Pasar Wadai Ramadan Masuk Kalender Wisata Kalimantan Selatan

Banjarmasin - Ramadan Cake Fair (Pasar Wadai Ramadan), telah ditetapkan sebagai kalender pariwisata tahunan oleh Pemerintah Kalimantan Selatan.

“Pasar Wadai Ramadan, yang semula hanya menjadi ajang ngabuburit warga Banjarmasin, saat ini telah menjadi pesta budaya masyarakat Kalimantan Selatan,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin, Hesly Junianto, Kota Banjarmasin, Selasa.

Di Pasar Wadai Ramadan dijual juga ornamen, penganan, dan pakaian tradisonal masyarakat Kalimantan Selatan.

Pasar Wadai juga dimeriahkan aneka kesenian tradisional, seperti madihin, balamut (seni tutur), rebana, jepin, tari-tarian dan musik panting.

Ribuan pengunjung setiap sore datang ke Pasar Wadai, yang kini telah menggelar lebih dari 100 kios, di sekitar Jalan Sudirman dan di tepi Sungai Martapura, Banjarmasin.

Menurut Junianto, Pasar Wadai Ramadan sudah ada sejak tahun 70-an. Saat itu hanya kelompok-kelompok kecil saja, hingga kurang teratur dan menganggu keindahan kota.

Mulai tahun 80-an, pemerintah kota Banjarmasin mengatur pedagang Pasar Wadai di satu lokasi, lalu dinamakan Ramadan Cake Fair, yang digelar setiap tahun.

Sementara itu Kepala Bidang Pariwisata dan Budaya Dinas Pariwisata Banjarmasin, Noor Hasan menjelaskan Pasar Wadai bukan hanya melestarikan seni budaya saja, tapi juga penganan tradisional.

"Banyak kue yang hampir punah lantaran jarang ditemui di hari biasa, bisa ditemukan pada saat pegelaan pasar Ramadan. Ini membuktikan kegiatan tahunan itu mampu melestarikan budaya," kata Noor Hasan.

Setidaknya ada 41 satu macam kue tradisional yang dijual pada acara ini. Belasan diantaranya, merupakan kue khas suku Banjar yang nyaris punah.

Menurut Noor Hasan tak sedikit penganan tradisional itu yang tak terdata dan diketahui. Kue-kue itu hanya muncul bila ada hajatan, kenduri, atau acara ritual lainnya di masyarakat Suku Banjar.

Penganan tradisional yang nyaris punah itu antara lain seperti kue kelalapon, kue kakikicak, sasagon, cucur, wajik, cangkarok batu, bubur habang, bubur putih, apam habang, apam putih, bingka barandam, garigit, ilat sapi, dan wadai satu.

Diantara penganan tersebut, ada yang dibuat hanya untuk kebutuhan ritual atau kenduri. Penganan itu hilang setelah banyaknya penganan modern dan makanan kecil siap saji, seperti kue-kue kering yang diproduksi perusahaan besar di Pulau Jawa. (Ant/OL-03)

Sumber: www.mediaindonesia.com (2 Oktober 2007)
-

Arsip Blog

Recent Posts