Perkawinan Adat Perlu Dilestarikan

Jakarta - Tradisi perkawinan adat dalam budaya Indonesia perlu dilestarikan. Selain memiliki keberagaman budaya yang diwariskan nenek moyang, perkawinan adat juga mengandung nilai komersial yang tinggi bagi pariwisata di Indonesia.

Kepada SP di Jakarta, baru-baru ini, Direktur Utama PT Mustika Ratu, BRA Mooryati Soedibyo berpendapat pelestarian budaya Indonesia sangat penting. Salah satu bentuk pelestarian budaya yang tak kalah penting adalah perkawinan adat. Selain sarat makna budaya, perkawinan adat perlu dikenal dan dilestarikan oleh generasi berikutnya agar tidak tergerus zaman.

Menurut dia, tata cara pernikahan adat merupakan aset budaya yang memiliki daya tarik bagi pariwisata. Para turis mancanegara sangat tertarik dengan hal-hal yang bersifat tradisi dan unik dalam budaya masyarakat Indonesia.

"Mereka sangat suka dengan adat pernikahan Indonesia. Para turis sangat antusias mengikuti acara tradisi pernikahan. Bahkan mereka sering memakai busana daerah Indonesia. Hal ini membuktikan kalau adat tradisi Nusantara sangat bernilai," ujar wanita berusia 81 tahun ini.

Baru-baru ini, acara perkawinan adat Agung Putri Dalem KGPAA Mangkoenagoro IX, GRAj Agung Putri Suniwati (Menur) dan Sarwana Thamrin (personel grup vokal Warna) di Solo menarik perhatian masyarakat dan para turis. Uniknya, perkawinan tersebut memadukan dua tradisi, yakni Bugis dan Jawa.

Mulai dari tata cara pernikahan, busana, tata rias, dekorasi, hingga para tamu yang hadir menunjukkan sebagian adat istiadat masyarakat Jawa tetap bertahan sampai sekarang ini. Kehadiran para Sultan se-Nusantara juga menunjukkan adanya silaturahmi budaya yang sangat harmonis.

Seperti dikutip sejumlah media massa, Wali Kota Solo Joko Widodo mengatakan prosesi pernikahan agung itu membawa dampak yang luar biasa. Dalam hal promosi pariwisata, perkawinan tersebut menarik perhatian masyarakat Solo dan wisatawan. Pernikahan tradisional itu sangat menguntungkan citra Kota Solo sebagai Kota Budaya.

Demikian juga Raja Keraton Surakarta Pakubuwono ke 13, Tedjowulan yang menggelar pesta pernikahan putrinya, GRAj Putri Woelan Sari Dewi dengan Kus Hermawan Bramasto pada akhir Juni lalu. Meskipun hajatan itu diselenggarakan di luar keraton karena konflik dualisme kekuasaan, nilai kesakralan dari budaya keraton tersebut tidak hilang.

Perkawinan adat, menurut Mooryati, memperlihatkan kebhinekaan dalam masyarakat Indonesia. Meskipun terdapat beragam budaya di negeri ini, masyarakat menjadi satu. Oleh karena itu, tradisi perlu diperhatikan tidak saja untuk memperkaya khazanah budaya, tetapi menunjukkan jati diri bangsa.

"Anak-anak muda masih mau mempertahankan adat daerahnya masing-masing dalam pernikahan mereka," ujar Mooryati. [DMF/U-5]

Sumber: www.suarapembaharuan.com (10 Juli 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts