Eksistensi Perempuan Tionghoa

ludul Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa Sebuah Kajian Pasca Kolonial
Penulis tim Sing Meij Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Tahun I, 2009 Tebal xvii+212 halaman
Harga Rp75.OOO,- Tema keberadaan kelompok keturunan Tionghoa di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, tidak akan pernah habis untuk diteliti. Selama ratusan tahun mereka hidup dalam wilayah abu-abu, di antara China, wilayah politik dengan modal ekonomi berupa penduduk terbanyak di dunia, dengan Asia Tenggara, sebentang wilayah kepulauan yang merupakan salah satu pos perdagangan paling strategis di dunia.

Penelitian Christian Chua tentang jaringan bisnis Tionghoa di Indonesia, misalnya, mencoba menjawab mengapa kendati kelompok ini menjadi arsenal perekonomian di negeri ini, tetapi di ranah sosial dan politik mereka begitu termarginalisasi. Beberapa penelitian lain, seperti buku Indonesia The Rise of Capital Richard Robison, misalkan, mengungkapkan pengaruh arus modal global terhadap posisi kelompok bisnis Tionghoa di Indonesia (dan menemukan mengapa mereka kemudian dikenal dengan panggilan cukong).

Buku Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa, yang diangkat dari penelitian disertasi Um Sing Meij ini, sebagai salah satu dari antara peneliiian-penelirian tentang warga Tionghoa di Indonesia, mengambil jalan yang berbeda. Di antara sejumlah penelitian yang berusaha mencari benang merah di antara kelompok keturunan Tionghoa dan tatanan ekonomi atau kebijakan negara, penelitian ini "hanya" mengungkapkan kisah "para perempuan biasa"

Tetapi itulah nilai dari buku ini. Penelitian ini memperlakukan subyek penelitian sebagai "subjek" dalam artian sebenarnya-bukan hanya "objek" (dari suatu tatanan ekonomi politik yang lebih luas). Melalui penelitian berbentuk biografi para perempuan karier keturunan Tionghoa ini, kita diajak untuk merasakan kehidupan seorang perempuan Tionghoa di tengah masyarakat maskulinistis yang juga memunyai stereotipe buruk tentang Tionghoa.

Penelitian ini berusaha untuk memperlihatkan eksistensi perempuan Tionghoa sebagai seorang manusia, subjek yang aktif, memunyai kesadaran, keunikan, dan, seperti ungkapan seorang sastrawan Ernest Hemmingway, kendati manusia bisa dikalahkan, ia tak akan benar-benar bisa ditundukkan. Lim Sing Me;j mengajak kita untuk menyaksikan perjuangan para perempuan ini menanggalkan belenggu, seperti bagaimana seorang perempuan Tionghoa memilih untuk melangkah keluar dari bisnis keluarga tradisional, kemudian memasuki Perguruan Tinggi tempat ia memperoleh modal pengetahuan dan status yang kemudian membekalinya untuk berdiri sendiri.

Sebuah kajian pascakolonial, yang disebutkan sebagai subjudul buku ini, mengimbuhkan posisi yang diambil Lim Sing Meij dalam ilmu sosial. Perspektif pascakolonial menekankan agar para peneliti menyadari tanggung jawabnya, bahwa apa yang ditulisnya bukanlah hanya sebuah laporan yang ditulis dari sudut pandang netral untuk menambah wawasan (sebagaimana dalam perspektif modernis), tetapi juga sesuatu yang membentuk pandangan hidup mereka yang membacanya.

Dan Lim Sing Meij yang menyadarinya memilih untuk menuliskan perempuan Tionghoa sebagai seorang manusia seutuhnya. Peresensi adalah Geger Riyanto, alumnus Sosiologi Universitas Indonesia

-

Arsip Blog

Recent Posts