Ritual "Hodoq Kawit" Warnai Festival Mahakam ke-12

Samarinda, Kaltim - Prosesi `Hodoq Kawit` atau mengait roh padi mewarnai Festival Mahakam ke-12 2012.

Sebelum dilaksanakan ritual Hodoq Kawit, puluhan Hodoq atau pria Dayak yang mengenakan berbagai pakaian dari daun pisang dan pandan, sementara pada bagian kepala yang terlihat menyerupai binatang dibuat dari kayu dengan berbagai aksesoris di antaranya, manik-manik, gigi babi dan buku Brung Enggang, melakukan upacara menari bersama puluhan wanita etnis Dayak.

"Ritual Hudoq Kawit ini biasanya dilaksanakan subsuku Dayak di Ulu Sungai Mahakam (Kabupaten Kutai Barat) pada saat menyambut musim tanam padi," kata Ketua Panitia pelaksanaan Ritual Hodoq Kawit, Muhammad Syah, Minggu.

Sebelum memasuki ritual Hudoq Kawit puluhan hudoq dan wanita Dayak terlihat melakukan tarian berkeliling di halaman Kantor Gubernur Kaltim sambil "Ngiu" atau berteriak memberikan semangat diiringi tabuh-tabuhan musik yang terbuat dari kayu dan "sapeq" atau gitar Dayak.

"Ritual ini melambangkan, keberagaman etnis Dayak dan semua peserta merupakan perwakilan seluruh suku Dayak yang ada di Kaltim. Prosesi `Hodoq Kawit ini baru pertama kali dilaksanakan pada Festival Mahakam, dan diharapkan ini akan terus berlanjut untuk melestarikan budaya lokal," kata Muhammad Syah.

Sebelum masuk pada prosesi inti, yakni mengait roh padi, sejumlah tokoh adat Dayak terlihat melakukan ritual dengan melemparkan padi kepada para Hudoq, dan meletakkan telur ayam pada beberapa batang bambu yang dibentuk menyerupai tiang.

Para tetua Adat Dayak itu kemudian terlihat berdoa, dan kemudian kembali melanjutkann tarian bersama sejumlah wanita Dayak.

"Prosesi ini sebagai bentuk doa kepada Sang Pencipta agar kami (warga Dayak) diberikan rezeki yang melimpah dari hasil bercocok tanam. Ritual Hodoq Kawit itu adalah upacara mengait roh padi agar datang ke daerah kami sehingga hasil panen kami akan melimpah," ujar salah seorang tokoh adat Dayak, YH. Tekwan Imang.

Selain dilaksanakan pada saat musim tanam, tarian Hodoq Kawit juga sering dilakukan saat penyambutan pejabat penting, upacara adat serta berbagai kegiatan besar lainnya.

"Kami berharap, kegiatan ini bisa dilestarikan, sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia. Kegiatan ini tidak semata ritual tetapi juga melambangkan keterkaitan manusia dengan alam," kata YH. Tekwan Imang.

-

Arsip Blog

Recent Posts