Yang Lain Upacara, Dua PNS Mesum di Mobil

Saat para PNS melaksanakan Peringatan Detik-detik Proklamasi tingkat kabupaten di lapangan Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, dua PNS justru tepergok sedang berasyik-masyuk di dalam mobil di halaman parkir belakang kantor pemkab setempat, Jumat (17/8/2012).

Sang sejoli tepergok petugas Satpol PP yang biasa bertugas di Kantor Pemkab Tasikmalaya. Seorang petugas Satpol PP mengatakan, sekitar pukul 09.00, ia melihat sebuah Toyota Avanza warna hitam mondar-mandir di sekitar Kantor Pemkab Tasikmalaya.

Tak lama, mobil memasuki pelataran parkir halaman belakang, di bawah kantor pemkab. Sekitar pukul 10.00, petugas yang kembali mengontrol di belakang melihat mobil itu bergoyang-goyang. Merasa penasaran, petugas mendekat sambil mengintip dan melihat dua orang sedang berasyik-masyuk.

"Karena tidak berani menegur sendirian, saya lantas mengajak rekan-rekan untuk menggerebek," ujar petugas yang minta jangan disebutkan namanya.

Sebelum petugas beraksi, mobil itu keburu kabur. Namun, petugas sudah mengetahui identitas PNS laki-laki, serta mobil yang digunakannya. Menurut petugas, identitas PNS laki-laki tidak asing lagi di kantor pemkab karena bertugas di posisi cukup strategis. Adapun yang perempuan mengenakan kerudung, dan terlihat memakai seragam petugas kesehatan.

"Saya tidak tahu persis apakah mereka sedang melakukan hubungan suami-istri atau tidak. Yang jelas, badan mereka berdekatan dan mobil bergoyang," ungkapnya.

Sekda Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir menyatakan akan mengusut kasus tersebut. Sebelumnya, ia sempat tak percaya, tetapi akhirnya langsung mengontak seseorang.

"Masa sih ada hal seperti itu, nanti saya akan telepon dulu bawahan," ujarnya.

Evi Hilman, pengamat pemerintahan yang juga mendapat laporan kejadian itu, meminta Bupati Tasikmalaya atau Sekda bertindak tegas terhadap oknum PNS tersebut. Selain tidak etis, hal itu dilakukan di lingkungan kantor pemkab dan pada bulan suci Ramadhan.

"Ini memalukan dan harus ditindaklanjuti secara tegas, apalagi sosok PNS-nya sudah dikenal," cetus Evi.

Naskah-naskah Koleksi Merbabu-Merapi

Oleh: Titiek Pudjiastuti*

Berbicara tentang naskah, apalagi naskah Jawa, kita tidak boleh lupa bahwa di dunia ini terdapat sejumlah naskah yang dapat dikatakan masih sebagai hutan belantara. Disebut demikian karena keberadaan koleksi naskah itu baru diketahui oleh segelintir orang saja dan banyak informasi mengenai naskah-naskahnya masih gelap. Padahal menurut van der Molen (1983) secara historis koleksi naskah tersebut sangat penting karena dapat mengungkapkan sejarah kesusastraan Jawa yang semula dikira hilang.

Beberapa pakar dari dunia pernaskahan menyebut koleksi naskah itu sebagai Koleksi Merbabu-Merapi. Mengapa disebut demikian? Berapa banyak jumlahnya? Di manakah di simpan? Bagaimanakah wujud dan hurufnya? Apakah isinya? Sudah adakah yang menelitinya? Siapa dan bagaimankah hasil penelitiannya? Mungkin masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang akan muncul jika seseorang diperkenalkan kepada koleksi Naskah Merbabu-Merapi tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, berikut adalah uraian singkat mengenai hal tersebut.

Berdasarkan informasi van der Molen (1983) dan Wiryamartana (1993) dapat diketahui bahwa yang disebut Koleksi Merbabu-Merapi adalah kumpulan naskah yang ditemuykan pertama kali tahun 1822 di lereng barat Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Kedakan, Residen Kedu. Naskah-naskah ini adalah miliki Keluarga Pak Kojo, cicit Penembahan Windoesono, seorang pendeta Buddha yang, ketika Islam masuk Jawa Tengah, menyingkir ke lereng Merapi dengan membawa serta lebih kurang 1.000 naskah. Namun menurut informasi van der Molen, sejalan dengan perjalanan waktu naskah-naskah itu telah menyusut dan kini hanya tinggal sekitar 400 naskah.

Informasi mengenai naskah-naskah ini pertama kali ditemukan dalam laporan statistik tertanggal 12 Agustus 1923, yang merupakan masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen. Tiga puluh tahun kemudian, Bataviaasch Genootshap berusaha untuk memperolehnya. Usaha tersebut dilakukan dengan susah payah, karena Pak Kojo, pemilik naskah-naskah itu sangat sulit melepaskan naskah-naskah yang diwariskan kepadanya. Dari berita laporan tertanggal 27 April 1952, dapat diketahui bahwa usaha pengambilalihan naskah-naskah tersebut akhirnya berhasil, dan sejak itu sebagian besar naskah koleksi Merbabu tersimpan di Bataviaasch Genootschap. Dikatakan sebagian besar karena sebagian lain naskah Merbabu terbawa ke tempat lain, antara lain, ke salah satu perpustakaan di Prancis; Berlin, Jerman (Pigeaud, 1967); dan juga Belanda.

Sekitar 12 tahun sesudah naskah-naskah koleksi Merbabu menjadi milik Bataviaasch Genootschap, Cohen Stuart menyusun koleksi naskah itu. Berdasarkan penyusunan itu dapat diketahui bahwa naskah Merbabu sebagian besar menggunakan bahan naskah berupa lontar dan tulisannya sangat unik. Bleeker (1852) menyebutnya tulisan kuno, dan Cohen Stuart menyebutnya tulisan Buddha. Alasan penyebutan ini tidak diketahui, karena Cohen Stuart tidak menyatakan pendapatnya. Ada pun mengenai isinya cukup bervariasi, selain teks-teks keagamaan–tidak saja Hindu -Budha tetapi Islam–juga terdapat teks sastra, mantra, dan lain sebagainya.

Para peneliti yang tertarik dan pernah melakukan penelitian terhadap naskah-naskah Merbabu antara lain:

1. Friederich, yang berusaha membuat daftar naskah koleksi Merbabu. Berdasarkan penelitiannya, ia menyatakan bahwa naskah-naskah itu ditulis oleh orang bukan Muslim karena isinya pengertian tentang agama India (Hindu), bahasanya juga sangat dekat dengan karya sastra Kawi di Bali. Semua naskah ditulis dalam prosa, dan isinya tentang agama Hindu.

2. Cohen Stuart, orang pertama yang berusaha menyusun katalog naskah Merbabu. Berdasarkan hasil pengamatannya, Stuart mengoreksi pendapat Friederich, ia mengatakan tidak semua naskah Merbabu berisi ajaran Hindu tetapi juga ada yang tentang pengertian ajaran Islam dan juga tidak semua teks ditulis dalam prosa, tetapi cukup banyak juga yang ditulis dalam puisi. Cohen Stuart juga mengemukakan tentang penanggalan naskah. Ia menyimpulkan bahwa naskah-naskah koleksi Merbabu sebagian kemungkinan berasal dari abad ke-16 and ke-17.

3. Willem van der Molen, peneliti pertama yang mengamati secara khusus salah satu naskah koleksi Merbabu. Naskah yang dikajinya berjudul Kunjarakarna. Hasil penelitiannya dilahirkan dalam bentuk disertasinya yang diterbitkan tahun 1983. Pusat perhatian van der Molen dalam penelitiannya adalah paleografi dan penanggalan naskah. Ia secara khusus mengamati masalah huruf dan penanggalan yang terdapat dalam naskah yang dikajinya. Hasil penelitiannya telah memberi sumbangan yang sangat berarti bagi sejarah kesusastraan Jawa, karena telah memberi gambaran yang tepat mengenai mengenai perkembangan huruf Jawa dari masa ke masa dan cara penghitungan penanggalan naskah yang sangat akurat.

4. Kuntara Wiryamartana, peneliti kedua yang mengkaji naskah Merbabu secara khusus. Teks yang dikaji berjudul Arjunawiwaha. Berbeda dengan van der Molen yang lebih mengamati masalah perkembangan huruf dan penanggalan, Wiryamartana lebih menekankan perhatiannya pada isi teks. Ia mengkaji masalah transformasi teks, bahwa melalui perjalanan waktu isi teks sebuah naskah juga mengalami perkembangan pemahaman sesuai dengan resepsi para pembacanya. Hasil penelitian Wiryamartana ini dituangkan kedalam disertasinya yang diterbitkan tahun 1991.

Dari uraian singkat di atas, kita menyadari bahwa masih banyak sekali hal yang belum kita ketahui mengenai naskah-naskah koleksi Merbabu.

***

*Penulis adalah staff pengajar di Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia

Upas, Racun Mematikan Penduduk Nusantara

Perang memang kejam dan tak kenal ampun, dulu hingga detik ini. Jika sekarang senjata yang paling mematikan adalah nuklir, maka dulu mungkin salah satunya adalah racun. Racun ini bisa ditempelkan terutama pada sumpit dan mata panah. Melalui racun, diharapkan pihak lawan dapat dibinasakan seketika dengan lebih efektif; dan penduduk Nusantara telah mengenal racun ini sejak lampau. Racun inilah yang membuat para kolonialis berdecak kagum sekaligus ngeri jika harus berhadapan dengan “pribumi” yang terkenal ganas dan penuh “amok” saat bertempur.

Racun untuk senjata bisa diperoleh dari hewan dan tumbuhan. Jika racun yang berasal dari hewan diperoleh dari bisa ular (kobra, ular laut, dan deathadder) dan punggung kodok, maka racun dari tumbuhan bisa didapat dari pohon upas dan chetik. Jelas, selain untuk berperang, racun digunakan untuk mematikan hewan buruan.

Rumphius, ahli botani kelahiran Jerman dan bekerja untuk VOC Belanda yang pernah melakukan penelitian ilmiah di Ambon, menulis bahwa penduduk Makassar tahun 1650 menggunakan panah beracun saat penyerangan terhadap Ambon. Panah beracun ini pula yang digunakan rakyat Celebes (Sulawesi) saat perang melawan VOC Belanda. Ahli botani ini menulis bahwa racun yang masuk pembuluh darah terbawa ke seluruh tubuh dan terasa di otot, menimbulkan rasa terbakar, terutama di kepala, lalu korban pingsan dan mati. Menurutnya, racun ini memiliki derajat mematikan berbeda, tergantung lama dan cara pengawetan racun. Dan racun yang paling mematikan adalah “upas raja”, dan efeknya tak terobati lagi.

Pohon upas (Antiaris toxicaria), yang kadang disebut ipoh/ipuh, anchar, atau tengis/ingas, adalah pohon besar dengan ketinggian bisa mencapai 40 m serta kayunya putih dan ringan. Dahan-dahannya tumbuh horizontal dan tak beraturan. Pohon ini tumbuh di tanah subur, di dataran rendah dan hanya ditemukan hutan-hutan lebat.

Sama seperti kayunya, warna getah upas adalah putih susu, namun lebih kental dan lengket dari susu. Cairan atau getah yang keluar dari batang (cortex) akan mengalir deras sehingga dapat terkumpul dengan cepat dalam satu cangkir. Pada pohon dewasa, torehan pada kulit kayu ini menghasilkan cairan kekuningan dan agak berbuih, sementara pada pohon muda warnanya lebih putih; baik dari pohon dewasa atau pohon muda getahnya akan bewarna kecoklatan di udara terbuka. Jika cairan ini mengenai kulit kita maka akan terasa perih dan terbakar. Karena getah kulit pohonnya mengandung racun, maka orang menamakan racunnya sebagai upas.

Penggunaan getah upas ini tidak langsung digunakan, melainkan harus diracik dengan bahan-bahan lain dalam jerangan air dalam kuali (tentu tak sama persis di dengan suku-suku lain di Nusantara). Bahan-bahan untuk meraciknya adalah: sekitar 8 ons (800 gram) cairan upas dikumpulkan dalam tabung bambu di sore hari, lalu dituangkan ke kuali lantas direbus. Selama perebusan ini, cairan upas ditambahi arum atau nampu (tanaman beracun juga), kencur, bengli, bawang merah dan bawang putih, masing-masing sebanyak setengah potong, dan ditambah sedikit bubuk lada hitam, sambil terus diaduk dalam mangkuk. Sementara cairan diaduk, sepotong cabai dibelah dan dikeruk hingga biji-biji cabai dikeluarkan kulitnya lantas dimasukkan ke dalam cairan yang tengah diaduk selama satu menit. Setelah biji-biji cabai diaduk, lalu bubuk lada hitam dan biji-biji cabai dimasukkan kembali, hingga tiga kali—jadi tiga menitan—sampai cairan berbuih dan membentuk lingkaran pertanda masak.

Selain upas, ada racun lain yang dihasilkan dari pohon chetik (The History of Java karya Raffles menuliskannya demikian). Tanaman ini berupa semak lebat yang saling berpilin, akar yang tumbuh di atas tanah menyebar ke segala arah, di mana akar utamanya tumbuh menghunjam tanah. Chetik selalu tumbuh di hutan yang gelap, dingin, di atas tanah hitam dan subur, namun sangat jarang ditemukan.

Cara mengolah racun chetik hampir sama dengan peracikan upas. Caranya adalah kayu chetik ddipotong dan dicuci bersih, lalu direbus dalam air dalam kuaIi selama 1 jam. Lalu, cairannya disaring dan kembali direbus sampai membentuk cairan sirup yang kental. Sejumlah rempah seperti kencur, sunti, bawang merah dan bawang putih, dan lada hitam dimasukkan dalam kuali selama beberapa menit. Kedua jenis racun ini harus dimasak dalam kuali yang tertutup rapat.

Akibat racun upas sangat dahsyat. Jika upas menyerang perut, saluran pernafasan, dan sirkulasi tubuh, maka chetik menyerang otak dan saraf. Gejala umum bila seseorang terkena racun ini adalah: tubuh kejang-kejang, gelisah, bulu roma berdiri, memuntahkan isi perut, lemas, sawan, nafas memberat, air liur keluar, otot perut kejang-kejang, muntah berat, muntah air, lalu kejang hebat, dan mati. Ada pun gejala akibat racun chetik adalah lemas, kehausan, kejang-kejang sedikit, efeknya menyebar ke seluruh sistem saraf dalam waktu singkat. Jika racun ini diterapkan pada sejumlah binatang, maka lamanya reaksi berbeda-beda. Anjing, langsung mati dalam satu jam, tikus dalam 10 menit, monyet dalam 7 menit, kucing dalam 15 menit, dan kerbau dalam 2 jam 10 menit. Hewan ini akan terjatuh langsung dengan kepala lebih dulu, terus kejang, dan akhirnya mati.

Setelah menyaksikan banyak prajurit Belanda di Ambon dan Makassar mati akibat racun upas, Rumphius akhirnya menemukan obat penawar racunnya pada akar Radix toxicaria.

***

Sumber Tulisn: http://wacananusantara.org/upas-racun-mematikan-penduduk-nusantara/

Menelusuri Dunia Naskah Sunda

Salah satu sumber informasi kebudayaan daerah yang sangat penting artinya dalam upaya pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional adalah naskah-naskah lama (kuno). Pada dasarnya naskah-naskah lama itu merupakan dokumen budaya yang berisi berbagai data dan informasi tentang pikiran, perasaan, dan pengetahuan dari bangsa atau kelompok sosial budaya tertentu, yang sekaligus juga sebagai unsur budaya yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat yang melahirkan dan mendukung naskah-naskah tersebut.

Karena itu, peninggalan suatu kebudayaan berupa naskah termasuk dokumen yang paling menarik bagi para peneliti kebudayaan lama. Peninggalan berbentuk puing bangunan seperti candi, istana raja, pemandian suci, dan lain sebagainya, mungkin bisa memberi kesan yang lebih semarak mengenai keagungan budaya lama. Namun, peninggalan berbentuk sisa bangunan itu belum sanggup memberi informasi langsung yang mencukupi mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat yang membangunnya, karena hal itu hanya dapat kita alami melalui berita-berita yang dapat dibaca melalui peninggalan dalam bentuk naskah.

Pada masanya naskah-naskah itu mempunyai banyak fungsi, antara lain sebagai pegangan kaum bangsawan untuk naskah-naskah yang berisi silsilah, sejarah leluhur, dan sejarah daerah mereka, sebagai alat pendidikan untuk naskah-naskah yang berisi pelajaran agama dan etika, sebagai media menikmati seni budaya seperti naskah-naskah yang berisi cipta sastra atau karya seni, dapat menambah pengetahuan untuk naskah-naskah yang berisi berbagai informasi ilmu pengetahuan; dan sebagai alat keperluan praktis kehidupan sehari-hari untuk naskah-naskah yang berisi primbon dan sistem perhitungan waktu. Namun, kini fungsi-fungsi tersebut mengalami proses pelunturan, bahkan ada yang tidak berfungsi lagi (Ekadjati, ed. 1988: 9).

Dewasa ini ada kecenderungan makin berkurangnya jumlah naskah karena banyak naskah yang rusak, hancur, atau musnah yang tidak mungkin lagi dapat diketahui kandungan isinya. Rusak atau hancurnya naskah-naskah sebagian disebabkan oleh musibah yang menimpa naskah-naskah itu, misalnya karena terbakar, bencana banjir, rusak dimakan serangga, atau lapuk karena ketuaannya. Ada pula yang disebabkan akibat kesengajaan (dibakar, tidak dipelihara), dan ada yang karena kelalaian pemiliknya, seperti karena ditinggalkan mengungsi, terlupakan memeliharanya, dan sebab-sebab lain. Sejumlah besar naskah yang rusak, hancur, atau musnah belum sempat diteliti secara mendalam.

Demikian pula sejumlah naskah, dalam beberapa bahasa dan memakai bahan yang bermacam-macam, baik yang disimpan di perpustakaan-perpustakaan, museum-museum, maupun yang disimpan di kalangan masyarakat sebagai benda warisan atau benda keramat di tanah Sunda, sampai sekarang masih telantar pemeliharaannya dan kurang mendapat perhatian dalam penelitian dan pengkajiannya. Padahal di dalamnya mengandung banyak informasi antara lain tentang sejarah, sosial, budaya, agama, filsafat, dan seni.

Dunia Naskah Sunda

Dunia naskah Sunda merupakan gudang besar persediaan ilmu pengetahuan masa silam yang dapat menambah khazanah nilai-nilai sejarah dan budaya Sunda dalam beragam jenis dan materi informasi yang tersedia. Keberadaan naskah-naskah Sunda ini erat kaitannya dengan kecakapan baca tulis atau pengenalan huruf. Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sunda di Jawa Barat, huruf telah digunakan sejak sekitar pertengahan abad ke-5 Masehi. Huruf-huruf yang pernah digunakan oleh masyarakat Sunda adalah huruf Palawa, huruf Sunda “Kuna”, huruf Jawa, huruf Arab, dan huruf Latin. Kecuali huruf Palawa yang hanya digunakan untuk membuat prasasti, penggunaan huruf-huruf tersebut telah memungkinkan banyaknya naskah-naskah Sunda.

Naskah-naskah Sunda pada umumnya ditulis dengan menggunakan huruf Sunda “Kuna” bagi naskah-naskah yang berasal dari kurun waktu sebelum abad ke-17 Masehi, huruf Jawa (huruf Jawa-Cirebon dan huruf Jawa Sunda) bagi naskah-naskah yang dibuat sejak sekitar abad ke-17 Masehi, huruf Arab (Pegon bagi naskah-naskah yang dibuat sejak sekitar abad ke-18 Masehi) dan huruf Latin bagi naskah-naskah yang berasal sejak sekitar abad ke-19 Masehi (Ekadjati, 1998).

Media naskah Sunda tempat menuliskan huruf-huruf di atas ada beberapa macam, antara lain lontar, janur, daun enau, daun pandan dan nipah yang ditulisi dengan menggunakan alat pengerat (penggores) yang disebut peso pangot serta media daluang dan kertas yang ditulisi dengan pena, tinta, atau pensil. Biasanya naskah-naskah yang ditulis pada daun lontar berasal dari periode yang lebih tua (sebelum abad ke-18 Masehi) sedangkan naskah yang ditulis pada kertas Belanda berasal dari masa yang lebih muda (sejak abad ke-19 Masehi).

Berdasarkan waktu pembuatannya naskah-naskah Sunda dapat dibagi atas tiga periode, yaitu (1) masa kuna (masa sekitar abad ke-17 dan sebelumnya) yang diwakili antara lain oleh naskah-naskah (Carita Parahyangan, naskah Pantun Ramayana, Siksa Kanda ng Karesian, dan Bujangga Manik; masa peralihan sekitar abad ke-18 Masehi yang diwakili antara lain oleh naskah Carita Waruga Guru dan Cariosan Prabu Siliwangi; dan (3) masa baru yang diwakili oleh naskah-naskah Wawacan Sajarah Galuh, Sajarah Sukapura, Carita Ukur, Carita Sajarah Lampahing Para Wali Kabeh, dan Wawacan Ahmad Muhammad.

Dalam katalog Naskah Sunda yang disusun oleh tim yang dipimpin Dr. Edi S Ekadjati (1988) tercatat 1.019 naskah dengan perincian 239 naskah di Universiteit Bibliotheek Leiden, 500 naskah Sunda yang ditulis di atas kertas dan daluang serta 40 naskah yang ditulis di atas daun lontar, nipah, dan lain-lain yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta (semula di bagian naskah Museum Nasional Jakarta), 150 buah naskah di Museum Negeri Jawa Barat “Sri Baduga” di Bandung, 50 buah naskah yang tercatat berada di kantor Ecole Francaise d’Extreme-Orient (EFEO) sebuah lembaga penelitian Prancis untuk Timur Jauh di Bandung (yang kantornya telah tidak ada lagi), 15 naskah di Museum Pangeran Geusan Ulun Sumedang, 25 naskah di Museum Cigugur Kuningan, dan sekitar dua buah peti berisi naskah-naskah lama masih tersimpan rapat di keraton Kasepuhan Cirebon.

