Kemandirian Festival Lima Gunung Jadi Pemikat

Magelang, Jateng - Kemandirian penyelenggaraan Festival Lima Gunung (FLG) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, oleh komunitas seniman petani setempat menjadi daya pikat berbagai kalangan, kata pengamat seni dan budaya Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Joko Aswoyo.

"Saya kagum, salah satunya karena kemandirian teman-teman mengembangkan budaya secara organis melalui FLG yang lepas dari pemerintah," katanya ketika dihubungi dari Magelang, Senin.

Rangkaian FLG ke-10 yang dipusatkan di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, kawasan antara Gunung Merapi dengan Merbabu, telah dimulai sejak Jumat (1/7) dan akan berpuncak pada Minggu (10/7).

Puncak festival itu antara lain ditandai dengan kirab budaya, pementasan kesenian tradisional, kontemporer, dan kolaborasi, performa, pameran foto, peluncuran buku, dan orasi budaya.

Festival tahunan itu diselenggarakan secara mandiri oleh seniman petani setempat yang tergabung di Komunitas Lima Gunung (KLG) Magelang yang meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.

Ia mengemukakan perlunya suatu festival diselenggarakan secara mandiri. "Independensi sebuah festival memang perlu," kata Joko yang juga pengajar Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta itu.

Nama Magelang, katanya, terangkat karena salah satunya oleh aktivitas cukup intensif KLG dalam berkesenian dan mengembangkan tradisi budaya desa serta gunung-gunung setempat.

"Seandainya asumsi saya benar, mungkin ini sebuah model pengembangan kesenian yang pas karena berdasarkan pada budaya masyarakat lokalnya," kata Joko yang sedang meneliti KLG untuk meraih gelar doktor di ISI Surakarta itu.

Aktivitas seniman petani KLG, katanya, berbasis kesenian tradisional dan tradisi masyarakat di kawasan desa dan gunung masing-masing tetapi karya mereka tidak sekadar suatu pementasan kesenian.

Tetapi, katanya, pergelaran mereka antara lain mengusung nilai-nilai kemanusiaan, sarat dengan pesan moral, dan berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa, serta negara. "Kekuatan kehidupan kesenian rakyat bersandar pada mitos-mitos," katanya.

Ia mengemukakan, festival tahunan KLG itu juga sebagai ajang silaturahim antaranggota komunitas tersebut.

Biasanya, katanya, suatu festival menjadi ajang peserta untuk memperluas jaringan dan menambah wawasan guna pengembangan aktivitas mereka selanjutnya.

Ia mengemukakan, FLG sebagai ajang kegembiraan puncak anggota komunitas dan capaian kreativitas mereka yang digelar secara bersama-sama.

"Keunikan temen-teman (KLG,red.) yang mungkin tidak dipunyai oleh komunitas lain. Di balik kegembiraan itu ada pembelajaran bagi masy juga dan masyarakat menunggu capaian-capaian yang lain dari sebuah festival itu," katanya.

Sekitar seribu seniman petani KLG bakal menyuguhkan pementasan pada puncak FLG ke-10 dengan mengusung tema "Tembang Kautaman" itu, sedangkan beberapa seniman berasal dari sejumlah kota di luar Magelang juga akan mementaskan karyanya di arena festival.

-

Arsip Blog

Recent Posts