Mengubur Kepala Kerbau Akhiri Ritual Mamapas Lewu

Palangka Raya - Mengubur Kepala kerbau (mimbul kuluk metu) di Bundaran Besar Palangka Raya akhiri ritual adat suku Dayak mamapas lewu (membersihkan kota dari bencana dan marabahaya) yang digelar Pemerintah Kota dalam rangka pergantian tahun.

Basir (rohaniawan), Uak D Lejon di Palangka Raya, Minggu menuturkan, menanam kepala kerbau bermakna persembahan terakhir yang merupakan sesaji kepada leluhur penguasa bumi yang sudah menjaga alam semesta. "Daging juga dibuat sesajian untuk leluhur di alam semesta, kepala khusus untuk bumi," kata Uak.

Sebelum kepala kerbau dikubur, tanah galian disemprot terlebih dahulu dengan minyak wangi dan di dalam tanah juga ikut dimasukkan telur ayam kampung satu biji, ketan bercampur beras merah dan dua ketupat kecil yang sudah masak.

Mimbul kuluk metu merupakan salah satu rangkaian ritual mamapas lewu dengan berjalan keliling kota bertujuan menghilangkan segala musibah (tolak bala) agar tidak menimpa Kota Cantik Palangka Raya khususnya dan Kalimantan Tengah (Kalteng) pada umumnya.

Ritual tersebut dilakukan selama tiga hari tiga malam dipimpin lima orang basir yang merupakan orang terpilih yang mempunyai hati bersih dan suci, karena arwah leluhur akan masuk menyatu ke dalam raga rohaniawan. "Jadi menjadi basir tidak sembarang orang, karena memang harus benar-benar khusus orang terpilih," tegasnya.

Ia berharap dengan ritual tersebut Kalteng selalu aman dan damai. Masyarakat terlepas dari segala musibah dan hidup sejahtera.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Palangka Raya yang juga ketua panitia, Trecy Anden mengatakan, kegiatan tersebut selalu dilakukan dalam setiap menjelang pergantian tahun. "Ini untuk menjaga agar kota kita tetap aman damai dan terhindar dari malapetaka dan marabahaya," katanya.

Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia memberi apresiasi kepada pihak penyelenggara karena dari tahun ke tahun pelaksanaannya terlihat ada kemajuan dan inovasi diiringi diskusi dengan para tokoh agama dan budaya yang lebih memahami masalah tersebut.

Dengan demikian, ujarnya, budaya Kalteng umumnya dan masyarakat Dayak khususnya bisa menunjukkan eksitensi dan memberi nilai kultur yang tetap bertahan pada posisi tradisionalnya.

"Meskipun dipoles dengan nilai-nilai teknologi dan kreativitas seni yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tetapi tidak meninggalkan nilai lokal dan budaya," ucapnya. 

-

Arsip Blog

Recent Posts