Di luar lembaga-lembaga penyimpanan naskah, naskah-naskah Sunda masih banyak tersebar di kalangan masyarakat yang sulit diperkirakan jumlahnya. Meski demikian, dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jawa Barat yang disusun oleh Edi S Ekadjati dan Undang Ahmad Darsa (1999), naskah Sunda yang tersimpan di kalangan masyarakat (Jawa Barat) dan beberapa tempat penyimpanan naskah tingkat lokal seperti Museum Negeri Jawa Barat, Museum Pangeran Geusan Ulun Sumedang, Museum Cigugur Kuningan, Keraton Kasepuhan dan keraton Kacirebonan di Cirebon yang berhasil dihimpun tercatat sebanyak 1.012 naskah.

Naskah-naskah ini dapat dikelompokkan ke dalam enam kelompok. Kelompok pertama, adalah naskah-naskah tentang sejarah yang mencakup naskah-naskah dalam kategori sejarah Jawa Barat, sejarah Jawa (Tengah dan Timur), dan mitologi sebanyak 233 naskah; kedua, tentang agama Islam yang mencakup naskah-naskah Al Quran, cerita Islam, fiqih, tasawuf, manakib, tauhid, adab, dan doa-doa sebanyak 546 naskah; ketiga, naskah-naskah tentang sastra sebanyak 122: keempat, naskah-naskah primbon dan mujarobat sebanyak 66; kelima, tentang adat-istiadat sebanyak 15; dan keenam naskah-naskah lain sebanyak 30 naskah. Naskah-naskah tersebut sebagian besar berbahasa Sunda, selain ada juga yang berbahasa Jawa Cirebon, bahasa Arab, dan beberapa bahasa Melayu.

Pengumpulan dan Penelitian

Terkumpulnya naskah Sunda di berbagai lembaga tempat penyimpanan naskah baik di dalam maupun di luar negeri tidak terlepas dari usaha yang dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian besar terhadap pentingnya naskah Sunda yang mulai dikumpulkan sejak abad ke-19 Masehi sampai masa akhir pemerintah kolonial Belanda antara lain oleh K.F. Holle, J.L.A. Brandes, C.M. Pleyte, Raden Saleh, Snouck Hurgronje, R.A. Kern, dan G.A.J. Hazeu. Pada umumnya mereka melakukan usaha pengumpulan naskah itu pada waktu mereka mengemban tugasnya masing-masing, baik sebagai pegawai pemerintah kolonial yang erat hubungannya dengan masyarakat Sunda maupun sebagai wiraswastawan yang sering berhubungan dengan masyarakat Sunda.

Naskah-naskah Sunda yang berhasil dikumpulkan sejak abad ke-19 oleh para penyusun katalog naskah mulai didaftarkan. Juynboll, misalnya, pada tahun 1899 menyusun katalog yang berisi naskah-naskah Sunda dengan judul Catalogus van Maleische en Soendaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek dan pada tahun 1912 menyusun katalog berjudul Supplement op den catalogus van Soendaneesche Handschriften en Catalogus van de Soendaneesche Handscriften en Catalogus van de Balineesche en Sasaksche Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Kedua katalog ini terbit di Leiden. Sejak itu bermunculan katalog naskah Sunda antara lain yang disusun oleh R.A. Keren mengenai naskah koleksi Snouk Hurgronje, Perbatjaraka (1933), Th. G. Pigeaud (1967, 1968, dan 1970), M.C. Ricklefs dan P. Voorhoeve (1977), dan F.H. van Naerssen, Th. G. Pigeaud dan P. Voorhoeve (1977), dan terakhir Edi S. Ekadjati (1988 dan 1999).

Pengumpulan naskah-naskah Sunda kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai penelitian yang menggunakan naskah Sunda sebagai objek penelitiannya. Sebut saja misalnya Thomas Stanford Raffles yang menulis buku History of Java pada tahun 1819, ia menggunakan naskah-naskah Jawa dan juga Sunda sebagai bahan (sumber) penyusunan bukunya. Jejak Raffles kemudian diikuti oleh para penulis Belanda, antara lain oleh C.M. Pleyte yang menerbitkan sejumlah naskah bagi kepentingan bahan studi bahasa, sastra, dan sejarah Sunda antara lain Ciung Wanara dan Lutung Kasarung (1910), Carita Parahiyangan (1911), Babad Galuh, Sajarah Galuh Bareng Galunggung dan Carita Waruga Guru (1913), serta Carita Purnawidjaja pada tahun 1914. Kemudian J.L.A.Brandes pada tahun 1911 menerbitkan teks Babad Cirebon, diikuti oleh Hoesein Djajadiningrat yang meneliti naskah Sajarah Banten untuk disertasi doktornya di Universitas Leiden dan lulus dengan nilai cum laude pada tahun 1913 ketika ia masih berusia 27 tahun. Sejak itu, beberapa disertasi doktor yang menggunakan bahan naskah Sunda sebagai sumber kajian mulai bermunculan, antara lain disertasi K.A.H.Hidding pada tahun 1929 mengambil cerita Nyi Pohaci Sangyang Sri, J.Edel (1938) yang meneliti Hikayat Hasnuddin, dan F.S.Eringa (1949) tentang Loetoeng Kasaroeng.

Pada tahun 1979, Edi S. Ekadjati dan Emuch Hermansoemantri menulis disertasi doktor di Universitas Indonesia dengan mengambil naskah Sudna sebagai bahan kajiannya. Edi S. Ekadjati memilih naskah-naskah mengenai Cerita Dipati Ukur yang terdapat dalam 23 naskah dan berbagai penerbitan, sementara Emuch Hermansoemantri memilih Sajarah Sukapura dengan mendasarkan pada lima naskah. Terakhir, bulan September 2001, saya sendiri menulis disertasi doktor filologi di Universitas Padjadjaran mengenai Sunan Gunung Jati dengan menggunakan naskah-naskah dari Cirebon.

Di Jurusan Sastra Sunda FPBS UPI, Fakultas Sastra Unpad, dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, misalnya, telah puluhan naskah yang dijadikan bahan penelitian skripsi mahasiswa di ketiga perguruan tinggi ini. Demikian pula di Program Studi Ilmu-ilmu Sastra Bidang Kajian Utama Filologi Program Pascasarjana Unpad telah menghasilkan puluhan magister dan satu orang doktor yang meneliti naskah Sunda.

Namun, penelitian yang telah dilakukan baik oleh para mahasiswa S.1, S.2, dan S.3 serta para peminat naskah Sunda hingga saat ini, jika dibandingkan dengan ribuan naskah yang ada, penelitian naskah ini ternyata baru sebagian kecil saja. Gudang besar tentang sejarah, budaya, sastra, agama, filsafat, dll. masih tersimpan rapat di tumpukan naskah-naskah lama. Mudah-mudahan Simposium Internasional Pernaskahan yang digelar di Bandung ini dapat menggairahkan minat para peneliti, pemerihati, dan peminat naskah Sunda untuk kembali membuka nilai-nilai luhur budaya bangsa warisan leluhur yang dapat dijadikan sebagai sumber kebudayaan Nusantara.

***

Sumber Tulisan : pikiran-rakyat.com

Danau Purba di Pantai Kakaban

Pulau Kakaban termasuk pulau favorit wisatawan di kawasan kepulauan Derawan. Pulau ini sangat unik dan eksotis. Bagaimana tidak? Perhatikan saja dari foto udara. Sebuah pulau lazimnya berupa daratan luas. Namun tidak dengan Pulau Kakaban. Daratannya hanya seperti dinding pembatas sebuah danau raksasa di tengahnya. Danau ini merupakan danau purba yang terbentuk dari proses geologi jutaan tahun lalu.

Di Pulau Kakaban jangan pernah melewatkan momen terindah di dalam laut. Berenang bersama ikan manta Ray atau ikan pari. Ikan ini bisa berada dekat sekali dengan penyelam tanpa merasa terganggu. Jika anda beruntung, anda akan bertemu dengan manta ray raksasa sepanjang enam meter.

Pulau Kakaban memang tempat wisata spesial untuk para penyelam. Tak kurang dari sembilan titik penyelaman (diving point). Delapan diantaranya di sisi luar pulau menghadap laut dan satu di sisi dalam pulau berupa danau. Di sisi luar pulau kondisinya lebih mirip dengan penyelaman di laut lepas dan boleh jadi hiu biru akan menghampiri anda. Sedang di danaunya, anda bisa menemukan ubur-ubur (jelly fish) tanpa sengat berbeda dengan ubur-ubur kebanyakan. Sehingga anda tak perlu khawatir kesetrum ubur-ubur.

Sembilan titik penyelaman di Pulau Kakaban adalah North Face, The Draft, Divers Delight, Rainbow Run, The Plateau, The Wall, Cabbage Patch, Barracuda Point, dan Jelly Fish lake.

Pulau Kakaban merupakan lingkungan laut eksepfora. Pulau ini muncul ketika jaman Holosen, sekitar 19000 SM telah menjebak 5 kilometer persegi air laut. Air laut ini terjebak dalam 50 meter punggungan, mengubah daerah tersebut tapak seperti daratan-laut-danau. Tempat lain yang mirip seperti ini hanya Pulau Mikronesia yang lebih dominan seperti padang pasir .

Beberapa spesies aneh dan hewan khas layak diamati di kedalaman danau. Perjalanan selama ribuan tahun, membuat adaptasi menjadi sebuah ekosistem yang sangat unik untuk sebuah lingkungan air payau. Danau yang penuh dengan sedikitnya 4 jenis ikan jelly stingless termasuk salah satu yang terbaik jenis Cassiopea (Cassiopea Xamachana).

Sekitar tiga spesies alga hijau Halimeda menutupi dasar danau pulau Kakaban dan akar mangrove hidup berdampingan dengan tunicates, spons, cacing tabung, bihalves, krustasea, anemon, mentimun laut, ular laut dan sedikitnya lima species ikan gobi. Banyak juga spesies tak dikenal berada dalam kelimpahan. Seorang peneliti Dr Thomas Tomascik dari Kanada menyebut Kakaban sebagai surga biota laut.

Pulau Kakaban masih menyimpan misteri bagaimana tumbuhan danau dan hewan yang mampu bertahan dalam sistem terisolasi hingga kini menjadi bahan perbincangan menarik para ilmuwan kelautan dan geologi. Ribuan ubur-ubur, barakuda, tuna dan hiu biru banyak ditemukan Barracuda Point, Pulau Kakaban.

***

Pantai Klayar di Pacitan

Pantai Klayar atau Klayaran tentu masih asing di telinga anda. Ini karena memang pantai ini belum dikelola menjadi tempat wisata. Pemerintah setempat masih membiarkan pantai ini alami meski menyimpan banyak potensi wisata dan bisa dikelola dengan baik. Seperti halnya Pantai Sawarna di Banten, Pantai Klayar terkenal melalui dunia maya atau jaringan internet dan mulut kemulut.

