Museum Kata Andrea Hirata Sebar Inspirasi

Gantong, Babel – Sebuah plang mentereng bernuansa merah dan kuning terpampang tepat di bawah papan nama "JL. LASKAR PELANGI" di Desa Linggang, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung.

Laskar Pelangi menandai jejak-jejak perjuangan pendidikan anak-anak Indonesia/ Jejak itu dimulai di jalan ini/ Jalan yang menjadi saksi bahwa anak-anak Indonesia bukanlah anak-anak yang mudah menyerah/ Laskar Pelangi merupakan karya fenomenal yang telah merambah dunia/ Penulis Laskar Pelangi, Andrea Hirata, tinggal di jalan ini/.

Beberapa ratus meter dari situ, tertancap plang jingga bertuliskan "Museum Kata Andrea Hirata. Indonesia's Most Inspiring Place" di depan sebuah rumah bernuansa putih.

Di dekat pintu yang terbuka, ada pigura berisi pengumuman dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, agar pengunjung melepas alas kaki karena museum tersebut beralas tikar.

Di dalamnya, beragam pernak-pernik seputar Laskar Pelangi sudah terpajang rapi di dinding. Meskipun begitu, ternyata museum itu belum rampung sepenuhnya, bahkan memang belum diresmikan.

Gorden pun belum semuanya dipasang. Masih ada tangga lipat di pojok ruangan. Tumpukan kaos yang dijual sebagai suvenir pun masih teronggok dalam kardus.

Meskipun begitu, tidak ada larangan untuk melihat-lihat. Beruntung, saat itu sang novelis kebetulan sedang berada di museum.

Andrea yang mengenakan kaos abu-abu berlengan panjang, celana kargo beige, serta topi koboy pun muncul dari ruangan belakang. Pria berambut ikal itu tetap menyambut kedatangan tamu yang tidak diundang itu.

Andrea dengan senang hati memimpin tur mengelilingi seisi museum yang dibangun dari royalti novelnya.

Museum sastra pertama di Indonesia, begitulah dia menyebut Museum Kata Andrea Hirata yang dananya dialokasikan dari royalti novel yang sudah terbit di 25 negara.

Setelah novelnya mendunia dan diadaptasi menjadi dua film layar lebar, Andrea ingin melestarikan nilai positif dalam Laskar Pelangi dan itu diwujudkan lewat museum yang terletak di Jalan Laskar Pelangi nomor 7 itu.

"Museum ini tujuan utama bukan pamer-pamer sebenarnya'," kata lelaki yang mendapat beasiswa International Writing Program di University of Iowa Amerika Serikat pada 2010.

"Ada visi dan konsepnya, untuk mengobarkan semangat orang-orang terutama generasi muda. Di sini ada kisah, sebuah kisah 'Berani bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Tapi jangan bermimpi saja, berdoa di situ," dia menunjuk masjid yang terletak persis di seberang museum.

Museum yang hanya berjarak tiga rumah dari rumah sang ibunda N.A. Masturah Seman terbagi menjadi lima ruangan. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di tikar di ruangan yang disebut 'Welcome Room', Anda akan disambut dengan belasan pigura berisi sejarah dan kisah penulisan Laskar Pelangi dalam bahasa Indonesia di sisi kiri. Sementara itu, dinding sisi kanan dipenuhi hal yang sama namun dalam bahasa Inggris.

"Diusahakan dalam dua bahasa karena kita sudah banyak sekali tamu asing," kata penulis yang novelnya menjadi referensi mata kuliah sastra di beberapa universitas di Australia itu.

Sesuai namanya, museum ini memang dipenuhi kata-kata Andrea Hirata, termasuk penggalan novel, koleksi puisi, tiga cerpen karya pria kelahiran 24 Oktober 1982 yang hanya bisa dibaca ekslusif di museum itu.

"Saya banyak dirayu penerbit yang mau bayar puluhan juta agar saya menerbitkan tiga cerpen ini. Tapi ini keistimewaan hanya untuk pengunjung museum yang hanya bisa dibaca di sini."

Banyaknya materi bacaan sehingga pengunjung museum harus punya waktu senggang untuk membaca seksama satu per satu.

"Datang ke Museum Kata ini sesungguhnya harus duduk tenang, menyerapi apa yang dimaksudkan, apa yang akan dipresentasikan oleh museum ini."

Terpajang beragam pencapaian Laskar Pelangi di dalam dan mancanegara. Ada potongan artikel koran nasional maupun luar negeri tentang LP, kumpulan komentar dunia untuk LP, pujian dari tokoh dunia termasuk pengarang "Slumdog Millionaire", serta deretan desain sampul novel LP yang terbit di berbagai negara.

Tidak hanya kata-kata, indera penglihatan pun dimanjakan dengan foto-foto yang diambil dari film Laskar Pelangi yang dirilis pada 2008. Andrea juga memajang beberapa lukisan, baik karyanya sendiri maupun karya orang lain yang terinspirasi LP. Beragam alat musik pun menjadi bagian dekorasi museum yang dibangun di atas rumah melayu kuno yang konon berusia dua ratus tahun itu.

Andrea juga ingin melestarikan suasana warung kopi melayu khas Belitung, itulah mengapa ada Warkop Kupi Kuli di ujung museum. Suasana jadul sangat kental di Warkop Kupi Kuli. Rasanya seperti mengunjungi rumah melayu kuno. Di pojok ruangan ada kompor arang yang memanaskan teko berisi kopi, cat pada dinding kayu dibiarkan mengelupas, radio kuno, lampu petromaks, iklan enamel, serta sampul album "Satria Bergitar" Rhoma Irama turut menjadi pemanis Warkop Kupi Kuli.

Selain jadi tempat bercengkrama sembari menikmati kopi Belitung, pada malam hari ruangan tersebut menjadi rumah puisi bagi anak-anak sekitar. Dia memang ingin semua karyanya dapat bermanfaat bagi orang lain.

"Tidak ada satu hal yang buruk dari Laskar Pelangi, dan saya orang Islam, sampaikanlah walaupun hanya satu ayat. Ini salah satunya."

Lewat museum ini, Andrea ingin menularkan virus agar semua orang tidak segan bermimpi. Dia pun punya mimpi yang belum terwujud. Dengan antusias dia bercerita bahwa penerbit LP di Amerika Serikat, Farrar, Straus and Giroux telah melahirkan 23 pemenang nobel sastra.

"Dengan izin Allah, siapa tahu, Insya Allah, orang kampung tempat jin buang anak itu...(bisa mencapai hal yang sama). Mudah-mudahan ya."

-

Arsip Blog

Recent Posts