Sendratari `Prasapa Dewabrata` Dipentaskan

Magelang, Jawa Tengah - Pementasan sendratari bertajuk "Prasapa Dewabrata" diharapkan menjadi momentum refleksi para elite politik menjelang pemilu presiden (pilpres) tentang karakter kesatria sejati. "Dewabrata (tokoh wayang) yang berhak atas tahta Astina, karena kecintaan kepada ayahnya (Prabu Santanu), rela mengorbankan diri dengan tidak mendapatkan hak atas kekuasaannya," kata Koreografer Sendratari "Prasapa Dewabrata", Dwi Anugrah, usai pergelaran itu, di Magelang, Jateng, Senin (27/4).

Sendratari yang dimainkan kolaborasi 35 pelajar Seminari Menengah Mertoyudan, Kabupaten Magelang, dengan SMK Puis Kota Magelang itu dalam rangkaian Hari Petrus Kanisius Seminari Mertoyudan yang ke-97 tahun. Sendratari itu berdurasi 45 menit dengan penata iringan F.X. Purwandi.

Lakon "Prasapa Dewabrata" yang bersumber dari buku besar kisah pewayangan "Kitab Mahabharata" karya Nyoman S. Pendit itu bertutur tentang kerelaan Dewabrata (Okta) melepaskan jatah warisan sebagai Raja Astina. Ia mengatakan, Prabu Santanu (Bagas) bermaksud menyunting Dewi Setyawati (Martha) namun harus memenuhi syarat bahwa keturunannya yang akan menjadi Raja Astina. Dewabrata yang anak dari Santanu dengan Batari Gangga dari Kayangan yang dikisahkan sebagai kesatria utama, pilih tanding dan menguasai berbagai keahlian itu merelakan jatah warisannya untuk kebahagiaan ayahnya.

Gerak tarian dengan iringan tabuhan gamelan dalam sendratari itu terkesan menarik dan kontemplatif saat Dewabrata bersumpah tidak menikah dan hanya akan mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan kemanusiaan yang bersifat universal. "Pada situasi yang tidak menentu ini, diperlukan semangat nasionalisme yang mengedepankan sikap tulus, tanpa pamrih, dan bertanggung jawab demi tegaknya kebenaran yang hakiki," katanya. Menurut dia, lakon itu tepat dipentaskan saat Indonesia sedang berada dalam suhu politik relatif tinggi menjelang pilpres tanggal 8 Juli 2009.

Para elite politik yang kini sedang berebut kekuasaan, katanya, perlu menyadari bahwa ilmu pengetahuan yang tinggi tanpa diimbangi dengan sikap dan etika yang normatif akan membawa malapetaka bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.(antara)

Sumber: http://www.antara.co.id 29 April 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts