Gading dan Ayam Merokok dalam Pernikahan di Flores

Oleh Yohanes Apriano Fernandez

Saya termasuk orang yang bangga dengan negeri ini karena selain memiliki alam yang indah, Indonesia juga memiliki ragam budaya yang menambah keeksotikan negeri ini.

Hal ini menjadi pelipur lara di tengah maraknya kasus korupsi yang melibatkan politisi dan birokrat kita. Budaya yang nyata dalam berbagai tradisi membuat kita semakin memahami betapa geniusnya nenek moyang kita yang hingga kini masih membekas dan menjadi kearifan lokal (local genius). Nah, saya ingin bercerita sedikit mengenai tradisi dalam pernikahan di kampung halaman saya, Flores Timur dan kabupaten Lembata, NTT yang masih termasuk ke dalam kesatuan adat atau suku bernama Lamaholot.

Salah satu prasyarat dalam pernikahan pada umumnya adalah Mahar atau Mas kawin -kebanyakan masyarakat NTT menyebutnya Belis- namun daerah di ujung timur pulau Flores ini menjadikan gading gajah sebagai Mas Kawin. Panjang pendeknya gading tergantung negosiasi antara pihak laki-laki dan perempuan. Mungkin hal ini agak aneh karena di Indonesia populasi gajah hanya terdapat di pulau Sumatera, lantas apa yang menyebabkan gading gajah bisa terdapat di daerah yang jaraknya ratusan kilometer dari Sumatera?

Asal usul gading gajah yang dijadikan mas kawin oleh masyarakat Lamaholot masih simpang siur hingga sekarang karena adanya beberapa versi yang berkembang. Ada versi yang menjelaskan bahwa terjalinnya kontak dagang dengan pedagang dari India pada masa lampau menjadikan gading gajah sebagai salah satu komoditinya. Oleh karena gading merupakan barang langka maka dijadikan sebagai mas kawin oleh masyarakat setempat. Versi lain mengatakan bahwa dahulu di daratan Flores terdapat populasi gajah purba (Mamouth) karena pernah ditemukan kerangka gajah purba di daratan Flores. Mungkin daging gajah purba dijadikan sebagai makanan dan gadingnya disakralkan dalam berbagai tradisi, salah satunya pernikahan. Entah mana yang benar, hingga sekarang gading masih dijadikan sebagai mas kawin oleh masyarakat Lamaholot, terutama masyarakat di daerah pedesaan.

Dewasa ini beberapa gading sudah “dimuseumkan” (disimpan di rumah adat) karena dianggap memiliki nilai magis--seperti keris di pulau Jawa--dan masyarakat yang bermukim di perkotaan sudah menggantinya dengan uang yang sering diistilahkan dengam air susu mama. Air susu mama merupakan simbol jerih payah seorang ibu yang telah membesarkan anak gadisnya dan jumlahnya tergantung negosiasi antara kedua belah pihak. Negosiasi biasanya berlangsung pada saat dilakukanya acara sirih pinang (meminang) oleh beberapa perwakilan keluarga.

Pernikahan kakak saya

Selain gading, ada juga hal unik lainnya yang menjadi tradisi dalam pernikahan masyarakat Lamaholot, khususnya Ibu kota kabupaten Flores Timur (Larantuka). Keunikan tersebut terdapat pada barang hantaran dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Selain membawa arak, makanan, beberapa hasil pertanian dan ternak, pihak laki-laki juga membawa satu atau dua ekor ayam bakar utuh yang didandani memakai baju dari kertas dan lebih uniknya lagi ayam tersebut mengisap rokok yang biasa disebut ayam rengki.

Saya sendiri tidak tahu persis sejak kapan tradisi ini dimulai--sesepuh pun tidak tahu--namun katanya ini merupakan simbol laki-laki. Simbol laki-laki karena nanti ayam-ayam tersebut hanya dapat dimakan oleh saudara laki-laki dari ibu sang mempelai perempuan (saudara kandung, sepupu atau satu garis keturunan dalam suku yang sama) yang biasa disebut belake. Hal ini merupakan simbol penghormatan dari pihak mempelai laki-laki yang disebut ana opu kepada Belake. Belake memiliki peranan yang istimewa dalam adat masyarakat Lamaholot dari kelahiran, pernikahan hingga kematian. Oleh karena itu mereka berhak untuk dilayani dalam pesta-pesta adat. Hingga kini tradisi ini masih berlangsung, bahkan beberapa masyarakat Lamaholot yang sudah merantau ke Jakarta masih melestarikannya.

Inilah sepenggal keunikan dalam tradisi pernikahan di kampung halaman saya. Kiranya tradisi gading dan ayam yang merokok dalam pernikahan di ujung timur pulau Flores ini menambah khazanah budaya bangsa Indonesia. Sepatutnya kita bangga akan bangsa ini karena jika kebanggaan itu ada maka niscaya kita akan berbuat yang terbaik untuknya. Untuk INDONESIA tercinta.

-

Arsip Blog

Recent Posts