukan pembagian “takir sekul wuduk” kepada para pengunjung dilanjutkan seni tayub “Sontet Kawilujengan”.

Rangkaian Upacara Adat Tunggul Wulung diawali sehari sebelumnya Kamis 8 Juli 2010 pukul 10.00 WIB dengan tradisi kenduri wilujengan di lokasi Makam Ki Ageng Tunggul Wulung dan di rumah juru kunci makam.

Pada malam harinya pukul 19.30 WIB dilakukan pengambilan air dari “Sendang Beji” untuk diarak dan disemayamkan di Balai Desa Sendangagung Minggir dilanjutkan dengan pementasan karawitan dirumah juru kunci. M

Menutup rangkaian Upacara Adat Tunggul Wulung, Jum’at 9 Juli 2010 pukul 20.00 WIB digelar wayang kulit dengan lakon “Makukuhan” oleh dalang Ki Anon Sucondro, SH.

Sejarah Upacara Adat Tunggul Wulung:

Pelestarian upacara adat Tunggul Wulung didasarkan atas legenda sejarah Ki Ageng Tunggul Wulung yang sangat tersohor di kalangan pengamat dan pelestari budaya. Upacara Adat Tunggul Wulung dilatarbelakangi legenda Ki Ageng Tunggul Wulung pada waktu Kerajaan Majapahit mengalami masa surut. Banyak pangeran dan hulubalang yang meninggalkan kerajaan termasuk Ki Ageng Tunggul Wulung yang sebelumnya bernama Senopati Sabdojati Among Rogo. Perjalanan Ki Ageng Tunggul Wulung menuju ke arah barat hingga dusun Beji (Diro), yang ditempat itulah ia kemudian beliau mohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa tepatnya dibawah pohon Timoho di dekat Sungai Progo.

Sekarang daerah tersebut dikenal dengan Dusun Dukuhan Sendangagung Minggir. Ki Ageng Tunggul Wulung beserta isteri dan tujuh orang pengikutnya serta Nyai Dakiyah akhirnya Mokswa (hilang beserta raganya). Demikian pula kelangenan yang berupa: Burung Perkutut, Burung Gemak, Macan Gembong, Macan Kumbang, Macan Putih, Nogo Ijo, Nogo Hitam, beserta Ayam Jago Wiring Kuning. Tempat Mokswanya Ki Ageng Tunggul Wulung tersebut kemudian atas saran seorang warga negara Belanda kepada Nyai Kriyoleksono supaya dibuatkan nisan seperti layaknya makam, dan difahami masyarakat banyak sebagai tempat yang wingit (mempunyai daya magis) sehingga banyak yang berziarah di makam tersebut. Sedangkan sejarah Tayuban adalah karena pada waktu itu ada seorang ledek (penari) bernama “Raden Nganten Sari Wanting” yang mempunyai niat mencari penglarisan melalui tirakat di komplek Makam Ki Ageng Tunggul Wulung. Akan tetapi kemudian ia hilang tidak diketahui rimbanya.

Hal tersebut dianggap masyarakat sekitarnya bahwa Ki Ageng Tunggul Wulung menyukai ledek. Pada perkembangan selanjutnya setiap acara bersih dusun diadakan kenduri selamatan baik di makam maupun di rumah Juru Kunci. Dilanjutkan dengan tayuban dengan iringan Gendhing “Sekar Gadhung” dan sang ledek menari tanpa diibing karena dianggap yang ngibing adalah Ki Ageng Tunggul Wulung.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Drs. Untoro Budiharjo mengungkapkan bahwa upacara adat ini dilaksanakan masyarakat Margoagung dan sekitarnya sebagai wujud rasa syukur atas anugerah Tuhan YME berupa panen yang telah berhasil dipetik.

Diharapkan dengan ungkapan rasa syukur tersebut Tuhan akan memberikan rahmat dan anugerah yang lebih baik di masa mendatang sehingga berkecukupan dalam hal kebutuhan kehidupannya. Upacara adat Tunggul Wulung merupakan salah satu upacara adat yang banyak diminati oleh wisatawan baik domestik maupun manca negara.

Disatu sisi upacara adat tersebut menyajikan parade prajurit yang menakjubkan, terlebih lagi keberadaan jembatan Margoagung yang menghubungkan antara Sleman dan Kulon Progo memungkinkan masyarakat luar daerah ikut melihat dan menyemarakkan upacara adat tersebut.-

Sleman, 7 Juli 2010
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman

-

Arsip Blog

Recent Posts