Pemerintah Dituding Rampas Hak Hibah Ahli Waris Kesultanan Siak

Siak, Riau - Kesultanan Siak Sri Indrapura, sudah lama vakum sejak Indonesia merdeka. Sultan Syarif Kasim II sebagai raja terakhir sudah lama wafat. Namun kini, harta yang ditinggalkannya yaitu Istana Limas menjadi rebutan Pemerintah Kabupaten Siak, dan ahli waris sultan.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan harta warisan Kesultanan Siak? Istana Siak masih berdiri megah sebagai saksi bisu bukti sejarah kejayaan Kesultanan Siak. Istana itu berada di tengah kota Siak Sri Indrapura, ibukota Kabupaten Siak. Nama Siak, yang berasal dari kerajaan Kesulatanan Siak ini pun diabadikan menjadi nama kabupaten.

Dalam sejarah, Kesultanan Siak memiliki garis keturunan hingga raja ke-12 yakni Sultan Syarif Kasim II sebagai raja terakhir. Aset kerajaan yang sampai kini masih mentereng berdiri di tepi sungai Siak itu adalah Istana Siak. Di sebelah kanan istana, ada Istana Limas yang dulunya sebagai tempat peristirahatan Sultan Syarif Kasim II yang juga mendapat gelar sebagai pahlawan nasional.

Istana Limas ini berdiri di atas tanah sekitar 2.000 m2 dengan luas bangunan tua sekitar 800 m2. Istana kecil inilah yang kini menjadi rebutan antara Pemkab Siak dengan ahli waris anak tiri Sultan Syarif Kasim II.

Pemkab Siak, menuding keluarga ahli waris melawan hukum. Dasarnya, pemerintah berpijak pada UU No 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya serta PP No 6 Tahun 2006 tentang pengolahan barang milik negara/daerah. Di samping itu, Pemkab Siak juga menggugat ahli waris dengan patokan Permendagri No 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengolahan barang milik daerah.

"Saya tak habis pikir, Pemkab Siak menggugat kami selaku ahli waris yang menempati Istana Limas itu. Kami dianggap orang yang melawan hukum. Hukum mana yang kami lawan. Kami menempati rumah ini sesuai dengan surat hibah sultan," kata Syaed Hasyim anak tiri sultan dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (29/4/2001).

Kasus sengketa milik Kesultanan Siak ini pun, kini tengah berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Siak. Pemkab Siak ngotot untuk meminta ahli waris untuk keluar dari Istana Limas. Padahal, kata Hasyim, sebelum Sultan Syarif Kasim II wafat, terlebih dahulu telah mengeluarkan surat hibah untuk anak-anak tirinya. Surat hibah itu dikeluarkan sultan pada 25 Mei 1968.

Dalam surat hibah, No B/1/135/ di Pengadilan Agama saat itu disebut Mahkamah Syariah Tingkat I Pekanbaru, sultan sudah menghibahkan harta miliknya termasuk harta orangtua sultan yakni Sultan Syarif Kasim I. Surat hibah itu menjelaskan, Istana Limas diserahkan kepada anak-anak tirinya.

Masih menurut cerita Hasyim anak tiri sultan ini, surat hibah itu diperkuat oleh Derektorat Peradilan Agama di Jakarta pada 1 November 1968. Dalam surat tersebut, dijelaskan surat hibah yang dikeluarkan sultan adalah sah sesuai ketetapan perundang-undangan.

"Surat hibah itu malah dilegalisir dan ditandatangani Wakil Direktur Direktorat Peradilan Agama RI yakni A HZA Nuch. Dasar surat hibah inilah kami tetap bertahan untuk menempati apa yang telah dihibahkan ayah tiri kami. Tapi kenapa Pemda Siak justru menuding kami orang yang melawan hukum. Kami ini menempati rumah peninggalan ayah kami, sesuai dengan surat hibah yang juga berkekuatan hukum," kata Hasyim.

"Kami sudah 50 tahun di rumah itu, malah kami sama-sama bersama sultan semasa hidupnya. Kok seenaknya malah pihak pemerintah menuding kami ahliwaris yang melawan hukum," kata Hasyim.

Anak Tiri Sultan
Mengenai anak tiri Sultan Siak, memang tidak banyak tercatat oleh sejarah. Sultan Syarif Kasim II hanya tercatat menikah dua kali. Namun sebenarnya, sultan mengalami 4 kali pernikahan. Seperti dituturkan Hasyim, awalnya Sultan Syarif Kasim mempersunting Sarifah Latifah dari Kesultanan Deli, Medan. Namun pada tahun 1929, Sarifah meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan. Selanjutnya, sultan menikahi adik istrinya yakni, Tengku Fadhlon.

"Istri keduanya ini dicerai sultan, karena meninggalkan sultan. Istri keduanya menikah dengan Tengku Mahmud. Dari perkawinan kedua ini, sultan juga tidak memiliki anak," kata Haysim.

Sultan kembali menikah untuk ketiga kalinya dengan Syariefah Syifah, namun bercerai tanpa sempat memiliki anak. Sultan menikah yang keempat kalinya, dengan Syariefah Fadhlun pada 17 Februari 1957 di Kantor Urusan Agama Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta. Saat itu, sultan sudah tidak lagi bertahta. Syariefah adalah janda beranak empat yaitu Syarief Soud, Syariefah Faizah, Syaed Hasyim, Syaed Lukman.

"Walau kami anak tiri, namun kami sudah dianggap anak kandung sultan. Kami hidup dengan damai bersama ayah kami yang di penghujung hidupnya jatuh miskin. Bukti kami sudah seperti anak kandunganya, kami menerima harta hibah dari sultan salah satunya Istana Limas yang kini mau dikuasai Pemda Siak," tutur Syaed Hasyim.

Sultan menurut Hasyim memang luput dari perhatian pemerintah sehingga hidup serba kekurangan. Padahal kata Hasyim, Sultan pernah menyumbangkan dana 3 juta Gulden dan emas tiga gantang kepada pemerintahan Soekarno untuk dana perjuangan. Bahkan sampai Sultan sakit pun istrinya yang menemani sampai Singapura. Dari sana Sultan pindah di Pulau Padang, gugusan pulau kecil di sekitar Pulau Batam. Sultan hidup miskin dan sakit-sakitan diakhir hayatnya. Istri keempatnya inilah yang selalu merawat hingga sultan meningal dunia 23 April 1968 silam. Sebagai wujud cinta kasih terhadap istri keempatnya, sultan menurut Hasyim mewariskan Istana Limas yang kini diributkan dengan Pemkab Siak.

"Kami diajukan ke pengadilan, dianggap Pemda Siak sebagai orang yang melawan hukum. Padahal kami menempati rumah peninggalan sultan berdasarkan surat ahli waris yang dia keluarkan semasa hidupnya," kata Syaed.

-

Arsip Blog

Recent Posts