Sistem Pemerintahan Kerajaan-Kerajaan Hindu Pertama

Oleh Tim Wacana Nusantara

Perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu di Kepulauan Indonesia (dan Malaysia) tidak lepas dari proses adaptasi selektif kebudayaan India yang disesuaikan dengan pola atau tradisi lokal atau disebut sebagai lokal genius oleh para pemimpin Austronesia dengan dukungan sistem perdagangan maritim yang kuat. Konsep kerajaan menurut tradisi Hindu yaitu sebuah alam-semesta kecil yang berupa mandala yang dipimpin oleh raja dan dikelilingi oleh kekuatan konsentris yang terdiri dari para pendeta, pemerintah, bangsawan, tentara, dan rakyat jelata. Masing-masing mandala mewakili area kekuasaan inti sang tuan tanah.

Konsep kerajaan tersebut dapat juga berupa kerajaan-kerajaan yang dibawahi atau tunduk pada seorang tuan tanah besar atau maharaja. Dan konsekuensi dari konsep diatas adalah bahwa kerajaan-kerajaan bawahan harus membayar upeti kepada sang maharaja secara berkala. Tetapi walau pun begitu penguasa kerajaan bawahan tersebut mempunyai kekuasaan murni terhadap kerajaan yang diperintahnya. Menurut Coedes adalah bahwa kerajaan- kerajaan Hindu memiliki kebudayaan yang terorganisasi berdasarkan konsep agama Hindu dan menganut kepercayaan Hindu Budha, dan bersamaan dengan mitologi puranas, ketaatan pada Dharmasastra, dan penggunaan bahasa Sansekerta sebagai alat komunikasi bagi golongan penguasa.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kerajaan-kerajaan pertama tersebut menggunakan struktur pemerintahan yang dibentuk oleh Arthasastra (pakta pemerintahan). Artasastra sendiri adalah pedoman bagi para pemimpin di mana sebuah pemerintahan yang baik harus mengandung tujuh kaki dasar, unsur tersebut di antaranya: Raja, Menteri, Kerajaan, Benteng, Perbendaharaan, Tentara, dan sekutu. Arthasastra juga mengatur mengenai hubungan kerajaan dengan kerajaan lain, penegakan hukum, dan penyelesaian perbedaan pendapat. Ajaran ini juga menyebutkan mengenai seorang pendeta Brahmana yang fungsinya sebagai penasihat raja dan pemuka keagamaan serta pendidik militer. Hal ini tidak lepas dari pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para brahmana tersebut di antaranya ilmu sosial, pengobatan, matematika, arsitektur, dan persenjataan.

Raja dalam hal ini haruslah memiliki sikap yang fleksibel terhadap posisi dan tanggung jawab para pengikutnya. Raja sebgai sebuah jabatan yang sangat sulit untuk diemban, raja harus mampu menjadi seorang penengah dan juru damai bagi orang-orang bertikai, menghargai kesetiaan bawahan, dan selalu berusaha untuk menjaga kesatuan negaranya. Karena tugas yang sangat berat inilah raja memerlukan Brahmana untuk membantu mengurusi pegawai pemerintah. Brahmana-brahmana yang datang ke dalam istana tidak semata untuk memberikan siraman rohani, namun mereka diberi tugas untuk mendidik pegawai pemerintah. Didikan terhadap pegawai pemerintah ini diharapkan agar pegawai pemerintah dapat meningkatkan sisitem manajemen dan kemakmuran di setiap bidangnya. Brahmana juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda, menurut kemampuannya, guna mendidik para pegawai pemerintah.

Perekonomian kerajaan-kerajaan Hindu awal umumnya bertumpu pada perdagangan internasional, sehingga fungsi terpenting dari pemerintahan mereka berkaitan dengan bandar-bandar, armada yang dimiliki, pajak, keadilan, dan pertanahan mereka. Selain berbasis pada perdagangan, perekonomian, terutama di Jawa bertumpu pada pertanian. Hal ini tidak lepas dari perkembangan sistem feodalisme yang masih melekat pada jiwa masyarakat Hindu-Buddha pada masa itu. Karena faktor itulah banyak para penguasa-penguasa kerajaan tersebut memberikan perintah untuk membuat kanal-kanal saluran irigasi seperti disebutkan dalam prasasti Tugu.

Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan standar pendidikan yang dipegang oleh kaum Brahmana, secar berlahan muncullah sistem birokrasi, yang tersusun atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan dan tuan tanah, struktur lokal pada tingkat desa. Abdi kerajaan ini sebagai penasihat raja, dan mediator antara orang jelata dengan para bangsawan atau pejabat istana.

Para tuan tanah, di samping memeroleh pendapatan dari desa yang tanahnya merupakan daerah kekuasaanya, juga memiliki kewajiban untuk menjalankan setiap peraturan kerajaan dan mengamankan hasil bumi, pajak, dan upeti yang sangat penting untuk mendukung kerajaan dan pemerintahan di dalamnya.

Dewan lokal ini diangkat oleh para tetua desa yang biasanya mengikuti aturan yang ditetapkan oleh tradisi lokal yang disebut sebagai adat. Saran dan nasihat mereka dipertangungjawabkan di depan para bangsawan pada komunitas desa itu. Keamanan kerajaan tersebut dipercayakan kepada pasukan nonpermanen yang profesional yang biasanya merupakan tentara bayaran yang biasanya direkrut dari para pengikut bangsawan dan raja

Kepustakaan

Sumber Tulisan: http://www.wacananusantara.org/4/100/sistem-pemerintahan-kerajaan-kerajaan-hindu-pertama
-

Arsip Blog

Recent Posts