Batik Betawi Kembali Dipromosikan

Jakarta - Diakuinya Batik Indonesia sebagai benda budaya dunia, oleh United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO), membuat daerah-daerah pembatik kembali bangkit. Tidak terkecuali pembatik Jakarta atau Betawi yang juga turut berjuang kembali mempromosikan batik Betawi.

Kepala Museum Tekstil, Indra Riawan, mengakui berkurangnya pembatik di Jakarta karena berbagai kendala. Salah satunya yakni menghilangnya para pembatik Batik Betawi yang menghasilkan berbagai macam corak yang unik. Tidak hanya itu, pembatik Jakarta yang biasa membatik di rumah-rumah pun, terpaksa menjual lahannya karena kebutuhan ekonomi. Kemudian untuk membeli kembali lahan tidak mampu karena sangat mahal.

“Melihat hal itu, kami berupaya mengadakan berbagai kegiatan promosi dan seminar tentang Batik Betawi di Jakarta. Sekaligus mengenalkan bahwa Jakarta juga punya batik seperti daerah-daerah lain di Pulau Jawa,” kata Indra Riawan dalam acara Peluncuran Buku Kain Batik Antik Nusantara Koleksi Emma Amalia Agus Bisrie di Museum Tekstil, Jakarta, Rabu (15/12).

Dijelaskan Indra, sejak 2009 hingga sekarang, Museum Tekstil terus mengadakan seminar Batik Betawi dan pameran Batik Betawi. Kegiatan ini selalu dihadiri para tokoh Betawi serta masyarakat umum. Ternyata, hal itu membangkitkan semangat salah satu tokoh Betawi, Ridwan Saidi, untuk menggerakkan pembatik di Jakarta. Hasilnya sudah ada 24 motif batik Betawi baru yang diciptakan Ridwan. Saat ini batik tersebut tinggal menunggu pengesahan dan penetapan dari Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

“Ini belum bisa ditetapkan gubernur karena masih menunggu sejauh mana apresiasi masyarakat,” ujarnya. Dalam waktu dekat ini, diungkapkannya, jumlah motif batik Betawi akan bertambah karena ada perajin batik lainnya yang sudah mulai mengonsep beberapa motif batik. Salah satu motifnya yaitu ondel-ondel Betawi.

Kolektor Kain Batik dan penulis Buku Kain Batik Antik Nusantara, Emma Amalia Agus Bisrie, mengatakan Batik Betawi di Jakarta telah dikenal sejak dahulu. Daerah perbatikan di Jakarta terdapat di pusat kota antara lain Karet Tengsin, Palmerah, Kebon Kacang, Manggarai, dan Bendungan Hilir. Hasil perbatikan merupakan barang dagangan sebagai salah satu penentu pergerakan perekonomian di ibu kota.

“Batik tulis yang dilakukan di rumah-rumah penduduk tidak ada bedanya dengan pembatikan di Pulau Jawa. Bahkan di Jakarta pernah didirikan Koperasi Batik Indonesia,” kata Emma.

Sayangnya, tahun demi tahun, produksi kain Batik Betawi semakin menyusut dikarenakan semakin tingginya nilai tanah di Jakarta. Hal ini lebih menguntungkan untuk dibangun gedung-gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Sehingga terdesaklah industri batik di ibu kota, bahkan cenderung tenggelam

Emma mendapatkan informasi dari pembatik terkenal yaitu Eka Jaya di Karet Tengsin yang sudah tidak diperkenankan melakukan kegiatan menulis batik. Alasanya karena faktor lingkungan. Akhirnya pembatikan Eka Jaya pun pindah ke daerah penyangga yaitu Tangerang.

Hal yang sama juga dialami pembatikan karya Ibu Sud yang juga mengalami kemundurunan karena adanya keterbatasan pengembangan batik. Begitu juga dengan perajin batik Berdikari di Palmerah yang hampir tutup.

Melihat kondisi ini, salah satu seniman Betawi, Ridwan Saidi, membuat pembatikan corak ragam Betawi di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Puluhan corak baru tercipta yaitu corak flora dan fauna: buah-buahan yang dihasilkan di Jakarta seperti kecapi dan durian, serta hewan seperti burung Hong, Phunix, Bondol atau burung Ulung-ulung yang menjadi maskot kota Jakarta.

Selain itu, Emma pun membuat buku kumpulan batik-batik koleksi antiknya yang telah dikumpulkan selama 40 tahun. Dari 400 koleksi batik antiknya, dia memasukkan 100 kain batik antik dalam bukunya setebal 328 halaman dan berwarna ini. Kain batik itu berasal dari Batik Betawi, Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Madura, Pacitan dan Cirebon.

Buku Kain Batik Antik Nusantara ini akan dicetak sebanyak 500 eksemplar, dan akan dibagikan secara gratis ke museum-museum di bawah koordinasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Sedangkan bagi pencinta batik yang ingin memiliki buku tersebut dapat membelinya di toko-toko buku dengan harga sekitar Rp 350 ribu per eksemplar.

-

Arsip Blog

Recent Posts