Ale-Ale Khas Daerah Ketapang Bisa Dikembangkan jadi Potensi Wisata

Ketapang - Ale-ale yang menjadi ciri khas daerah Ketapang Kalimantan Barat, dapat dikembangkan. Bukan saja dapat menopang ekonomi warga yang rajin mencarinya, juga dapat dijadikan potensi wisata kuliner. Hanya saja bagaimana menjadikan potensi tersebut dapat dikembangkan.

Bukan hanya sekedar nilai ekonomis yang dapat digarap dari Ale-Ale. Karena kegiatan mencari Ale-Ale hanya ada di Ketapang, maka dapat juga digarap menjadi potensi wisata kuliner. Sehingga potensi wisata budaya itu dapat mendukung wisata pantai dan sejarah yang ada.

Kegiatan kreatif, apalagi didukung dengan lomba sehingga menjadikan bahan ini punya manfaat multiguna bagi masyarakat. Dimana pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan peluang kerja bagi masyarakat itu sendiri. "Adanya beberapa pulau di muara Sukabangun juga dapat menjadi paket wisata, salah satunya bird watching begitu juga memperhatikan warga mencari Ale-Ale," ucap Yudo Sudarto.

Potensi pengembangan paket wisata di Muara Sukabangun itu tentu saja didukung Kasi Pariwisata, M.Thahir. Menggarap paket wisata itu Pemerintah Kabupaten hanya sebagai fasilitator. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini dalam swasta.

Pulau baru di Sukabangun sebagai akibat endapan pasir dari hulu dan timbunan pengerukan sungai dapat dijadikan paket wisata didukung juga Fitriyadi S.Hut, pembina Kelompok Pemcinta Alam (KPA) Ketapang. Tak hanya mengamati keunikan masyarakat mencari ale-ale, tapi juga menjadi lokasi pengamatan burung.

Lestarikan Lingkungan
Aktivitas mencari Ale-Ale yang dilakoni masyarakat tak hanya sekedar sebuah potret kehidupan. Kearifan lokal ini dinilai dengan sendirinya masyarakat setempat tergugah menjaga perairan Muara Sukabangun. Dimana pada akhirnya, mereka berupaya agar kehidupan Ale-Ale tetap lestari.

Ale-Ale adalah sebuah mata rantai kehidupan masyarakat Sukabangun Dalam. Endapan pasir yang dibawa dari perhuluan Sungai Pawan menjadi habitat hidup Ale-Ale. Walaupun isi ale-ale sampai saat ini masih diolah secara tradisional, dan kulitnya masih belum difungsikan optimal. Tapi dari kulit binatang laut jenis kerang ini menjadi sebuah potensi dan tantangan bagi masyarakat yang kreatif.

Kulit Ale-Ale sebagian besar hanya dipergunakan sebagai bahan timbunan pekarangan. Satu pick-up, dihargai sekitar Rp 80 ribu. Tanah yang ditimbun dengan kulit ale-ale juga menjadi keras, tak heran sebelum infrastruktur di Ketapang mengenal aspal, jalan-jalan utama puluhan tahun lalu masih ditimbun dengan kulit ale-ale.

Padahal fungsi lain kulit Ale-Ale dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kapur sirih atau juga sebagai bahan utama kerajinan. Potensi kerajinan dari kulit Ale-Ale ini masih terbuka lebar. Menurut Yudo Sudarto SP, M.Si Kepala Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ketapang, kerajinan yang menggunakan kulit Ale-Ale masih terbatas. "Salah satunya baru digeluti kelompok wanita yang dipimpin Hj Sutirah, potensi ini harus kita kembangkan, seperti produk unggulan daerah lain, apalagi Ale-Ale ini hanya ada di Ketapang," papar Yudo Sudarto.

Sumber: www.pontianakpost.com (12 Januari 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts