Sulit Buat HAKI, Produk Lokal Nusa Tenggara Barat Dicomot Daerah lain

Nusa Tenggara Barat - Kesulitan para pengusaha kerajinan mendapatkan HAKI (Hak Cipta Kekayaan Intelektual) menimbulkan kerugian dari para pengusaha lokal untuk melindungi kreasi dan ciptaan mereka. Tidak hanya itu, karena belum bisa mengantongi HAKI tersebut, tidak sedikit produk lokal diakui sebagai produk daerah lain.

Hal ini dikeluhkan oleh salah satu pengusaha kerajinan batok kelapa, H. Anhar saat acara sosialisasi pembukaan dan penjualan stand Inacraft 2008 di Dinas Perindag NTB, Rabu (29/8) kemarin.

Anhar menjelaskan, dirinya merasa dirugikan dengan sulitnya mendapatkan HAKI. Pasalnya, kerajinan lokal seperti cukli, gerabah bahkan mutiara NTB pun sudah dijual di stand-stand milik pemda lain. 'Saya melihat sendiri, peti cukli kita dijual di stand Jakarta saat Inacraft tahun 2007 kemarin. Mereka mengaku bahwa yang membuat kerajinan itu bukan NTB melainkan Jakarta, sehingga banyak buyer yang langsung memesan melalui mereka,' ungkap Anhar. Tidak hanya cukli saja, botol-botol madu yang diyakininya tidak berasal dari Sumbawa banyak terlihat di stand propinsi lain dengan label madu Sumbawa.

Ketua Asephi NTB, B. Diyah R. Ganefi selaku promotor penjualan stand Inacraft di Jakarta, juga mengakui hal tersebut. Menurutnya, persoalan belum adanya hak cipta yang menyebabkan kebingungan serta kerugian besar pengusaha lokal yang notabene berniat untuk melebarkan sayap ke tingkat nasional dan internasional cukup memprihatinkan. Karena saat pameran NTB tidak bisa maksimal untuk menjual kerajinan khas yang bisa menarik minat para konsumen.

Menjawab pertanyaan tersebut, Kadisperindag NTB, Drs. H. Syarifuddin, MM, mengakui bahwa persoalan HAKI dari tahun ketahun selalui menjadi topik yang menarik untuk dikupas. Dirinya juga mengakui untuk mendapatkan HAKI dari suatu ciptaan khususnya kerajinan tidaklah gampang. Banyak prosedur yang harus diikuti dan dipenuhi, ditambah lamanya proses yang harus ditunggu, sehingga pengusaha dibuat putus asa. 'Ya kenyataannya memang demikian, sangat sulit untuk mendapatkan HAKI, selain persyaratannya banyak juga lama dan sangat susah,' ujar Syarifuddin.

Lalu bagaimana solusi yang harus ditempuh agar pengusaha lokal bisa selamat dari para 'pencuri' hak cipta? Syarifuddin menegaskan, dirinya memang tidak bisa memberikan solusi yang jitu, namun pengusaha bisa menggunakan cara saling menghormati ciptaan orang lain. 'Walau belum ada HAKI, tetapi ada etika dari para pengusaha lokal untuk saling menjaga dan saling menghormati ciptaan teman lain serta terus menerus berkreasi, sehingga perajin luar tidak bisa mengejar para perajin lokal. Sehingga para pembeli pun terus menerus tergantung dan tertarik pada produk NTB,' ujarnya.

Sumber: www.suarantb.com (31 Agustus 2007)
-

Arsip Blog

Recent Posts