Meneladani Opu Daeng Manambon yang Demokratis

Pontianak, Kalimantan Barat – Opu Daeng Manambon Ibnu bin Tandre Borong Daeng Rilaga atau Pangeran Mas Surya Negara adalah pemimpin Kerajaan Mempawah yang berkuasa pada abad ke-18. Opu Daeng Manambon sebenarnya berasal dari Bugis. Bersama 4 saudaranya, Daeng Manambon datang ke Kalimantan Barat atas undangan Sultan Zainuddin, penguasa Matan Ketapang, dengan menggunakan 40 perahu layar khas Bugis (pinisi). Opu Daeng Manambon mulai memerintah Kerajaan Mempawah pada 1727.

Selama hidupnya, Opu Daeng Manambon dikenal sebagai sosok yang humanis dan sangat menghargai keberagaman. Termasuk ketika memimpin Kerajaan Mempawah, Opu Daeng Manambon ternyata sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis. Bukti dari kebesaran jiwanya itu terlihat dari sejumlah peninggalan bersejarah yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik.

Menurut catatan yang ada, pemerintahan Opu Daeng Manambon mendapat dukungan dari sejumlah panglima perang dari etnis Tionghoa dan Dayak. Dari etnis Tionghoa, ada Panglima Lau Thai Pa. Ahli tombak dari tanah Tiongkok ini datang ke Kesultanan Amantubillah Mempawah demi untuk mengabdikan diri kepada Opu Daeng Manambon.

Selain Panglima Lau Thai Pa, pemerintahan Opu Daeng Manambon juga diperkuat dengan bergabungnya tokoh-tokoh dari etnis Dayak, yakni Panglima Unggie dan Panglima Idikonyan. Kedua pendekar pilih tanding tersebut adalah sosok yang amat disegani di kalangan masyarakat Dayak. Peninggalan yang tersisa dari kedua tokoh besar ini adalah senjata mandau.

Opu Daeng Manambon wafat tahun 1766 dan dimakamkan di Sebukit Rama yang terletak di sebelah hulu Sungai Kula Mempawah. Hingga kini, keberadaan makam Opu Daeng Manambon di Sebukit Rama ternyata tetap memberikan satu ketertarikan banyak pihak untuk datang berkunjung maupun berziarah dan bernazar. Ada pula yang datang karena memang baru pertama kali. Seperti yang terlihat pada Kamis (21/5), banyak warga setempat dan sekitarnya berziarah.

Salah satunya adalah Keluarga H Hamdan Bujang, asal Pasir Wan Salim. Mereka mengaku berziarah ke Makam Opu Daeng Manambon sekalian untuk membayar nazar, lantaran putranya lulus menjadi PNS. Mereka membaca doa rasul dan makan bersama di kios setempat pinggir sungai.

Sementara pengunjung lain, Yosie dan Yotha, asal Kaltim, dua remaja itu justru bertanya menyangkut asal muasal keberadaan makam dan siapa Opu Daeng Manambon. Beruntung, Pemkab maupun pihak Istana Keraton Amantubillah Mempawah pernah menulis tentang asal usul Kerajaan Mempawah itu sendiri. Ini sangat penting karena meskipun banyak orang yang datang ke makam, namun masih sedikit yang mengetahui tentang sejarah dan riwayat Opu Daeng Manambon. (ham)

Sumber: http://www.pontianakpost.com 23 Mei 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts