Kawasan Wisata Gili Indah

Lombok - Maraknya pariwisata di kawasan wisata Gili Indah yang terdiri Gili Air, Meno dan Trawangan di Lombok Barat (Lobar) membuat kehidupan masyarakat pesisir di daerah tersebut lebih banyak berkiprah di dunia pariwisata. Namun, arah peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya bertumpu pada ekonomi, melainkan aspek kesinambungan dari segi lingkungan (biota laut).

Dalam seminar analisa upaya pemberdayaan masyarakat dan pualu kecil di kawasan wisata Gili Indah, yang berlangsung di Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Mandiri (P3UM), Sabtu (1/9) lalu mencuat dalam kondisi global kepariwisataan yang lesu berdampak pada geliat pariwisata (ekonomi masyarakat) di Gili Indah, juga relatif lesu. Beberapa usaha wisata, menunjukkan kecil sekali persentase masyarakat yang memperoleh pendapatan tinggi dari usaha-usaha wisata. Misalnya, dari jumlah karyawan yang diteliti, profesi ini memberikan porsi 34 persen karyawan hotel (responden) memberikan pendapatan rendah, 58 persen sedang, dan 8 persen dengan pendapatan cukup.

I Gusti Lanang Putra, yang terlibat dalam Tim Peneliti dari Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi NTB, mengungkapkan, gambaran bahwa pekerjaan sebagai karyawan hotel belum memberikan kesejahteraan yang memadai. Menjadi pemandu wisata, karyawan travel, usaha jasa diving, penyewaan alat snorkling, perdagangan cinderamata pun belum memadai untuk mengejar porsi tingginya biaya hidup di sekitar daerah wisata.

Akan tetapi, variabel terkait usaha perikanan di kawasan tersebut memberi harapan bahwa nilai pendapatan yang diperoleh cukup memadai jika dibandingkan terjun langsung menjadi subjek pariwisata. Variabel penangkapan ikan, pemasaran ikan, dan pengawetan/pengolahan ikan, setidaknya memberi deskripsi bahwa masyarakat memiliki opsi untuk memperoleh pendapatan yang layak. Kendati besarannya kecil, berturut-turut 11 persen, 7 persen dan 3 persen (dari responden yang diteliti), namun opsi tersebut masih lebih baik dalam mengukur pendapatan masyarakat, di mana pariwisata dalam keadaan lesu. Ia menyimpulkan, berbagai jenis pekerjaan secara sendiri-sendiri (tanpa difersivikasi usaha) masih belum mampu memberikan tingkat penghasilan yang tinggi bagi masyarakat pesisir.

Namun, opsi penangkapan ikan, apalagi di daerah wisata tersebut terdapat potensi wisata (terumbu karang) yang mesti dijaga kelestariannya, maka menjadi lebih baik ketika peningkatan kesejahteraan masyarakat dari sisi PAD dibarengi dengan pemeliharaan lingkungan. Ir Siti Hilyana, Sekjen Konsorsium Mitra Bahari (KMB) Regional Cabang (RC) NTB, mengatakan, pengembangan pariwisata di NTB masih fluktuatif. Kendati pariwisata merupakan lahan bagi pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun aspek kesinambungan sangat penting untuk diperhatikan.

Dalam kondisi pariwisata lesu, maka alternatif usaha apa yang lantas dapat dipilih masyarakat untuk dikembangkan dan tidak merusak lingkungan. "Pariwisata secara ekonomi bisa meningkatkan pendapatan, tetapi recovery (penyembuhan-red) apa yang paling sustainable (cocok-red) agar lingkungan bawah laut dapat terpelihara. Apalagi, ketika pariwisata mengalami kelesuan," ujarnya.

Ia menilai, peningkatan PAD bukan satu-satunya alasan bagi sektor pariwisata lantas mengorbankan keseimbangan lingkungan. Mengingat sebagian masyarakat memanfaatkan potensi laut sebagai sumber perekonomian. Tentunya dengan pertimbangan sektor pariwisata mengalami kelesuan, maka keseimbangan ekosistem bawah laut rentan terkontaminasi.

Sumber: www.suarantb.com (5 September 2007)
-

Arsip Blog

Recent Posts