Festival Lima Gunung Digelar di Magelang

Magelang, Jawa Tengah - Festival Lima Gunung (FLG) tahun 2009 yang diselenggarakan kalangan seniman petani Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengusung tema Cokro Manggilingan Jiwa sebagai refleksi atas dinamika kehidupan. "Tema itu sebagai kode, bahwa roda geraknya kesenian lima gunung dari tahun ke tahun selalu mengajak pada kesadaran atas perubahan dinamis, tema berganti, tantangan ruang waktu, antisipasi problem kontemporer, olah kreativitas dari proses belajar berkelanjutan," kata Sitras Anjilin penasihat Panitia FLG 2009, di Magelang, Selasa (16/6).

FLG 2009, katanya, sebagai kegiatan seni budaya yang secara mandiri diselenggarakan seniman petani Komunitas Lima Gunung (KLG) di Magelang, yakni Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh untuk kedelapan kalinya. FLG pertama kali digelar pada tahun 2002. Ia mengatakan, FLG 2009 rencananya berlangsung di kawasan lereng Gunung Andong, di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak pada tanggal 26 Juli 2009 dengan melibatkan ribuan seniman baik dari Magelang maupun beberapa grup kesenian dari luar daerah itu.

Berbagai kekayaan seni budaya baik yang bersifat tradisional maupun kontemporer digelar dalam festival itu. Sitras yang juga pimpinan seniman petani dari Padepokan Tjipto Boedojo Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, di kawasan lereng barat Gunung Merapi itu, mengatakan, tema itu dipilih KLG untuk membangun kesadaran bahwa kehidupan baik secara jasmani maupun rohani bagaikan perputaran roda.

"Terkadang ada saat berada di puncak tetapi juga ada kalanya di bawah. Persoalannya bagaimana setiap orang menyikapi kehidupannya dalam perputaran Cokro Manggilingan itu secara kreatif, masing-masing memiliki kecerdasan budayanya. Roda pikir dan poros roda menjadi landasan jiwa manusia dalam berkiprah," katanya.

Ia mengatakan, roda kehidupan komunitas seniman petani lima gunung di Magelang selama ini juga tidak lepas dari perputaran Cokro Manggilingan Jiwa. Kesadaran jiwa mereka terhadap roda kehidupan itulah, katanya, menjadi landasan bagi lahirnya berbagai karya seni dan budaya yang kreatif dan menjadi sumbangan penting bagi pembangunan peradaban bangsa.

Selain itu, katanya, karya seni dan kiprah budaya komunitas itu juga memberikan sumbangan bagi kemajuan penghargaan atas nilai kemanusiaan yang universal. "Seniman petani pun menjalani lingkaran roda kehidupan yang terkait dengan kematangan dan kedewasaan batiniah, roda tantangan, pertentangan, atau bahkan roda perlawanan," katanya. FLG 2009 rencananya menggelar berbagai kesenian tradisional, kontemporer, dan kolaborasi seperti tari Soreng, Kuda Kepang Papat, Grasak, Topeng Ireng, Rodat Putri, Warok Bocah, musik Truntung, performa seni, pawai budaya, pembacaan puisi, dan orasi budaya. (Ant/OL-03)

Sumber: http://www.mediaindonesia.com 18 Juni 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts