Pariwisata Bali Masih Abaikan Subak

Denpasar, Bali - Pesatnya perkembangan sektor pariwisata ternyata makin meminggirkan sektor pertanian. Subak sebagai tulang punggung pertanian di Bali keberadaannya makin memprihatinkan karena sektor pariwisata tak memberikan kontribusi langsung, kalaupun ada relatif kecil. Sorotan itu disampaikan Ketua Komisi IRata PenuhV Ketut Kariyasa Adnyana dan anggota Komisi IV DPRD Bali Drs. Nyoman Laka, Selasa (19/5).

“Generasi petani sudah tak tertarik kepada pertanian. Sungai dibiarkan terbengkalai. Kalau sungai sudah banyak mengering, subak pasti mati, akhirnya pariwisata akan mati pula,” tegas Kariyasa. Diakuinya, eksistensi subak selama sepuluh tahun terakhir terus terdesak akibat alih fungsi lahan. Sejumlah subak di wilayah perkotaan kini tinggal namanya. Kalangan pariwisata seringkali memandang pertanian sebagai sektor yang penting untuk mempertahankan kelangsungan wisatawan di Bali. Sawah yang hijau dan berterasering memiliki daya tarik dan nilai eksotik tersendiri bagi wisatawan.

Namun di balik gemerincingnya dolar, kondisi petani sangat timpang kesejahteraannya. Karena itu, sejumlah petani sempat memasang seng di pinggiran Sungai Ayung, sehingga pemandangan yang menyilaukan mata diprotes keras wisatawan di Ubud. Sadar akan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Bali menganggarkan bantuan subak setiap tahunnya. Tahun 2009 setiap subak mendapatkan bantuan Rp 20 juta. Sebelumnya bantuan serupa Rp 15 juta.

Dari catatan Dinas Kebudayaan Bali, jumlah kelompok subak di Bali sebanyak 2.345 tersebar di sembilan kabupaten/kota di Bali. Total bantuan subak Rp 46 miliar. Dari jumlah tersebut 1546 subak basah (sawah) dan 779 subak abian (perkebunan). Bantuan ini diarahkan untuk pengembangan kelembagaan subak mengacu garis besar Tri Hita Karana (palemahan, pawongan dan parahyangan). Nyoman Laka membenarkan dana Rp 46 miliar bukan bersumber dari pajak hotel dan restoran, tetapi APBD langsung. “Jadi secara langsung tak ada kontribusi apa pun dari sektor pariwisata terhadap subak di Bali,” katanya.

Kariyasa mengharapkan adanya political will dari pemerintah daerah, khususnya para bupati untuk memberikan perhatian kongkret terhadap subak. Selain itu kalangan travel agent dan PHRI memberikan kontribusi langsung kepada subak. Bahkan perlu dikuatkan payung hukum agar ada kontribusi langsung pariwisata kepada petani subak. (029)

Sumber: http://www.balipost.co.id 20 Mei 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts