Wayang Kontemporer “Willem van Oranje” Pukau Warga Belanda

Delft, Belanda - Penampilan wayang kulit kontemporer "Willem van Oranje" yang dibawakan Ki Ledjar Soebroto asal Yogyakarta didampingi cucunya Ananto Wicaksono berhasil memukau lebih dari 600 penonton dalam enam kali pertunjukkan di Museum Nusantara, Delft, Belanda, Minggu.

Rangkaian pertunjukkan wayang kulit "Willem van Oranje" sebagai bagian dari dibukanya kembali Museum Nusantara Delft, ujar Ananto Wicaksono dalam wawancara khusus dengan koresponden Antara London, Minggu.

Pertunjukkan wayang kulit Willem van Orange yang berlangsung selama satu jam itu dengan penampilan wayang yang mengambarkan tokoh dalam sejarah itu diiringin dengan musik yang mendukung suasana pementasan.

Salah seorang penonton asal Belanda, Geert van Waveren mengakui pertunjukkan wayang kontemporer menceritakan kisah Willem van Oranje merupakan pertunjukkan yang sangat unik dan menarik.

Geert van Waveren, spesialis anak mengakui pertunjukkan wayang kontemporer itu merupakan pertunjukkan wayang yang berbeda dengan pertunjukkan wayang biasanya dan baru pertama kali dilihat.

Pertunjukan Wayang Kulit "Willem van Oranje" yang pertama kali dilakukan di Belanda 11 Maret lalu itu menceritakan kisah penguasa Belanda Willem van Oranje yang terbunuh di tahun 1584 oleh Balthasar Gerards asal Perancis.

Pangeran William yang dijuluki dan dikenal sebagai William dari Orange atau nama panggilan William Diam, dan di Belanda sering disebut sebagai Bapa Bangsa.

Menurut Ananto Wicaksono, bagi bangsa Belanda, Pangeran William yang lahir di Castle Dillenburg , 24 April 1533, mendapat tempat istimewa dihati mereka.

Disebutkan pada awalnya William menjadi gubernur untuk raja Spanyol namun kemudian inisiator menentang dan sekaligus pemimpin pemberontakan melawan penguasa dari Belanda- Spanyol, Raja Philip II.

Pertunjukkan wayang kulit buatan Mbah Ledjar seringkali ditampilkan di Tong Tong Fair, pagelaran Eurasia terbesar di Eropa yang digelar tiap tahun di Den Haag merupakan pesanan khusus Museum Nusantara.

Dua tahun lalu Ki Ledjar Soebroto membawakan Wayang Revolusi. Tahun ini rencananya Ki Ledjar akan membawakan Wayang Kulit mengenai meletusnya Gunung Merapi tahun lalu.

Selain pertunjukkan wayang kulit tersebut, satu set wayang kulit buatan Ki Ledjar Soebroto juga dijadikan koleksi permanen di museum tersebut.

Wayang Kulit buatan Ki Ledjar lainnya juga telah menjadi koleksi permanen di berbagai museum di Belanda, antara lain Wayang Kulit VOC di Westfries Museum, Hoorn, dan Wayang Kancil di Tropenmuseum, Amsterdam.

Menurut Cindy Smits, warga Belanda yang juga mengajar di Instituut Indonesische Cursussen di Leiden, pertunjukkan sore itu sangat menarik dan berbeda dengan pertunjukan wayang yang ia lihat sebelumnya.

Sementara itu seorang arkeologi di salah satu Prof Hedi Hinzler yang membantu terlaksananya pagelaran wayang Willem van Oranje mengakui bahwa digelarnya pertunjukkan wayang tersebut menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat Belanda khususnya anak anak.

Hedi Hinzler, ahli purbakala Asia mengakui bahwa dengan digelarnya pertunjukkan wayang "Willem van Oranje" , warga Belanda bisa menyaksikan sejarah dalam bentuk lain.

Menurut Nanang, dibuatnya wayang yang mengisahkan perjuangan Pangeran William dalam bentuk wayang bertujuan sebagai wahana pendidikan anak-anak untuk memahami tentang sejarah Belanda.

Selain dalam bentuk wayang yang akan dipamerkan, juga disertai pemutaran film animasi Wayang William van Oranje yang dibuat Ananto Wicaksono sendiri.

-

Arsip Blog

Recent Posts