Sensasi dan Romantisme Pulau Seram

Oleh A Ponco Anggoro

Harmoni alam di Saleman, Teluk Sulaiman, Pulau Seram, Maluku, telah menyuguhkan simfoni indah bagi Hans Dederichs (61) dan Grit Moeckel (43), sepasang kekasih asal Jerman. Di wilayah timur Nusantara nun jauh dari hiruk pikuk, sejoli itu meneguhkan kembali cinta yang dijalin 20 tahun silam.

Di bawah sinar redup bulan sabit, Hans dan Grit duduk di pendapa yang menjulur di atas air laut, tepatya di ujung Dermaga Ora Beach Resort, Negeri Saleman, Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Deburan ombak menguatkan romantisme mereka.

Dalam kedamaian alam itulah, keduanya mempererat hubungan cinta yang telah terjalin selama 20 tahun lalu. ”Baru di tempat ini kami merasakan cinta yang sesungguhnya,” tutur Hans tersenyum.

Tidak pernah tebersit dalam pikiran sebelumnya, kerekatan cinta itu justru mereka temukan di Saleman—negeri yang terpisah ribuan kilometer dari Jerman. Apalagi, perjalanan darat dan laut yang meletihkan dari Ambon, ibu kota Maluku, sudah hampir meluruhkan bayangan mereka akan pesona tempat wisata yang mereka unduh dari internet.

Perjalanan darat dan laut dari Ambon membutuhkan waktu 5 jam. Dari Ambon, terlebih dulu mereka harus ke Pelabuhan Tulehu, Maluku Tengah. Lalu menggunakan kapal menuju Masohi, ibu kota Maluku Tengah, di Pulau Seram. Selanjutnya, perjalanan darat sejauh 83 kilometer.

Sepanjang 7 kilometer jalan menuju Saleman dari Jalan Trans Seram masih berupa jalan pasir dan batu, banyak tikungan dan tanjakan. Medan jalan yang buruk inilah yang juga sempat meluruhkan semangat Hans dan Grit berwisata di Saleman.

Namun, setibanya di negeri berpenduduk 1.687 orang itu, segala rasa kesal, letih, dan jenuh langsung lenyap. Lanskap alamnya membayar semuanya.

Rumah-rumah kecil milik warga diapit oleh air laut dan tebing pipih setinggi 400 meter. Tebing pipih yang dibalut hehijauan vegetasi itu terlihat di sepanjang Negeri Saleman. Tak jauh dari situ tampak hamparan pasir putih dinaungi pohon nyiur yang melambai-lambai.

Di tepi pantai, air laut yang jernih memungkinkan berbagai jenis terumbu karang dan lamun (biota laut) terlihat jelas. Terlihat jelas pula beraneka jenis ikan, warna-warni, bermain-main di sela-sela terumbu karang.

Lanskap alam yang indah ini ditambah lagi suasana hening yang disuguhkan Ora Beach Resort. Sunyi, karena resort ini berada di Pantai Ora yang hanya bisa dicapai dengan speed boat dari Negeri Saleman selama 15 menit. Di sini, wisatawan bisa menginap di bungalo yang dibangun di atas laut.

”Lokasi ini seperti harta karun terpendam,” ujar Grit yang baru pertama kali datang ke Saleman meski sudah setidaknya enam kali datang berlibur di Indonesia.

Selama 3 hari tetirah di Saleman, Hans dan Grit bisa menghabiskan waktu berduaan di Pantai Ora yang berpasir putih. Aktivitas snorkle di depan bungalonya tidak membuat mereka terusik. Tak ubahnya mereka mengulang bulan madu.

Mereka juga menikmati sejuknya ”air belanda”—sebutan warga setempat untuk sungai kecil yang mengalir dari gunung dan bermuara di Teluk Sulaiman. Tempat ini pernah jadi basis pertahanan tentara Belanda pada 1883.

Di tempat ini pula pengunjung melihat ribuan burung yang oleh warga setempat dinamai ”lusiala” terbang berhamburan keluar dari gua di tebing pipih. Pemandangan itu tersuguh setiap petang pukul 18.30 WIT. Terbangnya ”gerombolan” burung ini sampai memakan waktu 3 menit untuk keluar

arah laut lepas. Keluarnya lusiala ini menjadi patokan azan magrib bagi umat Muslim setempat.

”Burung itu seperti makhluk gaib. Warga berulang kali pernah mencoba menangkapnya, tetapi selalu saja burung lepas,” ujar Surya Makatita, pejabat sementara Kepala Negeri Saleman. Sebutan ”negeri”, berdasarkan regulasi daerah setempat, setara dengan desa di tempat lain.

Riyadi Sapto Sasongko (40), pemandu wisata di Ora Beach Resort, mengatakan, snorkle, air belanda, dan burung lusiala merupakan bagian dari keunikan Saleman.

Pengelola Ora Beach Resort, Alvin Latuconsina, mengatakan, daya tarik wisata di Saleman dan sekitarnya itu bisa menarik sekitar 10 turis mancanegara setiap bulan. Pada musim liburan, Desember-Januari dan Juni-Agustus, jumlah pengunjung bisa meningkat dua kali lipat.

Selain Ora Beach Resort, wisatawan juga dapat menemukan suasana lain dengan menginap di Pondok Wisata Lisar Bahari di Negeri Sawai, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah. Negeri ini bersebelahan dengan Saleman. Bisa ditempuh melalui laut dari Saleman atau dari Jalan Trans Seram.

Rumah di atas laut
Penginapan berlokasi di antara permukiman penduduk yang hampir 40 persen di antaranya membangun rumah di atas laut. Penginapan ini pun dibangun di atas laut dengan terumbu karang dan ikan karang beraneka warna menghiasi dasar laut.

Muhammad Ali, pemilik penginapan, mengatakan, selain snorkle, pengunjung juga bisa melintasi Sungai Salawai untuk melihat proses pembuatan sagu, pengambilan buah kelapa, atau melihat beragam jenis burung di muara sungai di Teluk Sulaiman.

Wisatawan juga bisa trekking melintasi hutan yang masih lestari di balik Negeri Sawai, menuju Pusat Pendidikan dan Rehabilitasi Satwa di Dusun Masihulan, Sawai, tempat melihat penangkaran burung kakaktua seram dan nuri seram. Jangan lupa melihat gua, air terjun, atau menghabiskan malam di pondok, di tengah hutan, yang sengaja dibangun oleh Ali.

Kegiatan-kegiatan ini bisa menyedot wisatawan sampai 500 orang setiap tahun. Mayoritas turis asing dari Belanda, Amerika Serikat, dan Jepang. Bahkan, tahun ini, sudah 20 grup turis dari sejumlah negara yang pesan temmpat. Setiap grup berjumlah sedikitnya 10 orang.

Aktivitas pariwisata di Teluk Sulaeman, persisnya di Saleman dan Sawai ini, sebetulnya sudah dirintis sejak pertengahan 1990. Namun, saat mencapai puncak kejayaan, industri ini meredup, bahkan mati total akibat kerusuhan Maluku pada 1999.

Geliat pascarusuh
Industri pariwisata baru bergeliat kembali sekitar tahun 2005. Dua pemilik/pengusaha penginapan, Ruswan Latuconsina (Ora Beach Resort) dan Ali menjadi motor penggeraknya. Mereka memanfaatkan media internet guna menyambangi biro-biro perjalanan wisata di Ambon ataupun Jakarta demi mengenalkan wisata di Teluk Sulaiman.

Pelayanan yang memanjakan turis selalu mereka kedepankan sehingga dari turis yang pernah datang, menyebar pula informasi ke beberapa turis lainnya.

Masyarakat sendiri menyambut baik kehadiran para turis mancanegara. Setidaknya terlihat saat Hans dan Grit berkunjung ke permukiman warga di Saleman untuk melihat lusiala, awal Maret lalu.

Senyum dan sapaan sekenanya dari warga buat turis mancanegara ikut menambah keunikan Negeri Saleman. Setiap bertemu turis asing, warga berujar, ”Hello, Mister....”

Di wilayah kepulauan rempah-rempah inilah Hans dan Grit meneguhkan kembali komitmen cinta mereka. Bagaimana dengan Anda?
__________

A Ponco Anggoro

-

Arsip Blog

Recent Posts