Lawang Sewu Saksi Bisu Pembantaian Tentara Keamanan Rakyat

Semarang, Jateng - Gedung Lawang Sewu, yang lama tak terawat, kini cantik dan megah setelah PT Kereta Api (Persero) mengonservasi bangunan tua yang menonjol kesan mistisnya tersebut. Ibu negara Ani Yudhoyono akan meresmikan pemanfaatan gedung rancangan arsitek Amsterdam, Belanda, Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag, itu.

Bangunan tua peninggalan penjajah Belanda tersebut tak hanya menjadi landmark Kota Semarang, Jateng, tetapi juga bernilai sejarah tinggi. Gedung yang jika dilihat dari atas menyerupai huruf L ini menjadi bagian dari tonggak bersejarah perkeretaapian di Indonesia, di mana Semarang Tanggung adalah jalur kereta api pertama yang dibangun dan dioperasikan Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).

Jalur tersebut kemudian berkembang menjadi jalur Semarang-Solo-Yogya. Tujuan awal pembangunan jaluri itu untuk mengangkut hasil bumi dari daerah Voorstenlanden (kerajaan Jawa, Surakarta dan Yogyakarta) ke pelabuhan di Semarang, menggantikan angkutan tradisional berupa cikar (gerobak ditarik sapi). Semakin berkembangnya perusahaan NIS, diikuti bertambahnya pegawai, yang berarti membutuhkan ruangan dan kantor lebih besar.

NIS, perusahaan swasta di Den Haag, Belanda, itu kemudian memilih lokasi yang berada di pinggir kota dekat rumah dinas residen Semarang. Lokasinya di sudut pertemuan Bodjongweg (Jalan Pemuda) dan jalan menuju Kendal (Jalan Mgr Soegijapranata). Mereka awalnya menunjuk P du Rieu tetapi belum sempat terlaksana kemudian diganti Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag.

Menurut Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Ir Totok Roesmanto M Eng, pembangunan Lawang Sewu dan bangunan- bangunan di sekitarnya, termasuk rumah dinas residen Semarang, mengacu teknik dan pola tata ruang urban design. Jika diperhatikan, semua bangunan yang ada di sekitar Wilhelmina Plein (Taman Wilhelmina, sekarang taman Tugu Muda) menghadap satu titik.

"Ini bukan karena kebetulan tapi dipikirkan matang-matang," jelasnya kepada Tribun Jogja di ruang kerjanya, Rabu (22/6).

Gedung NIS kemudian dikenal sebagai Lawang Sewu (pintu seribu), karena memiliki banyak pintu dan jendela jendela besar mirip pintu. Gedung ini, dulu, tak hanya sebagai kantor administrasi perusahaan kereta api tetapi juga dipersiapkan untuk menyambut Koloniale Tentoonsteling (pasar malam) pada 1914.

"Ada kaitannya dengan pasar malam terbesar di Asia masa itu, dan sampai saat ini belum ada perhelatan serupa yang mampu menyaingi di Indonesia. Barat sampai timur, mulai dari perempatan Bergota sampai perempatan Bangkong, sedangkan utara Jalan Pandanaran dan sekarang Jalan Ahmad Yani sampai ke selatan Jalan Sriwijaya dan Veteran," papar Totok.

***
KAITAN gedung ini dengan peristiwa sejarah lain, setelah Proklamasi Republik Indonesia 1945 dikumandangkan. Saat itu tentara Jepang, yang sudah menyerah kepada Sekutu, menyerang polisi Indonesia dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), sehingga menimbulkan banyak korban jiwa di kedua belah pihak. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Lima Hari di Semarang (15 Oktober- 20 Oktober 1945), di depan gedung Lawang Sewu, dan kemudian dibangun Tugu Muda sebagai tugu peringatan.

Kala itu, konon, di depan halaman Gedung Lawang Sewu dilakukan pembantaian TKR dan para pemuda yang tertangkap tentara Jepang. Menurut Kustini, wanita yang pernah bermukim di gedung tersebut, saat ia dan suaminya Ranto menghuni lokasi tersebut, di halaman depan terdapat lima makam pemuda yang tewas saat pertempuran Lima Hari di Semarang.

"Sekitar 1973 masih ada makam di halaman depan tapi kemudian dipindah pemerintah ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal. Sekarang di atas bekas makam tersebut dibangun monumen," tambahnya.

Semaoen, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI), pernah memimpin pemogokan serikat buruh kereta api dan trem di Semarang, termasuk para pegawai NIS. Mantan pegawai Surabaya Statsspoor (perusahaan kereta api milik negara) ini pernah menjadi ketua Sarekat Islam (SI) Semarang, dan kemudian memimpin SI Merah, lalu bergabung dengan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), dan akhinya berubah menjadi PKI.

Lantaran ingin melestarikan bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah, PT Kereta Api (Persero) membentuk unit pusat pelestarian benda dan bangunan bersejarah, yang bertugas menyelamatkan dan mengonservasi peninggalan peninggalan sejarah milik operator tunggal KA tersebut. Menurut Sapto Hartoyo, manajer Humas Daop IV Semarang, rencananya yang akan dikonservasi tak hanya Lawang Sewu tetapi juga Stasiun Ambarawa, Tanggung, Tuntang, Bedono, Jambu, dan Poncol.

"Sebagai langkah awal kami mengonservasi Lawang Sewu karena memiliki nilai sejarah tinggi bagi kami," katanya.

Sapto menjelaskan, konservasi Gedung Lawang Sewu mulai dilakukan setelah unit tersebut terbentuk, April 2009. "Kami sudah mengonservasi selama dua tahun ini untuk tahap pertama, menggunakan dana internal PT Kereta Api sekitar Rp 4 miliar. Rencananya bangunan tersebut akan digunakan sebagai tujuan wisata dan kegiatan pameran atau kesenian," bebernya.

Bangunan itu setelah selesai dikonservasi tak boleh digunakan untuk kegiatan komersial atau bisnis. Saat ini baru bangunan depan dan belakang yang dikembalikan sesuai aslinya, sedangkan bangunan di samping akan dikonservasi pada tahap kedua. "Rencananya bangunan samping akan digunakan sebagai perkantoran, kantor pengelola, dan atau disewakan untuk menutupi biaya perawatan yang tinggi," tuturnya.

Menurut Sapto, selain acara peresmian penggunaan Gedung Lawang Sewu dan pembukaan pameran kerajinan seni oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), 5-9 Juli 2011, pada Jumat (15/7) mendatang akan digelar acara konser musik jazz. Penyelenggarannya bekerjasama dengan komunitas musik tersebut di Semarang. "Kami juga sudah menjalin kerja sama dengan Dinas Perdagangan dan Dinas Pariwisata Provinsi Jateng serta Kota Semarang, di mana setiap pameran akan digelar di gedung tersebut," ucapnya.

Secara terpisah, Liela Ubaidi, kepala Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan Bersejarah PT Kereta Api (Persero), mengatakan, kantornya mengganti dan memperbaiki semua bagian gedung yang rusak, kemudian mengembalikan sesuai aslinya. "Kami mengonservasi Lawang Sewu sesuai kaidah pelestarian bangunan kuno, dan dibantu konsultan dari Belanda," katanya, saat dihubungi melalui telepon.

Sumber: tribunnews.com
-

Arsip Blog

Recent Posts