Kiprah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Oleh Dr Yunus Husein

Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang bukanlah semata-mata tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), namun juga menjadi tugas segenap komponen bangsa dan negara Indonesia secara keseluruhan. Segala tantangan dapat dihadapi, beserta segala dinamikanya dalam kurun waktu tujuh tahun perjalanan roda organisasi PPATK sebagai focal point bagi pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Kini tahapan itulah yang sedang digapai oleh PPATK, kematangan dalam membangun dan melaksanakan amanat sebagai lembaga yang membantu penegak hukum, utamanya dalam menyediakan data intelijen keuangan guna mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Masuknya Indonesia ke daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCTTs) oleh Financial Actions Task Force on Money Laundering (FATF) pada Juni 2001 membawa dampak negatif bagi perkembangan ekonomi maupun tatanan pergaulan secara internasional. Untuk dapat keluar dari keterkucilan ini, langkah awal yang dilakukan adalah penguatan kerangka hukum (legal framework), peningkatan pengawasan di sektor keuangan, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, penerapan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, dan operasionalisasi PPATK sebagai lembaga financial intelligence unit (FIU) dan focal point dalam membangun rezim antipencucian uang yang efektif, penguatan kerja sama antarlembaga domestik dan internasional serta penegakan hukum.

Proses waktu serta kerja keras yang dilakukan oleh setiap elemen dari instansi terkait membuahkan hasil. Pada Februari 2005, Indonesia berhasil keluar dari NCCTs List. Dunia internasional, dalam hal ini FATF, yang beranggotakan 32 negara dan 2 organisasi regional, memberikan apresiasi atas langkah-langkah maju yang telah dilakukan oleh Indonesia di dalam membangun rezim antipencucian uang.

Sebagai upaya meningkatkan kerja sama internasional, PPATK ikut pula bergabung dalam financial intelligence unit dunia, The Egmont Group (TEG), pada Juni 2004. TEG merupakan organisasi informal focal point dari rezim antipencucian uang di masing-masing negara. Dari keanggotaan ini diharapkan kerja sama dapat lebih mudah dan intensitas pertukaran informasi antaranggota dapat dilakukan secara lebih baik lagi. Kemudian kerja sama dengan FIU juga terus ditingkatkan dengan melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MOU). Sampai sejauh ini, PPATK telah melakukan MOU dengan 29 FIU negara-negara lain. Sementara itu, penguatan kerja sama di dalam negeri juga terus digalang, yang sampai dengan usia ketujuh tahun ini, PPATK telah melakukan kerja sama dalam bentuk MOU dengan 24 instansi. Kerja sama, baik dengan FIU negara lain maupun dengan instansi di dalam negeri dimaksud, adalah sesuai dengan amanat Pasal 25 ayat 3 Undang-Undang TPPU.

Jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh PJK kepada PPATK dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Pada 2002 jumlah LTKM per bulan hanya 10,3, sedangkan pada 2005 telah meningkat menjadi 171 laporan per bulan, dan terus meningkat menjadi 290 laporan per bulan pada 2006. Pada 2007, jumlah LTKM menjadi 486 dan meningkat drastis menjadi rata-rata 869 per bulan sampai akhir 2008. Hal ini bertambah menggembirakan kita apabila dilihat dari jumlah rata-rata LTKM yang diterima PPATK sepanjang kurun waktu tiga bulan pertama 2009, yaitu sebanyak 1.301 laporan per bulan.

Selain itu, sampai akhir Maret 2009, sebanyak 136 PJK berbentuk bank telah menyampaikan 20.900 LTKM, dan 119 PJK non-bank telah menyampaikan 6.060 LTKM kepada PPATK, sehingga total LTKM yang diterima sebanyak 26.960 laporan. Sedangkan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang diterima PPATK sebanyak 6.530.090 laporan, dan untuk Laporan Pembawaan Uang Tunai Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Indonesia di atas Rp 100 juta atau ekuivalen dalam valuta asing yang telah disampaikan oleh Ditjen Bea dan Cukai kepada PPATK adalah sebanyak 3.310 laporan.

Sebagai tindak lanjut atas laporan yang telah diterima, hingga akhir Maret 2009 PPATK telah menyerahkan 666 kasus/Laporan Hasil Analisis (LHA) kepada aparat penegak hukum. Dari jumlah tersebut, kasus dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal merupakan kasus yang terbanyak dengan jumlah 297 kasus diikuti dengan kasus penipuan sebanyak 210 kasus.

Sejalan dengan semangat penanganan antipencucian uang yang telah dilakukan secara terkoordinasi dengan baik di antara instansi terkait, dalam rapat koordinasi Komite Tindak Pidana Pencucian Uang yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada 25 Maret 2009, antara lain telah diputuskan bahwa PPATK, selain sebagai focal point penanganan antipencucian uang yang telah berjalan selama ini, juga ditunjuk sebagai focal point dalam penanganan antipendanaan terorisme. Pertimbangannya adalah bahwa dalam dunia internasional, best practice cakupan tugas sebuah FIU adalah antipencucian uang dan antipendanaan terorisme.

Tugas dan tantangan yang telah diamanatkan harus diemban oleh PPATK seiring dengan proses kematangan sebagai lembaga yang baru berusia 7 tahun. Namun, PPATK akan menjalankan tugas dan menghadapi tantangan dimaksud, tentunya dengan dukungan berbagai pihak, baik dari instansi terkait maupun dari setiap komponen masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, serta pihak lainnya.

Dr Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Sumber: Koran Tempo, Kamis, 23 April 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts