Menelusuri Masjid-masjid di Singapura

Wartawan senior Republika, Alwi Shihab, bulan lalu berkesempatan mengunjungi masjid-masjid di Singapura. Berikut ini laporannya untuk Anda.

Umat Islam di Singapura hanya 14-15 persen dari penduduk negara pulau itu yang berjumlah lima juta jiwa. Padahal mereka merupakan penduduk asli Singapura, atau bernama Tamasek saat pertama dibangun oleh Thomas Raffles.

Sekitar delapan persen penduduk Singapura keturunan India, yang seperti warga keturunan Cina berimigran pada awal abad ke-19. Jumlah mereka sekitar 78 persen dari penduduk Singapura yang berjumlah empat juta jiwa. Di kelompok etnis India, meskipun banyak yang beragama Hindu, tapi Muslim cukup dominan. Banyak masjid yang dibangun oleh komunitas ini.

Di Singapura, dengan jumlah penduduk Muslim tidak lebih dari setengah juta jamaah, terdapat 68 buah masjid. Masjid-masjid itu didirikan oleh etnis Melayu, para sayid keturunan Arab yang berimigran dari Hadramaut pada abad ke-19, dan warga keturunan Melayu dan Bugis dari Indonesia. Masjid-masjid di sini berada di bawah Lembaga Pentakbir Masjid, yang pengurusnya dilantik olehg MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura), semacam MUI di Indonesia.

Banyak peraturan yang dikeluarkan pemerintah setempat terhadap masjid-masjid ini. Seperti masalah pengeras suara, terutama pada saat shalat subuh. Bahkan juga pada saat shalat wajib lainnya. Jangan harap Anda bisa mendengar suara azan seperti di Indonesia. Di Singapura, waktu shalat shubuh sekitar pukul 05.30 (perbedaan waktu Singapura dengan WIB satu jam).

Aturan lainnya, jangan coba-coba berbicara politik di masjid. Apalagi sampai mencela atau mengkritik kebijakan pemerintah Singapura. Konon, pernah seorang mubaligh Indonesia sampai diperingatkan ketika dalam tablighnya menyinggung masalah politik.
Selain itu, juga dilarang mencela dan menyentuh masalah adat istiadat dan agama lain. Menurut Syed Isa bin Muhammad bin Semit, pimpinan MUIS, peraturan ini ditujukan untuk menjaga keharmonisan agama di Singapura.

Seperti yang dikemukakan Muhammad Rauf, pimpinan Masjid Al-Falah yang kakeknya berasal dari Banjarmasin, pemerintah Singapura kini ingin membaurkan masyarakatnya agar mereka dapat hidup berdampingan. Dengan menyatukan keturunan Melayu, Cina, dan India tinggal bersama dalam flat-flat. Tidak lagi diperkampungan khusus seperti beberapa tahun lalu.
Di tempat yang dulu merupakan daerah nelayan di Singapura yang terletak di dekat pelabuhan, terdapat Masjid Muhammad Salleh, yang berkapasitas sekitar 300 jamaah. Seperti masjid-masjid lainnya di Singapura, beberapa ruangannya diberi AC dan ada ruang khusus untuk wanita di bagian atas.

Haji Muhammad Salleh membangun masjid ini pada 1902. Warga kelahiran Betawi ini, bersebelahan dengan masjid membangun sebuah kubah yang dijadikan makam, Habib Nuh bin Muhammad Alhabsji. Habib yang wafat 1866 dalam usia hampir satu abad, merupakan generasi pertama dari warga keturunan Hadramaut yang berdakwah di Singapura.
Ketika saya datangi makamnya, banyak umat yang berziarah. Tak hanya umat Islam di Singapura, tapi juga warga India yang beragama Hindu!

Ada masjid di Orchad Road
Orchad Road yang memanjang sekitar dua km merupakan pusat perbelanjaan paling terkemuka di Singapura. Berbelok kearah kiri hanya sekitar 100 meter dari Orchad Road, terletak Masjid Al-Falah. Masjid ini secara resmi dibuka oleh Dr Ahmad Mattar, menteri lingkungan dan masalah Islam Singapura pada 25 Januari 1987.

Memasuki masjid ini, tempat masuk pria dan wanita dipisah. Seperti juga masjid-masjid lainnya di Singapura, kebersihannya sangat terjaga, termasuk tempat wudhu dan toilet.
Jamaah yang shalat di masjid ini bukan hanya para pegawai pertokoan dan perkantoran yang berragama Islam, tapi juga para wisatawan mancanegara, termasuk wisatawan dari Timur Tengah. ‘’Kalau Jumat yang shalat sampai di kiri kanan masjid, yang jumlahnya lebih dari 1000 jamaah,’’ kata H Mohamad Syukur, salah seorang pengurusnya.

Masjid Ba’alawie, merupakan salah satu masjid yang dibangun oleh keluarga Alatas di Kampung Arab, yang penduduknya banyak warga Melayu. Masjid yang dibangun 1952 ini, dapat menampung sekitar 400 jamaah. Dan pada hari shalat Jumat, jamaah membludak hingga jalanan. Tiap Kamis malam di sini ada pengajian, yang banyak peminatnya.

Masjid Sultan masjid tertua
Berdekatan Masjid Ba’alawie, terdapat Masjid Sultan, di Muscat Street. Inilah masjid tertua tapi juga terbesar di Singapura, yang dapat menampung lebih lima ribu jamaah. Seperti masjid-masjid di Singapura lainnya, tiap masjid dilengkapi dengan berbagai fasiliitas seperti ruang kerja, komputer, serta penyejuk ruangan di tiap ruangan dan tempat-tempat sidang.
Masjid Sultan yang dibangun tidak lama setelah Raffles mendirikan Singapura, merupakan simbol persatuan umat Islam di Singapura. Sepintas masjid yang dilengkapi dengan auditorium ini, dengan kapasitas kursi 425 buah, seperti bangunan bersejarah Taj Mahal di Agra, India. Berlantai dua, Masjid Sultan juga dilengkapi ruang resepsi untuk umat Islam di sini. Di samping untuk pertemuan dengan kapasitas kursi untuk 200 orang.

Sebuah masjid tua lainnya yang dibangun oleh Syed Omar Bin Ali Aljuneid, seorang pedagang Arab dari Palembang adalah Masjid Omar Kampung Malaka.

Masjid ini dibangun 1820 dan merupakan masjid pertama di Singapura. Kampung Malaka yang terletak di sebelah selatan Sungai Singapura, di disain oleh Raffles dalam tahun 1822 untuk kelompok Melayu, Arab, Jawi Peranakan dan Indonesia. Keluarga Aljunied juga menyokong pembangunan sekolah, rumah sakit, dan mesjid, maupun jadi sponsor kegiatan-kegiatan dakwah. Untuk itu nama mereka diabadikan di Kampung Malaka, yakni Aljunied Road dan Syed Alwi Road. Yang belakangan ini adalah cucu Syed Omar.

Di pusat perbelanjaan ‘Little India’, Masjid Angullia, yang dapat menampung 400 jamaah. Sesuai namanya masjid ini dibangunm keluarga Angullia, seorang Muslim yang berasal dari Bombay (Mumbay) pada 1890.

Sementara Masjid Hajjah Fatimah, yang bersuamikan keturunan bangsawan dari Sulawesi dibangun di Kampung Jawa pada 1845-1846. Untuk Singapura dengan penduduk Muslim minoritas, puluhan masjid yang tidak pernah sunyi dari kegiatan dakwah adalah satu hal yang pantas dibanggakan.

Partisipasi Islam Singapura.
Sebagai masyarakat minoritas, warga Islam di Singapura merasakan bahwa mereka harus bersatu. Mereka tidak segan-segan menyumbang untuk kegiatan masjid. Perbaikan dan rehabilitasi masjid, dipikul bersama-sama oleh jamaah. ‘’Mereka dengan sukarela dan ikhlas memberikan sumbangan,’’ kata H Mohamad Syukur, salah seorang pengurus Masjid Al-Falah.
Ketika saya mengunjungi Singapura, kegiatan Maulid Nabi SAW dilangsungkan di banyak tempat. Perayaan Maulid biasanya diakhiri dengan hidangan nasi briani dan nasi lemak. Untuk hari-hari besar Islam, mereka biasanya mendatangkan dai dari Indonesia, antara lain Abdullah Gymnastiar (A’a Gum).

Setidaknya ada lima buah madrasah besar di Singapura. Yang terbesar adalah Madrasah Al Junied, Al Sagoff, dan Al-Irsyad. Madrasah Al Juneid yang terletak di Victoria Street didirikan 1927 dan Madrasah Al Sagoff di Jalan Sultan telah berdiri sejak 1912.

Banyak lulusan madrasah ini yang meneruskan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir dan di Hadramaut. Sekembalinya dari luar negeri, mereka menjadi juru dakwah di masjid-masjid. n as(tri).

Republika Online, 2 Juni 2006

-

Arsip Blog

Recent Posts