Kebudayaan Melayu Kukuh di Tengah Arus Globalisasi

Jakarta - Kendati menghadapi tantangan dan derasnya globalisasi dunia luar, kebudayaan Melayu, Riau, dan sekitarnya tetap kukuh dan eksis.

"Kebudayaan Melayu di Tanjung Pinang dan Riau memang selalu terancam karena kenyataan berada pada Selat Malaka sebagai pelabuhan ramai di dunia. Tetapi selama berabad-abad ancaman itu datang selalu lolos mulai dari gelombang kedatangan kolonialis Portugis, Inggris dan Belanda, Kebudayaan Melayu tetap eksis," papar budayawan Riau Al Azhar pada konferensi pers dan dialog tentang Revitalisasi Budaya Melayu (RMB) III yang diselenggarakan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) di Jakarta, Jumat (24/2).

Acara dihadiri Ketua ATL Pudentia, Wali Kota Tanjung Pinang Sutaryati Manan, Kepala Dinas Pariwisata Tanjung Pinang Said Parman, dan pengurus ATL Mukhlis P.

Dijadwalkan acara RMB III diselenggarakan di Tangjung Pinang bulan Mei mendatang dengan acara Seminar Internasional dihadiri negara ASEAN, Eropa, dan AS serta Festival Tradisi Lisan.

Al Azhar melanjutkan ketahanan budaya Melayu yang mampu menahan gelombang deras globalisasi disebabkan masyarakat melayu mampu memposisikan dirinya dengan budaya pantun, gurindam, dan mak yong.

Contohnya, kata dia, Tanjung Pinang sebagai kota gurindam, terus kekal dalam ingatan orang melalui karya monumental Raja Ali Haji. "Di bawah pimpinan wali kota sekarang Tanjung Pinang menjadi kota gurindam dan negeri pantun. Keduanya merupakan bentuk sastra tradisi lampau yang tetap hidup di tengah arus globalisasi yang gencar," cetusnya.

Hebatnya lagi,lanjut dia, semakin besar tantanganya maka semakin asik masyuk orang melayu dan kepulauan Riau menekuni kebudayaannya tetap kokoh tidak tertelan gelombang modernisasi dan globalisasi.

Pembicara dari ATL Mukhlis P mengatakan revitalisasi kebudayaan ibarat kondisi darurat suatu budaya yang mesti di infus agar berfungsi kembali. "Kebudayaan direvitalisasi hanya yang masih mempunyai akar dan harapan hidup. Sesudah direvitalisasi maka budaya melayu dapat menjadi inspirasi masyarakat dan kebudayaan lainnya serta siap go publik," cetusnya.

Dengan revitalisasi itu, kebudayaan melayu tidak hanya mempunyai marwah atau ruh, juga memiliki daya memasuki industri kreatif.

Wali Kota Tanjung Pinang Sutaryati Manan mengatakan pelaksanaan RMB III di wilayahnya tidak terlepas dari visi dan misi kota Tanjung Pinang yang ingin menjadi kota wisata dan budaya. Selain seminar internasional dari berbagai negara, RMB III akan mengadakan pentas seni khususnya budaya melayu, pameran budaya, dan museum serta permainan tradisi rakyat melayu.

-

Arsip Blog

Recent Posts