Pantai Klayar terletak di Pacitan, sebuah di sisi selatan Jawa Timur dan berbatasan dengan Wonogiri di Jawa Tengah. Tepatnya berada di desa Kalak, kecamatan Doonorojo, Kabupaten Pacitan. Jaraknya sekitar 40 km ke arah barat dari kota Pacitan. Pantai ini masih segaris dengan Pantai Teleng Ria yang sudah dikelola sebagai tempat wisata.

Sebagai bagian dari pantai selatan, Pantai Klayar menyimpan banyak keindahan yang unik dan meyimpan misteri. Keindahan yang ada diantaranya pasir putih, karang raksasa mirip Sphinx di Mesir, Seruling Laut, Air Mancur alami, Air terjun, dan batu karang indah. Dan ternyata, lebih banyak turis asing yang mengenal Pantai Klayar dibanding wisatawan domestik. Ini mengingat masih minimnya pemberitaan dimedia offline. Dan wisatawan mancanegara itu tentu tahunya dari internet. Meski hanya memiliki garis pantai yang tidak panjang, Pantai Klayar begitu mempesona. Garis Pantinya kira-kira seperti Pantai Ancol di Jakarta.

Akses ke Pantai Klayar

Sebagai pantai yang belum ramai dikunjungi apalagi dikelola resmi, akses menuju pantai ini boleh dibilang misterius seperti mencari harta karun. Dari Yogyakarta, bisa ditempuh selama 3 jam perjalanan melalui jalan tembus. Dan dari Pacitan kota bisa ditempuh dengan sepeda motor selama 3 jam perjalanan. Pantai Klayar merupakan sebuah teluk kecil yang kanan kirinya dibatasi oleh tebing-tebing karang, mirip seperti Pantai Karma Kandara.

Hal-hal aneh di Pantai Klayar

Pantai Klayar pada hari-hari biasa tidak banyak dikunjungi pelancong. Hanya anda temukan masyarakat lokal nelayan yang sedang melaut. Baru di akhir pekan atau liburan, banyak pengunjung yang ingin membuktikan misteri-misteri di pantai ini.

Suasana sepi pengunjung membuat anda bisa mendengar hembusan angin, misterius bukan? Di kanan kirinya banyak dipagari nyiur hijau. Di pantainya yang berpasir putih, anda juga bisa menemukan sisa-sisa binatang laut yang sudah mati.

Ada dua karang tinggi setinggi pohon kelapa dan menjadi ikon favorit wisatawan. Letaknya ada di sisi timur. Di balik karang ini, masih banyak lagi terdapat karang yang tak lelah diterjang ombak Laut Selatan. Dan diantara karang-karang itu, terdapat karang raksasa yang mirip Tanah Lot di Pulau Bali. Makanya tidak heran jika ada yang Klayar sebagai Tanah Lot di Pacitan, Jawa Timur. Ada juga sungai-sungai kecil yang bermuara di Pantai Klayar. Sungai dangkal bisa dilewati dengan jalan kaki. Kedalamannya ada yang sepaha orang dewasa di beberapa titik.

Sedangkan di sisi baratnya, ada karang yang lebih tinggi dan lebih besar, tingginya mencpaai 50 meter. Tebing karang ini merupakan gugusan karang. Tebing eksotis ini mirip seperti tempat bersandarnya kapal Nabi Nuh atau perang Inggris vs Perancis di film Robin Hood. Dan di pantainya sendiri terdapat hamparan karang-karang kecil. Keindahan lanskap pantai Klayar sangat pas dinikmati dari tebing ini. Dan di tebing sisi kanan ini sudah dibuat gardu pandangnya.

Bagi yang pernah ke Mesir, di deretan tebing karang di sisi timur inilah terdapat karang raksasa mirip Sphinx. Dan di deretan karang-karang di belakangnya, banyak karang yang berlubang sehingga memungkin air laut dan angin memasuki karang itu. Saat ombak datang,dari celah-celah kecil karang ini ada air mancur alamiyang muncrat hingga ketinggian 10 meter. Airmancur ini akibat tekanan ombak laut yang melewati celah kecil. Sesuai dengan teori Teori Bernoulli di pelajaran Fisika. Ketika muncrat, tak jarang airmancur ini juga mengeluarkan suara aneh mirip seruling. Makanya banyak yang menamai seruling laut. Di sebelahnya lagi itulah letak air terjun setinggi dua meter.

Kalau anda pecinta foto narsis, cobalah naik ke pinggang karang Sphinx. Dari sudut dan momen yang tepat, anda bisa berfoto di Sphinx dengan latar belakang air mancur raksasa dan air terjun laut. Dan masih di deretan karang sphinx ini, anda bisa menemukan Karang Bolong. Karang yang bolong (berlubang) akibat abrasi karena tiupan angin laut.

Jika anda telah berkunjung ke Pantai Klayar, jangan lupa untuk mempromosikannya ke teman, keluarga, atau kolega. Supaya Pantai Klayar menjadi tempat wisata favorit keluarga Indonesia dan dunia.

***

Wisata Gunung Krakatau

Siapa tak kenal gunung aktif di dunia ini? Saking terkenalnya sutradara Sam Miller rela mengangkatnya ke layar lebar yang dibuat berdasarkan catatan saksi mata pada letusan Krakatau 27 Agustus 1883. Film berjudul Krakatoa: The Last Days adalah film dokumenter BBC (British Broadcasting Corporation).

Film dokumenter yang mengisahkan bencana alam amat berbahaya dan membunuh banyak manusia itu bercerita tentang letusan gunung berapi terkuat dalam sejarah yang menghancurkan lebih dari 18 km dan kurang daripada 48 jam serta membunuh 36.500 jiwa.

Begitu dahsyat ledakannya pada waktu itu berakibat tsunami setinggi 40 meter. Suara letusannya pun terdengar hingga Alice Spring, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika. Bahkan debunya juga berhamburan ke udara hingga setinggi 80 km di atas permukaan laut dan bisa dilihat dari langit Norwegia dan New York hingga sampai luar angkasa. Alhasil, sebagian belahan bumi pun gelap gulita. The Guinness Book of Record mencatat letusan Krakatau paling hebat yang pernah terekam dalam sejarah manusia modern.

Krakatau di perairan selat Sunda masuk dalam wilayah kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Tanggal 26 Februari 1990 kawasan ini pun ditetapkan sebagai Cagar AlamLaut Kepulauan Krakatau dengan luas 13735 ha. Dengan 11200ha berupa laut dan 2535 berupa daratan yang dikelola oleh BKSDA II Tanjung Karang. Krakatau kini menjadi tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Apa sebab? Tidak hanya wisata gunung saja yang ditawarkan namun juga wisata bahari yang memukau para wisatawan.

Sejarah Krakatau (Munculnya Anak Krakatau)

Krakatau zaman purba diperkirakan memiliki ketinggian 2000 meter. Letusan dahsyatnya telah terjadi sejak zaman pra sejarah pada tahun 416 sebagaimana tercatat dalam buku jawa kuno “ Pustaka Raja”, dan menyisakan 3 pulau yakni Rakata, Sertung, dan Panjang. Dalam perkembangan selanjutnya Rakata memunculkan puncak-puncak Danan dan Perbuatan.

Ledakan dahsyat Krakatau di tahun 1883 telah menghancurkan ¾ bagian tubuhnya. Selanjutnya Krakatau tenang kembali sejak Februari 1884 sampai Juni 1927. Ketika pada 11 Juni 1927 terjadi erupsi yang berkomposisi magma basa muncul di pusat komplek Krakatau, yang dinyatakan sebagai kelahiran Gunung Anak Krakatau. Akibatnya Gunung Anak Krakatau tumbuh semakin besar dan tinggi , membentuk kerucut yang kini mencapai tinggi 300 m dari muka laut. Di samping menambah tinggi kerucut tubuhnya, juga memperluas wilayah daratannya.

Berdasarkan catatan sejarah kegiatan vulkanik, Anak Krakatau sejak lahir 11 Juni 1930 telah mengadakan erupsi lebih dari ratusan kali baik bersifat eksplosif maupun efusif. Dari sejumlah letusan itu, umumnya titik letusan berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya dengan waktu istirahat sekitar 1-8 th dan umumnya terjadi 3-4 th sekali berupa letusan abu dan leleran lava. Kegiatan terakhir Anak Krakatau, yaitu letusan abu dan lelehan lava berlangsung mulai 8 November 1992 sampai Juni 2000 dan tahun 2007, 2008, dan 2009.

Letusan Krakatau yang Indah

Berkunjung ke kawasan Krakatau lebih mudah dicapai dari Pantai Anyer dan Carita. Untuk ijin mendarat dan mendaki Anak Krakatau juga bisa diperoleh di kawasan tersebutatau izin vdari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (KPSDA) Lampung. Dibutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan menggunakan perahu motor cepat, untuk mencapainya. Di lokasi wisata ini jua ditawarkan wisata alam seperti berkemah, berjalan kaki, memancing, dan pemandangan alam laut yang indah.

Luas gunung Anak Krakatau 800 hektar dengan panjang pantai sekitar 2 km. Ketinggian gunung 350 meter dan tiap tahun meningkat sekitar satu meter. Gunung Anak Krakatau terdiri dari dua bukit. Bukit kedua merupakan puncak kawah yang menyemburkan asap. Jika kondisi gunung stabil, parapendaki diwajibkan mengenakan helm dan masker untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu gunung meletus.

Adapun fauna penghuni Anak Krakatau antara lain biawak, ular, tikus hutan, kupu-kupu, danhewan lainnya. Jika kondisi tidakaktif, tentu anda sangat ingin mendaki . Dengan mendaki gunung Anak Krakatau, sepanjang perjalanan akan ditemui banyak batu-batu besar yang berasal dari muntahan gunung Anak Krakatau. Batu-batu itu bahkan mampu mematahkan baang pohon.

Dengan kondisi seperti itu, pada saat-saat tertentu pendakian ke gunung Anak Krakatu dilarang. Dari tahun 2009-2011, gunung Anak Krakatu aktivitasnya meningkat dan terus menyemburkan asap sehingga pengunjung tidak diperbolehkan naik hingga puncak Anak Krakatau. Kawah yang snenantiasa menyemburkan bebatuan, pasir, debu, dan lava panas menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh para wisatawan domestik maupun asing. Di senja hari, eksotisme kawasan Gunung Anak Krakatau semakin indah. Wisatawan tentu terkagum-kagum menyaksikan matahari tenggelam (sunset).

Keindahan Bawah Laut Krakatau

Selain menyaksikan kawasan Krakatau, wisatawan yang ingin menikmati keindahan lainnya dapat memancing di kaki Gunung Krakatau. Gunung Krakatau sudah satu abad lebih tidak aktif dan dihuni berbagai jenis ikan. Air lautnya yang masih bersih dan jernih sangat mendukung aktivitas wisatwan untuk berenang atau snorkeling di Gunung Krakatau. Saat menyelam, banyak pesona dan kehidupan biota bawah laut yang menyihir penyelam seperti terumbu karang dan aneka jenis ikan yang berenang secara bergerombol. Bila beruntung, penyelam bisa menemui spesies fauna laut yang cantik dan lucu dengan warna merah berpadu garis putih yakni ikan Nemo (amphiprion ocellaris). Ya, ikan Nemo di Gunung Krakatau. Ikan Nemo ini biasanya hidupo diantara karang-karang beracun dan tidak lari ketika didekati penyelam.

