Tradisi Lisan Harus Disesuaikan dengan Zaman

Tanjungpinang, Kepri - Seni tradisi lisan harus disesuaikan dengan zaman agar dapat terus diterima. Namun, tradisi itu tidak boleh lepas dari masa lalu.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Said Parman, mengatakan, semangat itu yang diusung dalam Revitalisasi Budaya Melayu (RMB) III di Tanjung Pinang, 24-27 Mei 2012. Festival itu menghadirkan aneka seni tradisi melayu dari Indonesia, Malay sia, Singapura, dan Thailand.

"RMB untuk mengajak orang menoleh sejenak pada kebudayaan lama. Lalu berkreasi lagi, agar tradisi lisan diterima zaman sekarang," ujarnya, Jumat (25/5/2012) di Tanjung Pinang.

Kreasi yang disesuaikan dengan zaman, kini akan membantu melestarikan tradisi lisan. "Tradisi lisan tidak berarti harus bertahan dengan hal lama. Kreasi bukan hal yang tabu dalam mempertahankan tradisi,". ujarnya.

Pendapat senada disampaikan sejumlah pembicara pada seminar Tradisi Lisan VIII di Tanjung Pinang. Pada seminar yang menjadi bagian RMB III itu, hadir sejumlah peneliti dari dalam dan luar negeri.

Peneliti Universitas Negeri Jember, Ayu Sutarto, mengatakan, untuk mempertahankan tradisi lisan diperlukan kerja sama pewaris aktif dan pasif. Pewaris pasif adalah para penikmat tradisi lisan. "Kalau tanpa penikmat, tradisi akan sulit bertahan," ujar Ayu.

Untuk bisa berinteraksi, para pewaris aktif menyesuaikan diri dengan zaman. Ayu menemui kelompok-kelompok tradisi dengan nama yang sangat modern. "Ada kelompok kendang kempul bernama Naga Asmara, Bintang Mutiara," ujarnya.

Sementara Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Pudentia, mengatakan, tradisi lisan berperan penting mengingatkan masyarakat pada identitasnya. Tradisi lisan merekam kemampuan m asyarakat mengatasi perbedaan.

"Tradisi lisan melayu melintasi berbagai negara. Ternyata, tradisi-tradisi itu tetap tumbuh dan saling memperkaya," kata Pudentia.

Tradisi lisan juga merekam memori kolektif masyarakat. Memori itu adalah modal penetapan indentita snya. Namun, memori kerap hadir bersama persepsi. "Memori menentukan identitas pribadi, komunitas, dan Bangsa. Persepsi menentukan sikap dan gerak pribadi bertindak," ujarnya.

Masalahnya, saat ini cenderung terjadi persepsi sebagai penentu identitas. Persepsi seseorang didorong menjadi persepsi komunitas, sehingga muncul penyeragaman.

"Kami mendorong memori kembali dijadikan penentu identitas. Kami juga mengingatkan memori terus bergerak, tidak berhenti di masa lalu," kata Pudentia.

-

Arsip Blog

Recent Posts