Mengembalikan Kejayaan Pesisir Timur Sumatera Selatan

Ogan Komering Ilir - Sebelum masa Kerajaan Sriwijaya, tepatnya di masa Kerajaan Tulangbawang di Lampung dan Melayu di Jambi, wilayah pesisir timur Sumatera Selatan merupakan wilayah yang tumbuh dan berkembang dengan berbagai aktifitas ekonomi. Kondisi ini pun berlanjut hingga di masa Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, hingga di masa kolonial Belanda.

Para leluhur masyarakat di pesisir timur Sumatera Selatan—yang kini masuk dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin (Muba)—dikenal sebagai pelaut, juga pedagang yang menjelajahi berbagai wilayah di Semenanjung Malaya, Singapura, Kalimantan, hingga ke Jawa.

Namun, setelah Republik Indonesia berdiri, yang mana pembangunan berorientasi pada wilayah daratan, wilayah pesisir timur Sumatera Selatan, yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari rawa-rawa dan sungai, menjadi wilayah terbelakang.

Proyek transmigrasi yang dijalankan pemerintahan Orde Baru dapat dikatakan gagal. Contohnya peristiwa kelaparan yang terjadi di Air Sugihan, satu wilayah transmigrasi, akibat kemarau panjang pada tahun 1990.

Hari ini, kondisi masyarakat di sana pun sungguh memprihatinkan. Pendapatan mereka dari hasil pertanian dan perikanan sangat tidak seimbang dengan pengeluaran atas kebutuhan rumah tangga seperti minyak sayur, gula, dan bahan bakar minyak (BBM). Hanya segelintir orang yang hidup makmur dengan beternak sarang burung walet.

Tapi itu pun sebagian besar dimiliki orang kota yang membuka usaha di wilayah mereka. Hal yang sama terhadap sejumlah perkebunan sawit dan karet, yang sebenarnya merupakan milik para pendatang.

Kondisi yang memprihatinkan ini sebenarnya menarik perhatian dunia international. Uni Eropa bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah Sumatera Selatan mengembangkan proyek pemberdayaan ekonomi, seperti penguatan ekonomi perempuan dan industri rumah tangga minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO).

"Semua itu akibat akses transportasi yang lemah. Jika transportasi lancar, semua itu akan menjadi lebih baik. Pendapatan dan pengeluaran akan berimbang. Mahalnya kebutuhan yang tidak mereka hasilkan lantaran besarnya biaya transportasi. Begitu juga sebaliknya, produksi mereka dibeli rendah karena para pembeli mempertimbangkan ongkos transportasi," kata Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), Ishak Mekki, kepada detikcom, Rabu (08/02/2012) malam di rumahnya di kawasan Polygon Palembang.

Jika sudah mengetahui persoalan tersebut, apa yang telah dilakukan pemerintah OKI?

"Tujuh tahun kepemimpinan saya di Kabupaten OKI, saya tidak begitu terfokus pada pembangunan di wilayah pesisir. Sebab saya harus membangun infrastruktur di wilayah lain OKI. OKI kan wilayahnya sangat luas. Tapi pada dua tahun terakhir ini, saya akan fokus ke wilayah pesisir," jelas Ishak Mekki.

"Saya ingin mengembalikan kejayaan pesisir timur Sumatera Selatan," kata Ishak.

Upaya Ishak itu dimulai dengan mendorong pemekaran wilayah pesisir di Kabupaten OKI menjadi kabupaten baru, yang disebutnya Kabupaten Pesisir Timur. Tapi lantaran untuk sementara pemekaran wilayah dihentikan pemerintah, upaya pun tertunda.

"Menurut saya, guna memperbaiki kondisi pesisir timur diperlukan pemerintahan sendiri. Tapi upaya itu tertunda, sehingga pemerintah OKI yang memikirkannya," kata Ishak.

Maka, sejak tiga tahun terakhir Ishak Mekki yang merupakan alumni fakultas teknik Universitas Sriwijaya ini menyusun sebuah konsep pembangunan di wilayah tersebut.

"Pertama membangun jembatan antara Lampung dengan OKI dan OKI dengan Banyuasin. Sehingga dua jembatan ini akan menghubungkan langsung wilayah pesisir timur dari Lampung hingga ke Sumatera Selatan. Sebentar lagi pembangunan jembatan itu dilakukan," katanya.

Lalu, dibuat pula sebuah dermaga atau pelabuhan di Tulungselapan. Pelabuhan ini akan menjadi pelabuhan terbuka, sehingga kapal-kapal besar dapat berlabuh guna membawa berbagai produksi di OKI ke luar negeri maupun wilayah lainnya di Indonesia.

"Berbagai jalan baru juga telah kita bangun di wilayah pesisir timur. Memang sebagian masih ada dalam tahap perencanaan atau tengah dikerjakan. Akses cepat dari Kayuagung (Ibukota OKI) ke Palembang juga tengah kita bangun," katanya.

Sementara di tingkat ekonomi, kata Ishak, pemerintahnya tidak lagi menjadi wilayah pesisir timur sebagai penghasil bahan mentah, seperti kelapa sawit, karet, dan kayu sengon. "Kita akan membangun sejumlah pabrik, yang mana produk yang keluar dari OKI sudah menjadi bahan jadi atau setengah bahan jadi, seperti CPO dan pulpa," ujar lelaki kelahiran Dusun Perigi, Kayuagung, pada 1 Maret 1958.

Teorinya, dengan akses transportasi yang terbuka, tumbuhnya berbagai pabrik pengolahan bahan baku, maka wilayah pesisir timur itu akan tumbuh dan berkembang, sehingga berbagai aktifitas ekonomi akan berkembang baik.

"Kalau sudah berkembang, masyarakat dapat memilih sendiri aktifitas ekonominya. Menjadi petani, buruh, pedagang, atau profesi lainnya yang dibutuhkan sebagai wilayah yang berkembang," kata suami Tartila Ishak, dan bapak dari tiga anak ini.

Agar masyarakat pesisir timur tidak termarginalkan, sektor pendidikan pun menjadi prioritas. "Program sekolah gratis, perbaikan infrastruktur pendidikan, serta pemberian beasiswa terhadap siswa yang berprestasi sudah dilakukan pemerintah OKI sejak lima tahun terakhir. Bukan hanya di wilayah pesisir juga di wilayah lain di OKI," kata bupati yang karier birokratnya di dinas pekerjaan umum.

"Intinya, dengan ilmu dan pengalaman saya miliki, dan sisa waktu kepemimpinan saya di OKI, saya ingin menjadikan wilayah pesisir timur berjaya di masa lalu. Masa lalu Indonesia berjaya karena kekuatan ekonomi di wilayah pesisir, jadi sudah saatnya kita membangun wilayah pesisir," tandasnya.(tw/mok)

-

Arsip Blog

Recent Posts