Penyelam juga bisa menikmati indahnya pemandangan laut bekas patahan yang berlekuk-lekuk (drop off). Pada kedalaman 200 meter, terkadang penyelam bisa menemui fenomena alam ajaib berupa gelembung gas metan. Di bawah laut,banyak ditemui biota laut yang langka sehingga menghadirkan tantangan seru bagi penyelam.

Dengan potensi alam seperti ini, pesona dan misteri Gunung Krakatau yang demikian maka masuk akal bila banyak ilmuwan menjadikan kawasan Gunung Krakatau sebagai laboratorium alam bagi beberapa disiplin ilmu seperti geologi, vulkanologi,biologi, dan konservasi. Bahkan ada juga yang menominasikan Gunung Krakatau sebagai satu dari 7 keajaiban alam dunia.

Krakatau memang penuh misteri namun eksotis. Mengerikan namun mempesona.

Akses menuju Gunung Krakatau

Ada dua cara untuk bisa anda gunakan untuk menuju tempat wisata Gunung Krakatau sebagai berikut:

Dari Bandar Lampung, menggunakan bus jurusan Kalianda, Lampung Selatan. Kemudian berlanjut ke Desa Canti. Jika dari Bakauheni, ada bus jurusan Kalianda. Dari dermaga Desa Canti, sejumlah perahu motor nelayan bisa disewa untuk mengunjungi Gunung Krakatau dengan waktu tempuh 2,5 jam.
Melalui Pantai Anyer, Pantai Carita, dan Pantai Tanjung Lesung. Dari ketiga pantai ini rata-rata ditempuh selama 3jamdengan speed boat.
Penginapan di sekitar Gunung Krakatau

Bagi yang ingin menginapdi sekitar Gunung Krakatau, terdapat akomodasi dan fasilitas wisata terdekat di kota Kalianda dan Pulau Sebesi, kabupaten Lampung Selatan.Selain di pesisir selatan Pulau Sumatra, banyak terdapat pula penginapan di kawasan wisata sepanjang pantai barat Banten seperti Pantai Anyer, Pantai Carita, dan Pantai Tanjung Lesung. Di tempat-tempat tersebut terdapat home stay,camping ground, resort, wisma,villa, den hotel dengan berbagai tipe sesuai selera dan kantong anda.

***

Kepulauan Derawan

Derawan merupakan satu diantara sekian banyak pulau di Kalimantan. Di sekitar pulau Derawan juga terdapat pulau-pulau kecil hingga membentuk gugusan kepulauan Derawan. Karena pesona lautnya yang luar biasa, Derawan menjadi salah satu tempat wisata favorit di wilayah timur Indonesia khususnya di Kalimantan Timur.

Kalimantan sendiri adalah pulau terbesar di negara kepulauan Indonesia dan juga terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan New Guinea. Kata “Kalimantan” berasal dari bahasa Melayu kuno yang berarti “Sungai dari Diamond”. Bagian Utara Kalimantan termasuk wisalayah Serawak Malaysia dan Brunei Darussalam. Suku asli Kalimantan yang terkenal adalah Suku Dayak. Selain Dayak,masih banyak sub etnis lain di Kalimantan. Suku di wilayah timur Kalimantan terdapat suku Kayan – Kenyah Dayak yang tinggal di Kalimantan Timur sepanjang Sungai Mendalam.

Kalimantan merupakan pulau yang dilalui garis khatulistiwa. Musim hujan dimulai sekitar November hingga April dan musim kemarau berlangsung dari Mei hingga Oktober. Namun,di sekitar Kalimantan terkadang ada hujan sebelum, ketika,dan sesudah musim kemaraunya. Suhu udara rata-rata di Kalimantan Timur adalah sekitar 25 Celcius – 35 derajat Celcius.

Kota Persinggahan sebelum ke Derawan

Mengunjungi Derawan, rasanya kurang lengkap jika tidak singgah di beberapa kota Kalimantan Timur yang juga terkenal tempat wisatanya. Beberapa kota yang layak disinggahi atau hanya sekedar transit saja diantaranya Balikpapan, Berau dan Tarakan.

Balikpapan terkenal dengan produksi minyak, dimana Pertamina mendominai perusahaan minyak di Balikpapan. Balikpapan menyumbang total produksi minyak dalam jumlah besar skala nasional. Ada banyak ekspatriat atau pekerja luar negeri tinggal di Kota Balikpapan, dan kebanyakan dari mereka bekerja di perusahaan minyak lokal atau perusahaan minyak luar negeri.

Di Balikpapan, anda bisa menggunakan jasa agen perjalanan (travel) untuk mampir ketempat wisata seperti Crocodile Farm di Teritip, kebun sayur, pasar tradisional untuk berburu kerajinan asli dayak, dan wisata kota lain di sekitar Balikpapan. Untuk memanjakan lidah, anda bisa menemukan banyak restoran makanan laut yang menghidangkan Kepiting Saus Cabai atau Kepiting Goreng dengan bawang putih.

Berau. Kota ini menggunakan falsafah pengembangan kota yang bertumpu pada industri perdagangan dan kayu sebagai roda utama ekonomi lokal. Berau adalah salah satu tempat terdekat dari hutan hutan yang menyebar di sepanjang wilayah Kalimantan. Transit dari Berau, untuk mencapai Derawan anda bisa berlayar di sepanjang sungai Berau dengan perahu. Di Kalimantan khususnya Berau, sungai menjadi moda transportasi paling populer.

Kedua sisi sungai terletak di hutan mangrove dengan berbagai tanaman bakau tropis dan merupakan kesempatan yang baik untuk bisa melihat monyet hidung merah dan ular bakau. Perjalanan Ini membutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk pelayaran sungai. Dan masih perlu 1 jam perjalanan menyusuri pantai-pantai di Kalimantan Timur mangrove untuk mencapai Derawan.

Tarakan. sebuah pulau kecil terletak di sebelah timur Kalimantan Timur, dekat Tawao, Malaysia wilayah. Tarakan telah menjadi kota transit populer untuk perdagangan internasional antara Indonesia dan Malaysia pelaku bisnis, situasi ini mendorong munculnya hotel-hotel baru di sekitar kota. Jika Anda ingin membeli produk Malaysia tertentu seperti makanan ringan, produk susu, dan produk toilet Tarakan akan menjadi tempat yang sempurna untuk itu. Diperlukan waktu sekitar 3 jam dengan perahu untuk mencapai Derawan dari Tarakan.

Pulau di Kepulauan Derawan

Sebagai gugusan pulau yang menarik, terdapat beberapa pulau di Derawan yang sayang untuk dilewatkan. Setidaknya terdapat empat pulau di kepulauan Derawan seperti Pulau Derawan, Pulau Sangalaki, Pulau Kakaban, dan Pulau Maratua.

Di Pulau Derawan, anda bisa menemui penyu pada setiap penyelaman di Derawan, penyu juga ditemukan datang di darat setiap malam untuk berkembang biak. Ada juga tokek yang sering dijumpai tepat di bawah cottage dan restoran.

Pulau Kakaban berbentuk seperti danau raksasa di tengah laut. Danau raksasa ini terbentuak belasan ribu thaun silam melalui proses geologi. Di Pulau Kakaban terdapat banyak diving point dan yang paling terkenal adalah Barracuda diving point. Di Kakaban banyak terdapat ubur-ubur.

Pulau Maratua menawarkan pertunjukan megangkan seperti pertunjukan di Colosseum Roma. Banyak binatang laut bisa anda temui seperti barakuda, ikan hiu biru, karang emas dan merah. Ekosistem alami ini sering kali memperlihatkan bagaimana kawanan ikan pemangsa memburu ikan-ikan kecil yang menjadi makannya.

Pulau Sangalaki memiliki koloni ikan Manta Ray (ikan pari/pee). Ikan ini tidak terganggu dengan kehadiran penyelam. Namun anda harus berhati-hati karena ikan ini bisa menyetrum anda. Ikan berukuran dari 3,5 meter hingga yang raksasa dengan panjang 6 meter.

Akses ke Pulau Derawan

Jika berangkat dari Jakarta, gunakan penerbangan ke Balikpapan dan dilanjutkan ke Tanjung Redep, Berau. Dari Tanjung Redep menggunakan perjalanan darat ke penyeberangan Tanjung Batu. Dari Tanjung Batu, Pulau Derawan dapat dicapai menggunakan speedboat. Speed boat adalah transportasi praktis untuk mengunjungi pulau-pulau di Derawan.

Akomodasi di Kepulauan Derawan

Untuk menuntaskan kunjungan di Derawan, anda bisa memilih akomodasi dari yang murah hingga yang mahal. Travel agent biasanya melayani wisatawan mancanegara menawarkan harga dalam dolar, untuk domestik tawar saja pakai rupiah. Penginapan berupa homestay harga sewanya berkisar sekitar Rp 100.000,- . Banyak Homestay tersebut adalah rumah penduduk setempat yang sudah dimodifikasi. Jika menginginkan yang lebih mewah, anda bisa memilihi bungalow dengan kisaran harga Rp 300.000,- hingga jutaan rupiah. Anda tertarik? Ayo langsung saja berlibur ke Pulau Derawan dan nikmati keindahannya.

***

Wisata Taman Nasional Karimunjawa

Karimunjawa merupakan gugusan 27 buah pulau di sisi utara Propinsi Jawa Tengah dengan tipe ekosistem berupa hutan hujan dataran rendah, padang lamun, algae, hutan pantai, hutan mangrove, dan terumbu karang.

Karimunjawa juga ditetapkan sebagai Taman Nasional. Tumbuhan khas Karimunjawa yaitu dewodaru (Crystocalyx macrophyla) yang tersebar di hutan hujan dataran rendah. Jenis alga yang dapat dijumpai adalah algae hijau, algae coklat, dan algae merah. Hutan pantai dan hutan mangrove dicirikan dengan adanya ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), jati pasir (Scaerota frustescens), setigi (Strebus asper), waru laut (Hibiscus tiliaceus), serta bakau hitam (Rhizophora mucronata).

Terumbu karang yang ada di Karimunjawa merupakan jenis terumbu karang pantai/tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Dengan kekayaan jenisnya mencapai 51 genus, tak kurang dari 90 jenis karang keras dan 242 jenis ikan hias. Duabiota laut yang dilindungi yaitu akar bahar/karang hitam (Antiphates spp.) dan karang merah (Tubipora musica).

Biota laut lain yang juga dilindungi diantarnaya kepala kambing (Cassis cornuta), triton terompet (Charonia tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompillius), dan batu laga (Turbo marmoratus).

Aneka satwa darat di taman nasional Karimunjawa ini tidak sebanyak satwa perairan. Satwa darat yang lazim dijumpai antara lain kera ekor panjang (Macaca fascicularis karimondjawae), rusa (Cervus timorensis subspec), 40 jenis burung seperti pergam hijau (Ducula aenea), elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), trocokan/merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), betet (Psittacula alexandri), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan ular edhor. Burung elang laut perut putih termasuk salah satu satwa yang terancam punah di dunia.

Di salah satu pulau yang bernama Pulau Kemujan terdapat bangkai kapal Panama INDONO . kapal ini tenggelam pada tahun 1955 dan pada saat ini menjadi habitat ikan karang dan tentunya sangat cocok untuk lokasi penyelaman (wreck diving).

Lima buah pulau dari total 27 pulau di Taman Nasional Karimunjawa telah berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Pulau Karimunjawa sendiri menjadi pusat kecamatan yang berjarak ± 83 km arah utara Kota Jepara (pusat ukiran kayu yang terkenal di Indonesia dan dunia).

Penamaan Karimunjawa berasal dari zaman Sunan Muria (salah satu tokoh penyebar Agama Islam yang dikenal dengan walisongo). Sunan Muria melihat pulau-pulau di Karimunjawa sangat samar dari Pulau Jawa atau kremun-kremun soko Jowo dalam bahasa Jawa. Di sana masih terdapat peninggalan Sunan Nyamplungan/Amir Hasan (anak Sunan Muria) seperti ikan lele (Clarias meladerma) tanpa patil, makam Nyamplungan, kayu dewodaru, sentigi, kalimosodo, dan ular edhor. Sayangnya semua itu dikeramatkan oleh penduduk Karimunjawa.

Objek menarik untuk dikunjungi:

Nama Karimunjawa yang telah populer, dihiasi banyak objek menarik untuk dikunjungi seperti Pulau (Menjangan Kecil, Menjangan Besar, Tanjung Gelam, Legon Lele, Genting, Kembar, Parang, Cemara dan Krakal); Wisata bahari (berlayar, selancar air, ski air, renang, berjemur di pantai pasir putih, kemah, wisata budaya, pengamatan rusa dan burung serta menyelam/snorkeling).

Akses

Melihat cuaca dan iklim di Karimunjawa, kunjungan yang memungkinkan untuk menikmati keelokan alam Karimunjawa adalah pada bulan April hingga Oktober. Untuk mencapai lokasi tersebut, berikut adalah alternatifnya:

Jalan darat: Semarang-Jepara menggunakan bis selama 1,5 jam, Jepara (Pelabuhan Kartini) menuju Karimunjawa dengan naik Fery/kapal motor selama ± 6 jam, dan hanya ada satu kali dalam seminggu (Senin).

Jalur udara: Semarang (Bandara Achmad Yani) menuju Pulau Kemujan (Bandar Dewodaru) dengan pesawat udara, sekali dalam seminggu.

***

Birokrasi Presiden yang Tambun

Oleh: Miftah Thoha

KABINET kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin hari semakin menunjukkan birokrasi pemerintahan yang besar. Jumlah kementerian mengikuti anjuran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: 34. Presiden menambah pula 10 jabatan wakil menteri.

Rupanya masih kurang besar, maka dibentuk lagi organisasi dan jabatan di sekitar Istana Presiden. Staf khusus, staf pribadi, juru bicara, unit kerja, dewan pertimbangan, satuan tugas, tim lima, hingga tim delapan yang tugasnya sudah selesai.

Lembaga birokrasi yang besar bukan saja tak mangkus, tetapi juga boros. Anggaran negara mestinya bisa dihemat untuk menyejahterakan rakyat. Timbul pertanyaan, di mana letak urgensi reformasi yang waktu kampanye diaku sebagai program kerja yang harus dijalankan? Apakah reformasi berarti menambah jumlah lembaga organisasi, pejabat, atau anggaran?

Jabatan baru mestinya secara selektif diadakan, tetapi saat ini banyak dibentuk tanpa ukuran yang jelas. Jabatan wakil menteri mestinya hanya diadakan bagi kementerian yang benar-benar memerlukan, seperti Kementerian Keuangan, Luar Negeri, Pendidikan, dan Kesehatan.

Ukuran dan kriteria jabatan wakil menteri tidak jelas sebab ada yang berduplikasi dengan jabatan eselon I yang ada. Bagaimana tata kerja dan kinerja wakil menteri yang birokrat karier ini dengan pejabat karier eselon I di suatu kementerian?

Penyakit Parkinson

Penyakit yang acapkali menghinggapi pemimpin birokrasi pemerintah ialah keinginan selalu menambah jumlah organisasinya tanpa disertai dengan evaluasi. Keinginan menambah jumlah organisasi itu lumrah dan baik-baik saja apabila telah dilakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga organisasi yang ada: masihkah bekerja efektif atau justru tidak? Jika tidak efektif, bisa saja suatu jabatan diperbaiki, dibubarkan, digabung, dan atau diganti dengan yang baru. Namun, jika suatu jabatan masih efektif, janganlah dibentuk organisasi baru yang tugas pokoknya mirip atau sama.

Dalam teori organisasi, penyakit yang suka menambah atau membentuk organisasi baru dinamakan proliferasi. Proliferasi tergolong penyakit birokrasi yang akut. Berdasarkan konsepnya, penyakit ini tumbuh karena pemimpin lembaga birokrasi kejangkitan dalil atau penyakit parkinson, penyakit birokrasi yang pemimpinnya merasa akan tambah berwibawa dan berkuasa kalau punya jumlah staf yang banyak tanpa alasan yang jelas.

Karena keinginan punya staf yang banyak, dibentuklah organisasi baru. Saya khawatir Presiden kejangkitan dalil parkinson, seperti yang telah menghinggapi Bung Karno, Pak Harto, dan Gus Dur. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda bahwa penyakit ini tersembuhkan, malah mewabah.

Kita ingat pada zaman Bung Karno, ada 100 menteri. Bung Karno selalu bernafsu menambah kementeriannya. Ada jabatan wakil perdana menteri yang dikenal dengan sebutan ”waperdam”, ada menteri kompartemen, ada menteri negara, dan banyak lagi organisasi yang diciptakannya.

Kita ingat pada zaman Pak Harto, ada lembaga departemen, ada kementerian negara, ada pula lembaga pemerintah nondepartemen yang tumbuh subur tanpa analisis kekembaran tugas pokok masing-masing.

Kita ingat bahwa di zaman Gus Dur dan Bu Mega tumbuh lembaga di sekitar istana dan berkembang pula lembaga nonstruktural seperti komisi-komisi. Sekarang lembaga-lembaga itu masih eksis.

Belum pernah saya mendengar Yudhoyono mengevaluasi apakah lembaga-lembaga itu masih efektif atau tidak. Tiba-tiba ia kena virus proliferasi membentuk Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R), sekarang UKP4 (Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan). Unit ini tak lain tak bukan adalah penjelmaan Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sesdalobang) ala Pak Harto.

Menyangkut kementerian dan departemen, mestinya dipahami, kedua istilah itu tidak berbeda. Kementerian merupakan nomenklatur untuk jabatan politik yang organisasinya dipimpin menteri. Departemen adalah nomenklatur jabatan administrasi (karier) yang dipimpin pejabat karier: sekretaris jenderal.

Kementerian Pendidikan Nasional, misalnya, dipimpin Menteri Pendidikan Nasional. Adapun Departemen Pendidikan Nasional dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional. Sekarang istilah departemen diganti menjadi kementerian tanpa kriteria yang jelas. Ini pemborosan!

Mengapa Proliferasi?

Yudhoyono pada pemerintahan jilid keduanya ini tampak ingin menunjukkan kebesarannya. Ia didukung oleh rakyat dalam jumlah besar pada pemilihan presiden, partai-partai koalisi, dan sekarang oleh aparat pemerintahan yang besar. Harap diingat bahwa pada pemerintahan jilid satu, Wakil Presiden Jusuf Kalla terkadang lebih menonjol sehingga ia pernah dijuluki sebagai the real President.

Partai Demokrat yang pada Pemilu 2004 bukan partai pemenang dan belum tergolong sebagai partai politik besar, pada Pemilu 2009 menjadi pemenang. Kemenangan Yudhoyono dan Partai Demokrat lebih menonjol lagi ditunjukkan dengan bergabungnya sebagian besar partai politik (selain PDI Perjuangan, Hanura, dan Gerindra) dalam koalisi pembentuk kabinet.

Maka, kebesaran itu akan lebih sempurna apabila didukung birokrasi pemerintah. Itu sebabnya, dibentuklah kementerian yang lebih besar daripada kabinet Presiden Barack Obama, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Australia.

Janji reformasi tidak lagi penting. Ia dikalahkan oleh keinginan untuk menunjukkan kebesaran pengaruh presiden. Jika hal ini merupakan alasan dibesarkannya lembaga organisasi birokrasi pemerintah, sia-sialah reformasi itu.

Masihkah diperlukan upaya reformasi birokrasi sebagai langkah strategis untuk menciptakan tatanan pemerintah yang baik dan bersih? Jika jawabnya ”masih”, maka berpulang kepada Presiden Yudhoyono. Susunlah grand design reformasi yang menyeluruh dengan visi yang jelas ke depan.

Perlu segera dilakukan evaluasi lembaga-lembaga birokrasi fungsional yang ada. Jika evaluasinya menunjukkan ”kinerja belum efektif”, jangan lalu dibentuk lembaga baru sebagai tandingan, seperti satgas, wakil menteri, komisi, dan unit kerja. Hubungan jabatan politik dan jabatan karier birokrasi perlu segera ditata ke arah profesional. Nomenklatur jabatan politik dan jabatan karier harus ditata dengan kriteria yang jelas.

Miftah Thoha, Guru Besar MAP UGM

Sumber : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010

Testimoni Century dan Rashomon

Oleh: M Alfan Alfian

KETIKA masyarakat mulai agak bingung dengan testimoni-testimoni atas pihak-pihak yang dimintai keterangan oleh Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century, tiba-tiba saya ingat salah satu kisah dalam kumpulan cerita pendek Ryunasuke Akutugawa, Rashomon (edisi bahasa Inggris, 1952).

Dalam cerita pendek berjudul In a Grove (Di dalam Belukar), Akutugawa mengisahkan suatu ”kebenaran” yang dipaparkan oleh berbagai saksi di dalam memandang suatu kasus matinya sesosok lelaki. Kesaksian penebang kayu di hadapan penyidik berbeda dengan yang dipaparkan pendeta pengembara.

Kesaksian seorang bekas penjahat, nyatanya berbeda juga dengan yang dipaparkan sang perempuan tua. Pengakuan Tajomaru pun berbeda dengan paparan pengakuan dosa seorang perempuan yang datang ke Kuil Kiyomizu. Akhirnya, semua kesaksian itu berbeda dengan kisah roh lelaki yang mati itu melalui mulut Biksuni Kuil Shinto.

Pembaca yang jeli pun perlu berkernyit dahi untuk berpihak pada versi testimoni mana yang paling benar. Apakah kisah roh itu yang paling otentik? Apakah roh itu benar-benar bebas kepentingan? Kalaupun satu testimoni dengan yang lain dirangkai, maka apakah konstruksi cerita barunya yang paling benar?

Satu peristiwa dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Testimoni-testimoni dalam kisah Akutugawa tersebut ada yang saling menyokong, tetapi ada yang saling menegasikan, sebagaimana pula hal itu terjadi pada testimoni-testimoni para saksi kasus Century di hadapan panitia angket.

Merangkai susunan testimoni-testimoni ”mozaik kebenaran” tersebut agak susah, mengingat perspektif masing-masing yang dimintai keterangan berbeda-beda, di mana publik susah membedakan mana ”kebenaran” dan mana pula yang ”pembenaran”. Pada akhirnya, kelak, ”kebenaran politik”-lah yang akan mengakhiri proses politik di DPR tersebut.

Hal ini bisa dipahami, mengingat testimoni-testimoni di DPR itu merupakan bagian dari proses politik, yang tentu saja tak dapat dilepaskan sepenuhnya dari subyektivitas politik antarkekuatan (kepentingan) yang ada. Arena ”pengadilan politik” DPR itu tak lepas dari perspektif ”pertunjukan politik”, yang karena terbuka untuk publik, maka berkembanglah banyak versi opini dan penilaian.

”Kebenaran politik”, bukan tanpa risiko, apalagi manakala berjumpa dengan ”rasa keadilan dalam masyarakat”. Masyarakat berharap bahwa ”kebenaran politik” itu tidak terlalu jauh bedanya dengan ”kebenaran yang sejati” (bener kang sejati, yang sebenarnya alias substansial), satu dari berbagai versi kebenaran: kebenaran versi diri sendiri (benere dewe, versi testimoni), kebenaran orang banyak (kebenaran demokratis alias benere wong akeh), dan kebenaran hukum formal (kebenaran yang dibatasi oleh pasal-pasal di dalam perundang-undangan yang kerap mengabaikan konteks sosiologis). Bukankah demikian?

Proses politik diharapkan tidak mengingkari proses hukum, mengingat negara kita adalah negara hukum. Inilah prinsip kunci dari dinamika proses politik yang hiruk pikuk di DPR. Tentu saja semua berharap ujung dari proses politik Century di DPR tidak berlanjut menjadi suatu krisis politik yang tak terkontrol (out of control).

Roh Kejujuran

Dalam kisah Akutugawa, karena susahnya mencari titik temu kebenaran dari berbagai versi testimoni, hakim terpaksa mencari versi kebenaran lain, langsung dari roh lelaki yang mati. Barangkali roh orang mati dapat berkata lebih jujur dari saksi-saksi yang masih hidup. Persoalannya, apakah kesaksian roh orang mati dapat dipegang sebagai suatu ”kebenaran”?

Salah satu pesan sederhana tetapi mendasar dari kisah Akutugawa itu adalah betapa mahal harga kejujuran, dan betapa ia harus terus dicari walaupun dari roh orang mati. Ini merupakan suatu kritik sosial yang sangat serius: apakah sudah tak ada lagi kejujuran di tengah-tengah orang yang masih hidup? Lebih detail lagi, apakah sudah tak ada lagi kejujuran di tengah-tengah orang-orang politik?

Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) suka membawa tema yang mengaitkan antara politik dan kejujuran walaupun kejujuran dalam politik itu menyisakan pertanyaan serius: kejujuran versi siapa? Sayangnya, tidak ada pertanda yang nyata yang dapat dilihat orang, seperti kisah Pinnokio, yang semakin ia berbohong, maka hidungnya semakin panjang. Kejujuran semakin ”susah diukur”, tetapi barangkali masih bisa dirasakan oleh ”hati nurani kolektif”.

M. Alfan Alfian, Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta

Sumber : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010

Bau Elitis Solusi Century?

Oleh: Teten Masduki

PENYELESAIAN kasus penyelamatan Bank Century melalui mekanisme politik menimbulkan polarisasi gerakan di masyarakat, setidaknya di kalangan aktivis antikorupsi, demokrasi, dan HAM yang saya kenal. Sebagian pihak melihat Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century sebagai realitas politik meskipun bukan tanpa reservasi. Jejak rekam sejumlah Pansus serupa pada masa lalu akhirnya tak jelas juntrungannya, malah ditengarai diselesaikan lewat pintu belakang.

Sebagian pihak lainnya tidak percaya lewat mekanisme penyelesaian politik. Ada kecurigaan motif menggunakan kasus Century sebagai amunisi politik untuk menaikkan posisi tawar mereka dalam pertarungan kepentingan yang jauh dari tujuan fungsi pengawasan atau kepentingan antikorupsi, termasuk membenahi governance Bank Indonesia (BI) dan sistem akuntabilitas penjaminan lembaga keuangan.

Mereka yang paham oligarki korup di Indonesia dengan cepat menduga ini bagian kepentingan memperkuat patronase politik dan bisnis, dan yang paling diincar adalah kekuasaan menteri keuangan meski kekhawatiran ini dibantah Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, yang bisnisnya paling potensial dituding memiliki kepentingan dalam konteks ini.

Kecurigaan itu sah sebab kita tahu pasca-Pemilu 1999 bandul korupsi bergeser dari Istana ke DPR, seiring dengan membesarnya kekuasaan DPR. Survei Global Corruption Barometer oleh Transparency International mulai dari tahun 2004 sampai 2009 senantiasa menempatkan parpol, parlemen, pengadilan, dan polisi pada empat urutan atas lembaga yang paling potensial mengalami korupsi.

Kelompok ini lebih mendorong kasus Century ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), asumsinya untuk saat ini KPK bisa jadi wasit yang relatif obyektif, setidaknya tak memiliki kepentingan politik. Sekalipun harus berujung pada pemakzulan politik, prosesnya lebih mudah jika unsur pidana sudah dibuktikan di pengadilan sehingga peluang penyelesaian bersifat kompromistis dan tak membawa perubahan apa-apa bisa diperkecil.

Jalan hukum ini juga disetujui, termasuk oleh mereka yang terang-terangan pasang badan membela Sri Mulyani Indrawati dan Boediono. Kelompok ini menilai keduanya bukan pejabat kotor dan pernah punya reputasi internasional sebagai menteri keuangan terbaik di Asia. Katanya, kalaupun kebijakan bail out keliru, diyakini bukan dilatarbelakangi perbuatan kriminal keduanya.

Dalam hal ini bisa jadi karena data BI yang tidak akurat, seperti sudah diketahui umum, atau karena salah ramal akan hantu yang menakutkan berupa dampak sistemik oleh faktor psikologi pasar jika bank itu dimatikan saat itu.

Penyelesaian hukum dipilih aktivis antikorupsi juga sebagai jalan paling aman bagi kelanjutan jangka panjang gerakan sosial antikorupsi, yang dalam pengalaman sejarah di mana saja mengharuskan betul-betul murni dan bebas dari kepentingan perebutan kekuasaan politik dan ekonomi.

Kepemimpinan Yudhoyono

Teori gerakan sosial baru yang berbasis isu dan nilai-nilai ideal menganjurkan untuk tidak membangun eksklusivitas, tetapi misalnya berkoalisi dengan kalangan oposisi di parlemen untuk melahirkan lompatan perubahan kebijakan. Namun, dalam praktik, bukan hal mudah ketika partai progresif tidak hadir di sini. Lain halnya kalau gerakan sosial didistorsi sebagai hanya kegiatan selebritas atau berpidato heroik di depan para wartawan, mungkin tak perlu terlalu pusing memikirkan konsekuensi itu.

Tak perlu repot-repot sesungguhnya dengan polarisasi itu dan gerakan yang likuiditasnya dipicu oleh suatu kasus tidak mungkin berada dalam satu regu apalagi ini bukan soldadu, yang penting satu sama lain bisa saling komplementer. Cuma sayangnya, baik penyelesaian politik maupun hukum sama-sama belum memberi sinyal akan ada penyelesaian kasus Century dalam waktu dekat. Sampai saat ini sejak awal Desember Pansus belum memberikan laporan ke pimpinan DPR.

Materi pembahasan oleh Pansus terus berputar-putar di sekitar alasan subyektif kebijakan penyelamatan Century yang notabene bersifat debatable, dan sayangnya tidak konsisten menelusuri aliran dana ini ke arah yang semula mereka curigai masuk ke dalam rekening dana kampanye. Menelanjangi dugaan penyimpangan dana fasilitas pinjaman jangka pendek dan penempatan modal sementara (PSM) mungkin jauh lebih mudah.

Namun, mungkin bukan pelaku pada level itu sasaran yang dituju kalau kita lihat spirit pemeriksaan di Pansus masih berusaha mencari benang merah intervensi Presiden Yudhoyono dalam kebijakan bail out itu. KPK yang tadinya diharapkan mendahului proses penyelesaian politik juga tidak ada terobosan manajemen perkara untuk kasus-kasus yang berdimensi politik besar seperti Century. Perkembangan terakhir di DPR dengan adanya pergantian beberapa anggota Pansus kita juga tak tahu persis gejala apa yang sedang terjadi.

Tidaklah keliru jika ada harapan agar Yudhoyono yang meraih dukungan politik sangat besar dalam Pemilu 2009 menunjukkan kualitas kepemimpinannya untuk mencari solusi jitu guna mengakhiri kasus Century tanpa mengabaikan kepentingan perekonomian nasional.

Dari aspek keadilan versi masyarakat biasa ada sinisme mencermati logika kebijakan penyelamatan bank bangkrut karena dibobol pemiliknya atau mengabaikan asas kehati-hatian dan kelemahan pengawasan BI. Seperti dalam penyelesaian kasus BLBI dan Century saat ini, lewat klaim dampak perbankan terhadap perekonomian keseluruhan telah membuat para pengambil kebijakan seolah menjadi tawanan para pemilik perbankan dan kepentingan pemodal besar yang menguasai ekonomi nasional.

Di sini, lagi-lagi rakyat harus percaya teori ekonomi neoklasik menetes ke bawah (trickle down effect). Tak sedikit media memberitakan usaha rakyat yang gulung tikar di berbagai pelosok negeri karena kurang permodalan di bawah Rp 5 juta, tetapi tak mendapat perhatian serius seperti Century dengan kucuran Rp 6,7 triliun untuk sebuah bank yang 62,28 persen total dana pihak ketiganya yang sebesar Rp 5,1 triliun dimiliki 50 deposan inti (periode 2008). Dan, 34,61 persen di antaranya milik dua deposan dari orang yang sama.

Meski mungkin kurang relevan, bandingkan dengan alokasi kredit untuk rakyat yang dikucurkan pemerintah (2008) sebesar Rp 12 triliun untuk jumlah peminjam sekitar 1,5 juta orang. Sangat menyakitkan jika formula penyelesaian kasus Century di DPR ujung- ujungnya hanya memenuhi kepentingan elite guna memperluas kekuasaan politik dan ekonomi mereka. Kelihatannya saat ini gelagatnya ke arah sana.

Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia

Sumber : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010

Ihwal Kriminalisasi Kebijakan

Oleh: Hikmahanto Juwana

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dalam wawancara khusus dengan Harian Kompas, SCTV, dan Radio Elshinta, Minggu (24/1) malam, menyampaikan agar langkah pemerintah dan Bank Indonesia mengucurkan dana talangan ke Bank Century tidak dikriminalisasi.

Sejumlah anggota DPR, pakar, dan penggiat antikorupsi tidak setuju dengan pendapat Presiden. Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan meski keduanya terkait dengan pengambilan keputusan. Kebijakan merupakan basis untuk pengambilan keputusan, sedangkan kebijaksanaan merupakan keputusan yang bersumber dari diskresi yang dimiliki pejabat yang berwenang.

