11 Provinsi Ikuti Festival Layang-layang Internasional

Johor - Peserta dari 11 provinsi mengikuti festival layang-layang internasional di Bukit Layang-layang, Pasir Gudang, Johor, Malaysia. Dalam festival itu, peserta Indonesia menampilkan layang-layang dengan berbagai kreasi, termasuk layang-layang tradisional.

Berdasarkan pengamatan, Sabtu (23/2), jumlah peserta dari Indonesia merupakan yang terbanyak. Festival itu diikuti 24 negara, seperti Perancis, China, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

Festival yang berlangsung pada 18-24 Februari tersebut diselenggarakan oleh Majelis Tindakan Pelancongan, Johor. Provinsi di Indonesia yang ikut festival itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kepulauan Riau.

”Saya membawa layang-layang yang terbuat dari daun kelopek,” kata Lamasili (48), peserta festival layang-layang dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia menjelaskan, sebelum dijadikan layang-layang, daun kelopek dikeringkan, diasapi, dan dijemur selama empat hari.

Menurut Lamasili, di Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat gua yang memiliki gambar lukisan layang-layang dari getah daun. ”Lukisan ada di dinding gua. Diperkirakan, lukisan itu sudah ada sejak zaman prasejarah,” katanya.

Peserta dari Kalimantan Selatan, Asran, mengungkapkan, ia akan menerbangkan layang-layang kreasi berupa pelaminan pengantin Banjar. Layang-layang tersebut terbuat dari plastik parasut, bambu, dan kertas hias.

Ketua Pengurus Yayasan Masyarakat Layang-layang Indonesia Sri Handayani Ningsih mengungkapkan, negara lain, seperti Malaysia, dapat menyelenggarakan festival layang-layang tingkat internasional karena memiliki dana dan dukungan pemerintah yang kuat.

”Kalau di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap layang-layang masih lemah,” katanya. Padahal, festival layang-layang dapat mendorong pariwisata.

Sri Handayani menambahkan, dalam persoalan layang-layang, yang terungkap atau terlihat sebenarnya tidak hanya keindahan layang-layang itu sendiri. Layang-layang juga mengandung aspek historis, antropologi, sosiologi, dan arkeologi.

Sebagai contoh, di Sulawesi Tenggara, lanjut Sri, terdapat lukisan layang-layang pada gua. ”Itu menunjukkan layang-layang terkait dengan suatu peradaban,” katanya. Selain itu, di Bali, juga terdapat beberapa jenis layang-layang yang sebenarnya mengungkapkan suatu kondisi kehidupan masyarakat.

Sumber: www.kompas.com (26 Februari 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts