Setelah Antasari Tersangka

Keberanian polisi menjerat Antasari Azhar patut diacungi jempol. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Andi Nasrudin Zulkarnaen. Kini publik menanti sikap tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden mesti segera memberhentikan sementara Antasari sebagai Ketua KPK.

Antasari, yang kini dicekal, dituduh mendalangi penembakan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran itu. Polisi juga menjaring sembilan tersangka lain, yakni operator lapangan, eksekutor, dan seorang pengusaha, yang diduga mendanai penembakan tersebut. Pengusaha yang dimaksud adalah Sigid Haryo Wibisono, Komisaris PT Pers Indonesia Merdeka, penerbit harian Merdeka.

Diduga bermotif masalah pribadi, pembunuhan itu menyedot perhatian khalayak lantaran sadistis dan berlangsung di tengah keramaian. Para pelaku menghadang mobil korban di kawasan Modernland, Tangerang, 14 Maret lalu. Dua peluru yang menerjang kepala Nasrudin membuat korban terkapar, dan akhirnya meninggal di rumah sakit.

Antasari mengaku mengenal Nasrudin karena sang direktur menjadi saksi dalam sebuah kasus korupsi yang ditangani KPK. Ia juga mengenal Sigid lantaran lembaganya pernah merancang kerja sama dengan harian Merdeka. Tapi sejauh ini Antasari masih mengelak dari tuduhan bahwa ia terlibat dalam pembunuhan itu.

Hanya, polisi tentu tidak sembarangan menetapkan Antasari sebagai tersangka. Boleh jadi, para tersangka lain telah bernyanyi, membeberkan keterlibatan pejabat negara ini. Apalagi, menurut pihak keluarga Nasrudin, ada ancaman dari Antasari yang dikirim ke korban lewat pesan pendek. Telepon seluler Nasrudin yang menyimpan pesan ini telah disita polisi sebagai barang bukti.

Keterlibatan Antasari dalam kasus pembunuhan itu memang harus dibuktikan di pengadilan. Tapi, karena telah dinyatakan sebagai tersangka, ia harus diberhentikan sementara. Keputusan pemimpin KPK menonaktifkan Antasari belumlah cukup. Presiden harus menetapkan pemberhentian sementara Antasari sebagai Ketua KPK. Aturan ini jelas dimuat dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Korupsi.

Langkah itu penting dilakukan agar polisi lebih leluasa memeriksa Antasari sekaligus menyelamatkan kredibilitas KPK. Bagaimanapun, kasus ini bisa merusak citra KPK, yang selama ini cukup gencar membongkar berbagai kasus korupsi. Namun, khalayak sebaiknya memisahkan antara kinerja KPK sebagai lembaga dan kasus yang menjerat Antasari.

Pemerintah juga harus bersiap-siap mengusulkan calon anggota pemimpin KPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Soalnya, jika status Antasari meningkat jadi terdakwa, ia harus diberhentikan secara permanen. Jumlah anggota pemimpin KPK jelas akan berkurang. Padahal masa jabatan mereka masih dua tahun lebih.

DPR mesti pula memilih lagi Ketua KPK yang baru jika kasus Antasari menggelinding ke pengadilan. Langkah ini sebenarnya bisa segera dilakukan andaikata Antasari bersedia mengundurkan diri. Sikap ini amat disarankan karena akan memudahkan pemerintah dan DPR serta menguntungkan KPK.

Sumber: Tempo Interaktif, Sabtu, 02 Mei 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts