Memburu Motif Batik "Rasa" Semarang

Semarang, Jateng - Semarang ternyata memiliki kesejarahan kuat dalam perbatikan. Bukan sekadar karena batik mengalami booming saja. Setidaknya, berdasar penelitian sejarawan Universitas Diponegoro Dewi Juliati, penanda bahwa Semarang memiliki batik bisa dilihat dari adanya kampung kuno, bernama Kampung Batik.

"Hasil penelitian saya menunjukkan, Kampung Batik memang dulu menjadi pusat produksi batik sejak jaman kerajaan. Namun tradisi membatik itu hilang bersama pembumihangusan sentra ekonomi Semarang oleh Jepang," kata Dewi.

Batik Semarang sempat mengalami pasang surut hingga munculnya Sanggar Batik Semarang 16 di tahun 2004. Sanggar ini selain memproduksi batik dengan motif karya sendiri, juga menggelar serangkaian pelatihan di masyarakat maupun sekolah-sekolah.

Menurut Umi S Adisusilo, pendiri sanggar ini, upayanya itu dimaksudkan untuk lebih membumikan tradisi membatik di tingkat warga masyarakat. Dari berbagai pelatihan maupun menyediakan instruktur itulah, pemerintah berhasil menghidupkan kampung Batik.

"Setelah enam tahun, kini kami telah memiliki tempat yang cukup komprehensif. Bukan saja untuk pelatihan dan produksi, namun juga bisa menjadi obyek wisata budaya bagi umum," kata Umi.

Sanggar baru Batik Semarang 16 itu sekarang menempati areal seluas kira-kira 3000 meter persegi. Dalam areal itu, dibangun beberapa unit bangunan, misalnya galeri sebagai ruang pamer, unit mencanting, unit pewarnaan, hingga sebuah joglo yang mengapung di tengah kolam untuk menggelar diskusi atau pertunjukkan seni yang tak butuh tempat luas.

"Konsep saya ke depan, sanggar ini bisa menjadi referensi bagi yang ingin belajar batik. Lebih jauh lagi, saya berharap bisa menjadi museum batik meski skala mikro," tandas Umi.

Tradisi Riset
Apa yang menyebabkan Sanggar Batik Semarang 16 ini bisa lebih maju dibanding perajin lain? Yang pasti, pada era 2000-an memang Sanggar ini satu-satunya yang konsen dan konsisten diproduksi sehingga menjadi pionir perbatikan Semarang mutakhir.

Berikutnya adalah adanya tradisi riset, baik dalam menciptakan motif, mengkomposisikan warna, maupun membuat inovasi rancang busana dan terus mencari ciri Batik bergaya Semarang.

Umi S Adisusilo menjelaskan, sejak awal berdiri sudah melibatkan akademisi, ilmuwan, dan kalangan budayawan untuk mencipta motif, memilih warna dan mempelajari selera publik sebelum melepas produk. "Arsitek semacam bu Widya Wijayanti, sejarawan seperti bu Dewi Yuliati dan masih banyak lagi nama yang terlibat," kata Umi.

Peran orang-orang yang lekat dengan penelitian itulah yang dipertahankan hingga kini. Meski tak lagi terlibat secara aktif, namun tradisi riset itu diturunkan kepada tim muda Sanggar Batik Semarang 16.

Dampaknya, sanggar ini begitu produktif dalam melepas motif yang tematik. Setiap tahun, sanggar ini melepas motif berdasarkan tema. Mulai dari tema ikon kota, kuliner, legenda, folklore, adat kebiasaan, hingga permainan tradisional yang pernah hidup maupun masih hidup di Semarang.

"Sampai tahun ini, kami sudah memiliki lebih dari 800 motif yang semuanya sudah didaftarkan hak ciptanya atau terdaftar HAKI," kata Umi.

Erna Sulistyowati, manajer operasional Sanggar Batik Semarang 16 sekarang, menjelaskan tradisi riset itu telah menjadi ruh bagi mati hidupnya sanggar. "Para desainer motif dan juga bagian pewarnaan kami disyaratkan harus terus belajar," kata Erna.

Riset seperti apa yang dikembangkan sanggar ini? Untuk mencipta motif, biasanya para desainer mempelajari terlebih dulu hal-hal yang sesuai tema. Misalnya tentang legenda kampung-kampung di Semarang. Kemudian mereka mencari sejarah munculnya legenda kampung tersebut.

"Dari situ dituangkan menjadi gambar kasar kemudian distilisasi dan jadilah motif," kata Chatarina, salah satu desainer motif.

Hasil motif itu kemudian dibawa ke rapat besar, untuk mendapatkan masukan ataupun evaluasi. Baru kemudian diproduksi. Menurut Erna, tak jarang motif yang sudah jadi harus batal diproduksi karena tak mendapat persetujuan dari tim.

Berbekal tradisi riset itu, Sanggar Batik Semarang 16 berupaya terus mencari dan mencipta motif yang khas Semarang. "Bahasa kerennya, berburu motif yang memiliki rasa Semarang," kata Umi.

-

Arsip Blog

Recent Posts