Jelangkung, Arwah Keranjang Sayur

Menjadi bangsa dengan budaya mistis yang masih kental, bangsa Indonesia tidak asing dengan nama Jelangkung. Salah satu dari beberapa permainan rakyat yang melibatkan makhluk dimensi lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jelangkung diartikan sebagai boneka (orang-orangan) yang dilengkapi alat tulis di bagian tangan atau tengahnya, digunakan untuk memanggil arwah untuk masuk ke dalam boneka tersebut, kemudian akan berlangsung tanya jawab. Jawaban sang arwah diberikan melalui tulisan tangan.

Tidak banyak yang tahu asal mula serta perkembangan Jelangkung di Nusantara. Sejauh ini, budaya Jelangkung dianggap sama tuanya dengan seni tari atau seni pertunjukan lainnya. Padahal, dari temuan sejarah diketahui bahwa permainan Jelangkung berasal dari daratan Tiongkok dan kini sudah punah, hal ini terungkap dari penelusuran ilmiah terakhir yang dilakukan (situs: goo.gl/9dJGn).

Keberadaan tradisi Jelangkung sudah berusia 1.500 tahun. Bukan hanya sekadar menjadi permainan, namun lebih difungsikan sebagai media untuk bertanya tentang peruntungan atau ramalan.

Nama Jelangkung, dianggap berasal dari bahasa Tionghoa “Cai Lan Gong” yang bisa diartikan secara harfiah sebagai “Arwah Keranjang Sayur” karena bentuk Jelangkung di Tiongkok sedikit berbeda dengan bentuk Jelangkung yang populer di Indonesia. Jika di Indonesia berupa boneka dengan kepala dari batok kelapa, dan bagian tangan yang sudah dipasangi alat tulis. Sedangkan Jelangkung Tiongkok menggunakan keranjang sayur sebagai bagian bawah bonekanya agar bisa berdiri.

Pertama kalinya kata Jelangkung muncul pada teks kuno dari abad ke-5, dan apa yang orang Indonesia lakukan untuk bermain Jelangkung persis sama seperti penjelasan dalam teks kuno tersebut. Seperti boneka Jelangkung yang harus dipakaikan baju, ada lagu atau mantra yang harus diucapkan untuk memanggil arwah pengisi Jelangkung, termasuk penjelasan tentang bagaimana Jelangkung bergerak ketika menjawab pertanyaan. Hingga kemudian, alat tulis ditambahkan untuk memperjelas jawaban dari Jelangkung. Belum lagi dengan kunci yang digantung di leher Jelangkung, yang dicelupkan ke dalam gelas kopi atau air putih jika si arwah memintanya.

Kesamaan lain antara Jelangkung Tiongkok dengan Jelangkung Nusantara yakni digemari oleh anak muda, digunakan untuk menjawab pertanyaan yang sepele seperti nomor lotere yang akan menang, atau siapa yang akan menjadi pacar dari siapa.

Jauh sebelum Jelangkung memiliki bentuk seperti ini, dikenal pula permainan mistis bernama “Fu Ji” berupa tangkai kayu berbentuk seperti huruf “Y”. Pada sisi kanan dan kiri dipegang oleh dua orang, sedangkan ujung yang paling bawah bergerak menulis di atas hamparan pasir. Tradisi ini terkait erat dengan agama tradisional Tionghoa, yaitu ajaran Tao yang memiliki banyak metode ramalan.

Kini, tidak hanya menjadi peninggalan budaya kuno, Jelangkung tetap menjadi bagian dari kehidupan populer orang Indonesia. Jelangkung masih menjadi topik yang komersial untuk dijadikan film horor yang sukses, dan Jelangkung juga masih menjadi bahan cerita yang imajinatif selama tetap datang tak dijemput, pulang tak diantar. (dragono halim)

-

Arsip Blog

Recent Posts