17 Pemerintah Adat Nias Lestarikan Jujuran Perkawinan

Gunungsitoli, Sumut - Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (DisParBudPora) Nias Selatan (Nisel), Emilia Liberty Gratianus Fau, S.S mengatakan agar ke-17 Pemerintah Adat (Ori) 4 Kabupaten / Kota Sekepulauan Nias tetap Menjunjung Tinggi dan melestarikan Jujuran (Bowo) Perkawinan (Fangowalu) sebab merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat di Pulau Nias.

"Jujuran (Bowo) merupakan suatu ikatan yang menyatakan dua belah pihak keluarga laki-laki dan perempuan dalam tataran adat Perkawinan Sakral sebagai tradisi peninggalan leluhur masyarakat Nias yang harus di junjung tinggi dan di lestarikan, malah dalam pelaksanaannya Jujuran juga perlu dicermati dan ditelaah sehingga tidak menjadi suatu beban yang dipikul oleh berbagai pihak saat melangsungkan suatu perkawinan", kata Kadis ParBudPora Nisel, Emilia Liberty Gratianus Fau, S.S di Acara Lokakaya Budaya Nias, Selasa (8/9) di Gedung Serba Guna St. Yakobus, Laverna – Gunungsitoli.

Dijelaskannya penetapan basis (bosi atau fato-fato) Jujuran di masing-masing Daerah di Pulau Nias berbeda satu dengan lainnya, antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya memiliki perbedaan secara prinsip metode penetapan Jujuran dalam Tradisi Adat Perkawinan, contoh kourit "Metode penetapan Jujuran di Kecamatan Fanayama tidak kita temukan di Kecamatan Amandraya di Kabupaten Nias Selatan" demikian sebaliknya, "Metode Penetapan Jujuran di Kecamatan Toma tidak kita temukan di Kecamatan Lolomatua".

Keragaman tersebut harus kita pandang sebagai kekayaan budaya yang perlu kita lestarikan karena merupakan Warisan Leluhur yang tidak bernilai harganya, jadi di harapkan kelak Pulau Nias memiliki garis-garis Besar Hukum Adat Perkawinan yang merangkum setiap cara Penetapan Bowo di masing-masing daerah di Pulau Nias.

Diketahui, Jujuran sepengetahuan kita menimbulkan berbagai konsekuensi yang ditanggung oleh Tata Cara Penentuan besarnya Jujuran yang harus dibayarkan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Tata Cara Penentuan Jujuran di Pulau Nias secara prinsip Budaya dan Adat Istiadat dapat dikatakan telah baku atau standar karena telah digariskan dan merupakan Warisan dari Leluhur Masyarakat Nias. Basis Jujuran yang sudah digariskan tersebut sudah tidak boleh di rubah apalagi dihilangkan, karena salah satu Filosofi yang dianut adalah besar Jujuran yang diminta menentukan tinggi rendahnya status keluuarga yang berpesta dimata Masyarakat. Jelas Emilia Fau.

Malah makin besar Jujuran yang diterima oleh keluarga mempelai perempuan makin tinggi pula derajat keluarga di mata masyarakat, hal ini menyebabkan setiap keluarga yang menyelenggarakan pesta perkawianan berlomba-lomba menetapkan Jujuran yang setinggi-tingginya dengan demikian mereka dapat menggelar pesta yang mewah tanpa memikirkan beban yang akan ditanggung oleh kedua mempelai dikemudian hari. Dapat dinilai pesta perkawinan yang bermewah-mewah hanyalah uforia belaka sebab akibat yang ditimbulkan oleh penetapan Jujuran yang demikian mahalnya yang semata-mata hanya untuk membiayai pesta bergengsi sangatlah besar, ujar Fau.

Pengharapan Kadis ParBudPora mewakili Bupati Nisel yang langsung menyerahkan dana bantuan sebesar Rp. 2 Juta kepada Panitia, untuk pelaksanaan Lokakarya itu, mengharapkan pola piker dan cara pandang dari setiap elemen masyarakat di Kepulauan Nias dalam menetapkan adat istiadat perkawinan khususnya dalam penetapan Jujuran, memang disadari bahwa usaha ini tidaklah segampang yang dibayangkan karena perlu ada usaha nyata yang berkesinambungan dengan analisa yang cermat melalui pembicaraan yang melibatkan tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama baik melalui seminar, penelitian ilmiah dan Lokakarya Budaya sehingga memberikan kontribusi yang tak bernilai harganya dalam upaya peningkatan derajat masyarakat di Kepulauan Nias melalui adat istiadat perkawinan yang mensejahterakan.

-

Arsip Blog

Recent Posts