Dalam konteks kenegaraan, kebijakan dapat bersifat umum ataupun khusus. Kebijakan yang bersifat umum, antara lain, kebijakan luar negeri, kebijakan pertahanan, kebijakan fiskal, dan kebijakan pemberantasan korupsi. Kebijakan yang bersifat khusus, antara lain, kebijakan rekonstruksi pascatsunami, penyaluran subsidi kepada orang yang berhak, dan kebijakan ujian nasional.

Sementara kebijaksanaan secara sederhana dapat dicontohkan sebagai polisi yang mengarahkan lalu lintas untuk berjalan melawan arus yang seharusnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan. Apa yang dilakukan oleh polisi tersebut tentu melanggar hukum. Namun, atas dasar diskresi yang dimiliki, polisi sebagai pejabat yang berwenang diperbolehkan untuk membuat kebijaksanaan yang melanggar aturan demi kemaslahatan yang besar.

Bila dicermati dalam penalangan Bank Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), keputusan yang diambil lebih tepat bila dikategorikan sebagai suatu kebijakan daripada kebijaksanaan. Sebagaimana disampaikan oleh Presiden, keputusan penalangan merupakan kebijakan untuk menyelamatkan dunia perbankan dan perekonomian nasional dari krisis.

Benar atau Salah

Kebijakan yang menjadi basis dari sejumlah keputusan di sektor publik diambil karena kewenangan yang dimiliki oleh seseorang yang memegang jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Presiden, menteri, gubernur, bupati, camat hingga ketua rukun tetangga dalam hal dan situasi tertentu berwenang dan diharuskan mengambil kebijakan yang disertai dengan keputusan.

Pascapengambilan kebijakan dan keputusan, maka evaluasi pun dapat dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan oleh atasan langsung, DPR terhadap pemerintah seperti dalam penalangan Bank Century, bahkan oleh pers dan publik. Bila evaluasi atas kebijakan dan keputusan dilakukan, agar fair, tentunya harus berdasar situasi dan kondisi ketika kebijakan serta keputusan tersebut diambil. Bila kebijakan serta keputusan masa lalu dievaluasi dengan kacamata hari ini, maka bisa jadi apa yang telah diambil akan salah semua.

Di sini, pentingnya Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century memperoleh data, fakta, dan informasi dari berbagai pihak yang terlibat untuk dapat merekonstruksi situasi dan kondisi ketika kebijakan serta keputusan diambil.

Hasil evaluasi atas kebijakan dan keputusan secara garis besar dapat dibagi dalam dua kategori. Benar atau salah. Menjadi pertanyaan apakah hasil evaluasi yang menyatakan suatu kebijakan berikut keputusan salah dapat mengakibatkan pengambil kebijakan terkena sanksi pidana? Jawaban atas hal ini membawa kontroversi.

Sanksi pidana?

Dalam ilmu hukum, bila berbicara tentang kebijakan, keputusan berikut para pelakunya, maka akan masuk dalam ranah hukum administrasi negara. Hukum administrasi negara tentu harus dibedakan dengan hukum pidana yang mengatur sanksi pidana atas perbuatan jahat.

Bila kebijakan serta keputusan dianggap salah dan pelakunya dapat dipidana, maka ini berarti kesalahan dari pengambil kebijakan serta keputusan merupakan suatu perbuatan jahat (tindak pidana). Ini tentu tidak benar.

Pada prinsipnya kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana. Dalam hukum administrasi negara tidak dikenal sanksi pidana. Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi negara, antara lain, teguran baik lisan maupun tertulis, penurunan pangkat, demosi dan pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan.

Meski demikian, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan serta keputusan yang salah tidak dapat dikenai sanksi pidana, terdapat pengecualian. Paling tidak ada tiga pengecualian.

Pertama, adalah kebijakan serta keputusan dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat. Dalam doktrin hukum internasional yang telah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan di sejumlah negara, kebijakan pemerintah yang bertujuan melakukan kejahatan internasional telah dikriminalisasikan.

Adapun kejahatan internasional yang dimaksud ada empat kategori yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang, dan perang agresi.

Kedua, meski suatu anomali, kesalahan dalam pengambil kebijakan serta keputusan secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 165 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan tersebut memungkinkan pejabat yang mengeluarkan izin di bidang pertambangan dikenai sanksi pidana.

Ketiga adalah kebijakan serta keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan serta keputusan bermotifkan kejahatan. Di sini yang dianggap sebagai perbuatan jahat bukanlah kebijakannya, melainkan niat jahat (evil intent/mens rea) dari pengambil kebijakan serta keputusan ketika membuat kebijakan. Contohnya adalah pejabat yang membuat kebijakan serta keputusan untuk menyuap pejabat publik lainnya. Atau kebijakan yang diambil oleh pejabat karena ada motif untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Dalam contoh terakhir inilah, sejumlah anggota Pansus Bank Century berpijak. Tindakan ini dapat dipahami karena mereka hendak memvalidasi kecurigaan publik bahwa kebijakan yang diambil berindikasi koruptif atau memperkaya orang lain, termasuk partai politik tertentu.

Namun, apabila indikasi ke arah tersebut tidak ada, jangan kemudian kebijakan serta keputusan yang dianggap salah pascadievaluasi dipaksakan untuk dikenai sanksi pidana. Apabila ada pemaksaan, tentu akan menyulitkan aparat penegak hukum dalam ranah hukum pidana. Pada akhirnya kasus Chandra dan Bibit akan terulang kembali.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Sumber : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010

Kalbar Gelar Takbir Akbar dan Seni Budaya

Pontianak - Menyambut hari raya Idulfitri 1433 Hijriah yang sudah tinggal menghitung hari, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akan menggelar takbir akbar dan pagelaran seni budaya. Setelah tiga kali berhasil melaksanakan kegiatan ini sejak tahun 2009, untuk yang keempat kalinya, kegaitan ini akan kembali digelar yang mengambil tempat di halaman pendopo gubernur atau istiana rakyat Kalbar.

“Kegiatan takbir akbar dan seni budaya ini sudah yang keempat kalinya diadakan sejak 2009. Kegiatan ini juga mendapat dukungan dari pemerintah provinsi Kalbar,” kata ketua Panitia Takbir Akbar dan Seni Budaya Hendrik Suharnoko, kemarin (15/8).

Hendrik menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan dengan bertujuan untuk mengurangi kegiatan takbir keliling di jalanan yang seringkali mengakibatkan kemacetan. Selain itu, dengan dilaksanakannya kegiatan ini juga diharapkan dapat mempererat hubungan tali persaudaraan antara masyarakat serta masyarakat dengan pemerintah.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan ini memiliki beberapa serangkaian acara. Kegiatan yang dijadwalkan pada Sabtu (18/8) malam dan akan dimulai pada 19.30 ini diawali dengan gema takbir akbar. Kemudian dilanjutkan dengan pagelaran seni budaya. Pentas tempat atraksi sudah berdiri sejak beberapa hari yang lalu. Selain itu, akan dilaksanakan juga penyulutan meriam karbit yang sudah disiapkan oleh panitia di halaman pendopo.

Panitia juga merencanakan penyulutan kembang api. “Kegiatan ini akan selesai pada pukul 22.00 dan akan ditutup dengan penyulutan kembang api,” jelas Hendrik yang didampingi ketua harian, Hendri.

Pada kegiatan ini, lanjut Hendrik, akan dihadiri oleh pimpinan daerah, gubernur, Pangdam, Kapolda, DPRD provinsi dan kejati. Kegiatan ini juga terbuka untuk umum. Hendrik mengajak seluruh lapisan masyarakat di Kalbar untuk menghadiri takbir akbar dan pagelaran seni budaya itu. “Kami mengharapkan kepada semua masyarakat, tidak hanya di Pontianak tapi juga di seluruh Kalbar untuk menghadiri kegiatan ini. Ini terbuka untuk masyarakat umum,” tutup Hendrik.

Seniman Jadikan Lebaran sebagai Ajang Promosi Budaya

Pamekasan, Jatim - Sebagian seniman di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, berencana menjadikan momentum Lebaran 2012 sebagai ajang promosi untuk memperkenalkan berbagai jenis kesenian dan budaya tradisional yang ada di wilayah itu.

Menurut juru bicara seniman Pamekasan Bob Candra, Senin, pihaknya telah mempersiapkan pementasan kesenian tradisional Madura guna menyambut libur Lebaran nanti.

"Salah satunya adalah pementasan kolaborasi kesenian tradisional Madura pada Lebaran Ketupat di lapangan Eks PJKA Jalan Trunojoyo, Pamekasan," katanya.

Ia menjelaskan, pementasan kolaborasi jenis kesenian tradisional tersebut, antara lain jenis kesenian tembang macapat, musik mulut dhengge, musik saronen dan musik tradisional Daul.

Bob Candra mengatakan pementasan kolaborasi seni budaya tradisional Madura saat Lebaran Ketupat nanti itu, terselenggara atas kerja sama antara para pegiat seni tradisional dengan Yayasan Landhep Semmo, yakni yayasan yang bergerak dalam pelestarian seni budaya Madura.

"Kami menilai promosi seni budaya tradisional dengan memanfaatkan momentum Lebaran ini akan lebih efektif untuk mensosialisasikan kepada warga Madura yang selama ini tinggal di perantauan, akan seni dan budaya leluhur mereka," ucap Bob Candra.

Ia menjelaskan, warga Madura yang tinggal di luar Madura, jelas tidak akan banyak mengetahui beragam jenis kesenian tradisional yang merupakan hasil kreasi para leluhur mereka.

"Jangankan yang tinggal di luar Pulau Madura, generasi muda yang tinggal di Madura saja saat ini banyak yang tidak paham," kata dia.

Menurut Ketua Yayasan Landhep Semmo, Iskandar, upaya melestarikan seni budaya tradisional Madura yang akan digelar pada Lebaran Ketupat nanti, sebenarnya merupakan kegiatan lanjutan. Sebab sebelumnya, yayasan itu juga telah menampilkan beragam kegiatan, bekerja sama dengan salah satu pengelola rumah makan di Pamekasan.

"Saya dan teman-teman yang peduli akan seni budaya Madura terdorong untuk melestarikan melalui lembaga yayasan ini, karena seni budaya Madura kini sudah nyaris punah. Padahal warisan budaya leluhur di Madura sangat banyak," katanya menjelaskan.

Iskandar yang juga anggota DPRD Pamekasan itu lebih lanjut menjelaskan, gerakan pelestarian seni budaya Madura yang dilakukan lembaganya tidak hanya terbatas pada pementasan saja, akan tetapi juga berupaya mengubah berbagai jenis seni budaya itu lebih disuka kalangan kelompok muda.

"Caranya tentu harus ada reaktualisasi dengan cacatan tetap berpengang pada unsur-unsur pokok dalam seni tradisional itu sendiri," katanya menambahkan.

Iskandar lebih lanjut menjelaskan, pemanfaatan liburan Lebaran sebagai ajang promusi seni budaya Madura itu, juga sebagai tindak lanjut dari kegiatan deklarasi Kebangkitan Seni Budaya oleh 100 seniman Madura, belum lama ini.

-

Arsip Blog

Recent Posts