Saatnya Antikorupsi Melakukan Konsolidasi

Oleh: Satjipto Rahardjo

SEKARANGLAH saatnya kita, yaitu kubu antikorupsi, melakukan konsolidasi sesudah mengalami hantaman bertubi-tubi. Keberantakan (deterioration) kubu kekuatan antikorupsi kita hentikan sampai di sini. Kita harus berani bilang: stop!

Sekarang saatnya kita mulai melakukan konsolidasi demi memenangkan pemberantasan terhadap korupsi. Semua dan siapa saja harus mengendalikan diri seraya menyadari bahwa musuh kita bersama adalah korupsi. Kita tidak boleh dikecoh dan terkecoh.

Sesekali mengalami kekalahan dalam suatu perjuangan itu lumrah saja. Yang penting adalah bagaimana kita bangkit kembali. Bukankah kita sedang berperang melawan korupsi?

Tidak ada pilihan lain bagi kekuatan antikorupsi kecuali melakukan konsolidasi. Konsolidasi dari kekuatan yang cerai-berai ini untuk dikembalikan kepada kekuatannya yang penuh.

Skenario Besar Bangsa

Mari kita (kekuatan antikorupsi) duduk bersama di satu meja dengan melepaskan ego dan kepentingan diri masing-masing seraya menyadari bahwa musuh kita bersama adalah korupsi. Kepentingan bangsa harus kita dahulukan. Semua elemen antikorupsi tidak boleh terjebak dalam skenario apa pun dan oleh siapa pun. Satu-satunya skenario yang disusun dalam “konferensi meja bundar” tersebut adalah bagaimana bangsa ini dapat memenangi perang melawan korupsi. Itulah skenario besar bangsa.

Siapa pun yang duduk di sekitar meja, apakah itu polisi, KPK, jaksa, dan lain-lain, bukanlah subyek yang sebenarnya (genuine). Subyek peserta konferensi sebetulnya hanya satu, yaitu bangsa Indonesia itu sendiri. Semua, kalau perlu, harus bersedia untuk mengalah demi kemenangan bangsa dalam memberantas korupsi.

Karut-marut dan silang selisih di antara badan-badan pemberantasan korupsi sendiri tidak memberikan kontribusi terhadap sukses pemberantasan korupsi di negeri ini. Musuh kekuatan antikorupsi adalah korupsi itu sendiri. Dia ada di sana. Jangan sampai kita terkecoh dan terjebak ke dalam baku pukul antarsesama unsur kekuatan antikorupsi sehingga kehilangan orientasi atau fokus.

Pertama, kita perlu melihat kembali apakah kita sudah benar-benar berdiri pada platform yang sama? Pertanyaan ini sungguh gawat. Karut-marut dapat terjadi karena kita mulai kehilangan orientasi. Kekuatan antikorupsi hanya akan pulih kembali menjadi sesuatu yang dahsyat (powerful) manakala sekalian elemen dan komponen kekuatan tersebut memperbarui orientasinya yang harus terfokus hanya kepada pemberantasan korupsi.

Konsolidasi adalah bergandengan tangan untuk memulihkan kembali kekuatan penuh kubu antikorupsi. Kita berada pada satu titik dan tidak memungkinkan kembali lagi (point of no return). Seperti dalam salah satu drama Shakespeare, kita tinggal menjawab pertanyaan klasik Hamlet, “ya atau tidak” (to be or not to be, that is the question). Kalau “ya”, marilah kita terus berjuang dan masing-masing menempatkan diri sebagai sekrup belaka dari mesin perang besar antikorupsi. Tidak ada ego pribadi dan institusi. Yang ada hanyalah ego bangsa.

Pemberantasan korupsi harus menjadi satu gerakan dan kekuatan besar yang padu dan utuh dan oleh karena itu tidak boleh tercerai-berai dan terjebak masuk ke dalam ranah konflik antarkomponen antikorupsi sendiri. Benturan antarsesama komponen sistem memang dapat terjadi, tetapi prognosisnya akan menjadi lain manakala sekalian komponen sistem tetap kokoh berdiri pada platform yang sama, yaitu tidak lain pemberantasan korupsi! Keadaan bangsa dan masyarakat yang bebas korupsi harus tetap menjadi sasaran utama (ultimate goal).

Kejahatan Luar Biasa

Satu catatan lain adalah sistem peradilan (justice system) yang dipakai untuk memerangi korupsi. Selama ini sistem yang dipakai adalah tetap yang lama juga, yaitu Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System/CJS) Untuk menghadapi korupsi sebagai kejahatan luar biasa, diusulkan agar sistem peradilan kita dipertajam menjadi “Sistem Peradilan Antikorupsi (Anticorruption Justice System/SPAK) dan bukan sekadar “sistem peradilan pidana” seperti selama ini.

Siasat atau taktik CJS ditekankan pada penataan prosedur kerja bagi elemen-elemennya, yaitu polisi, jaksa, dan hakim. Taktik seperti itu bertolak dari gagasan management by procedure, bukan management by objective. Pada hemat saya, CJS yang masih menekankan pada penataan prosedur kurang mampu menghadapi korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa itu.

Dengan gagasan SPAK, kita telah meniupkan ruh baru, yaitu antikorupsi, sehingga peradilan kita menjadi lebih berwatak. Watak antikorupsi itu diharapkan dapat meminimalisasi konflik antarsesama komponen sistem, yaitu KPK, kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain. Sasaran utama sistem adalah pemberantasan korupsi. Problem-problem lain harus mundur.

Konsolidasi adalah membangun kembali sinergi yang dahsyat di antara kekuatan-kekuatan antikorupsi. Sekali lagi, sekalian elemen dan komponen dari sistem besar di atas harus menyadari bahwa mereka itu hanya sekrup-sekrup belaka.

Satjipto Rahardjo, Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro, Semarang

Sumber: Kompas, Senin, 12 Oktober 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts